Asal Usul dan Arti Makna Nusantara, Nama Ibukota Baru Indonesia, Konsep Kenegaraan Raja dan Dewa Era Majapahit

19 Januari 2022, 16:38 WIB
Asal usul dan arti makna Nusantara, nama Ibu Kota baru Indonesia atau IKN di Kalimantan Timur. /Dok. Kementerian PUPR

KABAR BANTEN-Nusantara, nama ibukota baru atau Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur telah ditetapkan Pemerintah yang ternyata memiliki asal usul sebuah perjalanan panjang sebuah konep kenegaraan di masa kerajaan.

Dipilih sebagai nama ibukota baru atau Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur, nama Nusantara dinilai sudah menjadi ikonik di seluruh dunia sebagai gambaran kenusantaraan Indonesia.

Namun dari mana asal usul Nusantara yang dijadikan nama ibukota baru atau IKN baru di Kalimantan Timur tersebut, berikut dirangkum kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari berbagai sumber.

Asal usul Nusantara, pertama kali tercetus dalam literatur berbahasa Jawa sekitar abad 12- 16, untuk menggambarkan kenegaraan yang dianut oleh Kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Nusantara Resmi Jadi Nama Ibu Kota Baru Indonesia, Berhasil Singkirkan Lebih dari 80 Usulan Nama

Di abad ke-13 hingga abad ke-15, konsep kenegaraan yang dianut oleh kerajaan-kerajaan Jawa pada saat itu adalah raja-dewa.

Arti dari raja-dewa adalah raja yang menduduki tahta pada saat itu, dan memerintah adalah penjelmaan dewa.

Itu sebabnya, daerah kekuasaan kerajaan harus memancarkan kekuasaan seorang dewa sebagai konsep yang dipakai Kerajaan Majapahit.

Dalam konsep kenegaraan, Kerajaan Majapahit membagi wilayah negara menjadi tiga bagian yakni:

1.Negara Agung, wilayah ini mencakup daerah sekeliling ibu kota kerajaan, di mana sang raja memerintah yang meliputi mancanegara.

2. Menurut Kerajaan Majapahit, mancaneagra adalah daerah-daerah di Pulau Jawa dan sekitarnya yang memiliki kemiripan budaya dengan Negara Agung.

Menilik dari sudut pandang ini, Madura, Bali, Lampung dan Palembang dianggap sebagai mancanegara.

3. Majapahit menyebut nama Nusantara untuk pulau lain di luar pulau Jawa yang budayanya tidak dalam pengaruh budaya Jawa.

Baca Juga: Menumbali Pulau Jawa, Kesaktian Syekh Subakir, Ulama Besar Wali Songo Pertama Penyebar Islam di Nusantara

Namun, Kerajaan Majapahit masih menganggap Nusantara sebagai daerah taklukan yang artinya para penguasanya harus membayar upeti ke Majapahit.

Namun dalam Sumpah Palapa Gajah Mada mengatakan;

“Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak akan berhenti berpuasa. Ia Gajah Mada, jika berhasil mengalahkan pulau-pulau lain, saya (akan) berhenti berpuasa.

Jika berhasil mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah saya akan berhenti berpuasa.”

Gajah Mada dalam kitabnya Negarakertagama menyebutkan bahwa wilayah Nusantara mencakup sebagian wilayah modern Indonesia saat ini, antara lainnya adalah Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan sekitarnya.

Selain itu, sebagian Maluku dan Papua Barat ditambah dengan Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil Filipina bagian selatan.

 Baca Juga: 4 Kerajaan Gaib Terbesar di Nusantara, Salah Satunya di Pantai Selatan, Menurut Primbon Jawa

Konsep Nusantara kemudian terlupakan, yang kemduian beratus tahun lamanya kembali digaungkan di abad 20 oleh Ki Hajar Dewantara.

Pada saat itu, nama Nusantara dikemukakan Ki Hajar Dewantara sebagai alternatif nama disiapkan saat negara Indonesia merdeka, untuk menggantikan nama Hindia Belanda.

Meski nama Nusantara tidak menjadi nama negara, namun tetap dipakai sebagai sinonim atau nama lain dari kepulauan Indonesia dan pengertian tersebut masih dipakai sampai sekarang.***

Editor: Yadi Jayasantika

Tags

Terkini

Terpopuler