BMKG Ingatkan Dampak Serius, Mengancam Kehidupan Manusia, Kerugian Ekonomi Bisa Capai Ratusan Triliun

- 23 Februari 2022, 10:04 WIB
Ilustrasi ancaman krisis air bersih akibat perubahan iklim yang membuat BMKG Ingatkan dampak serius jika tak ditangani.
Ilustrasi ancaman krisis air bersih akibat perubahan iklim yang membuat BMKG Ingatkan dampak serius jika tak ditangani. /Pixabay

KABAR BANTEN-BMKG ingatkan dampak serius perubahan iklim mengancam ketersediaan air bersih, salah satu sumber daya penting bagi manusia.

Jika perubahan iklim tidak ditangani serius, BMKG menyebut krisis air bersih mengancam Indonesia.

Ancaman krisis air bersih tersebut, menurut BMKG, akibat perubahan pola curah hujan, kenaikan suhu, kenaikan muka air, dan kejadian iklim ekstrem.

Baca Juga: 16 Gempa Bumi Terjadi di Banten dan Sekitarnya Sepekan Terakhir, Begini yang Disampaikan BMKG

"Perubahan pola curah hujan, kenaikan suhu, kenaikan muka air, dan kejadian iklim ekstrem akan menyebabkan krisis air bersih," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dikutip dari akun Twitter @InfoHumasBMKG, pada Selasa, 22 Februari 2022 malam.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, krisis air bersih menjadi ancaman jika perubahan iklim tidak ditangani secara serius.

Berdasarkan hasil kajian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kata dia, menyebutkan dampak perubahan iklim berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar.

Kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim mencapai Rp544 triliun 2020-2024, jika intervensi kebijakan tidak dilakukan. 

Hal itu dikatakan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Focus Group Discussion (FGD) Kajian Perubahan Iklim Terhadap Tata Kelola Air yang digelar BMKG baru-baru ini.

Dwikorita mengungkap bahwa kerugian sektor air dapat dikurangi dengan upaya adaptasi maksimal sebesar 17,77 T selama periode 2020-2024. 

Krisis air bersih terjadi akibat tingginya kebutuhan air baku, terutama di kawasan perkotaan dan padat penduduk.

Sedangkan perubahan iklim mengakibatkan kekeringan, dan pencemaran air yang mempengaruhi ketersediaan air bersih untuk air minum dan sanitasi.

Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030.

Baca Juga: Peringatan Dini BMKG, Banten dan Sejumlah Wilayah Indonesia Berpotensi Dilanda Cuaca Ekstrem Sepekan Kedepan

Tentunya, air tidak hanya dibutuhkan untuk rumah tangga, namun juga industri dan pertanian. 

Dengan permintaan yang lebih besar dari ketersediaan, maka krisis air terjadi.

Penurunan tidak hanya dari sisi kuantitas, namun kualitas air yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan.

Dwikorita mengungkap tren kenaikan suhu udara di Indonesia terjadi di sebagian besar wilayah.

Menggunakan data observasi BMKG (1981-2020), terdapat tren positif dgn besaran bervariasi dgn nilai sekitar 0.03 derajat celsius setiap tahunnya.

"Sehingga dlk 30 tahun estimasi kenaikan suhu udara akan bertambah sebesar 0.9 derajat celsius.

Untuk wilayah Indonesia secara keseluruhan, tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.8 derajat celsius sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020.

Tahun 2021 menempati urutan ke-8 tahun terpanas, dengan nilai anomali sebesar 0.4 derajat celsius.

Sementara, tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.7 derajat celsius dan 0.6 derajat celsius.

Dwikorita menghimbau agar waspada ancaman bencana hidrometeorologi. 

Bukan hanya intensitas hujan semakin meningkat akibat perubahan iklim.

Akan tetapi, kejadian curah hujan ekstrem diprediksi makin sering dengan durasi yang semakin lama, yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.

Bencana hidrometeorologi ini mencapai 98 persen dari kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. 

"Realitas tersebut perlu diantisipasi dengan aksi nyata bersama seluruh elemen masyarakat, tidak hanya pemerintah," ucapnya.

Staf ahli Kementerian PUPR bidang Sumber Daya Air, Firdaus Ali, mengatakan terdapat sejumlah permasalahan sumber daya air di Indonesia.

Dia menegaskan mencontohkan, kendala akses air bersih, belum meratanya pengelolaan terpadu limbah domestik.

Selain itu, kekeringan atau melimpahnya air (banjir), krisis air bersih, genangan banjir, ancaman rob, dan lainnya.

Untuk itu, kata Firdaus, perlu pengambilan keputusan cepat dan berani mengambil risiko.

"Sehingga tidak terjadi krisis air bersih, pelaksanaan yg didukung kerja tim yang solid, pengawasan infrastruktur yang dibangun agar dipelihara sesuai standar, pengawasan detail dan konsisten," ujarnya.

Baca Juga: Mengungkap Zat PM 2.5, BMKG Bantah Video Viral Babeh Aldo Sebut Gelombang Pandemi sebagai Pandemi Polusi Udara

Dalam forum yang sama, Direktur Jenderal SDA Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengatakan persoalan sumber daya air menjadi perhatian bersama.

Salah satu sorotan Kementerian PUPR adalah banyaknya air hujan yang tidak diserap ke dalam tanah tetapi dibuang ke selokan.***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: Twitter @InfoHumasBMKG


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah