Seorang Kakek Huni Rumah Kumuh

14 Juli 2020, 03:30 WIB
Jahidi, seorang kakek yang tinggal di rumah kumuh

Seorang kakek, Jahidi (80) warga Desa Mogana, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang, terpaksa harus tinggal di rumah yang kumuh atau tidak layak huni. Selain Tidak layak huni, kondisi rumah terbilang sangat memprihatinkan, karena atap dan dindingnya sudah rapuh.

"Mau bagaimana lagi, inginnya sih saya perbaiki rumah ini, namun tidak punya biaya," kata Jahidi kepada Kabar Banten, Senin (13/7/2020).

Pria kurang penglihatan dan sudah tidak kuat berjalan ini mengaku hanya bisa beraktivitas di dapur rumah yang berukuran 5X3 meter.

"Saya sudah tidak bisa melakukan aktivitas seperti yang lain, karena tubuh saya sering lemas dan kondisi penglihatan sudah rabun," katanya.

Ia mengaku memiliki empat orang anak, namun yang masih tinggal bersamanya hanya satu orang, itupun sesekali saja pulang ke rumahnya. Sementara, tiga anak yang lain sudah lama tidak pulang. Bahkan sekedar menengok pun tidak pernah.

"Anak sih ada empat, yang suka datang hanya satu orang, itu pun tidak rutin pulang ke rumah," ujarnya.

Ia menuturkan, selama ini tidak pernah mendapatkan bantuan untuk memperbaiki rumahnya. Meski begitu, dirinya pernah sekali mendapatkan bantuan selama pandemi Covid-19.

"Ya, saya tidak punya KTP, karena sudah lama hilang. Kalau tidak salah waktu itu KTP saya dicopet di kereta saat pergi ke Jakarta," ucapnya.

Keterbatasan biaya untuk memperbaiki rumah membuat dirinya pasrah. Selain itu, untuk kebutuhan sehari-hari saja Jahidi hanya mengandalkan belas kasih dari tetangga rumah. Ia berharap rumahnya dapat diperbaiki secepatnya oleh pemerintah daerah maupun pihak lain agar tidak membahayakan dirinya.

"Mau diperbaiki tidak ada biaya. Jangankan memperbaiki rumah, untuk makan saja dapat dari tetangga. Ada juga dari saudara yang jauh. Saya ingin rumah ini bisa layak huni," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Desa Mogana, Muhamad Ropik mengaku sudah memberikan bantuan berupa Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Pemprov Banten maupun sembako. Akan tetapi terkait pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) masih terkendala oleh biaya swadaya, karena bantuan stimulan perumahan swadaya tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.

"Bantuan sudah pernah dapat. Soal perbaikan rumah pernah ditawarkan bantuan BSPS, namun waktu itu Jahidi menolak karena tidak ada biaya tambahan," katanya.

Selain itu, pihak Desa masih menunggu komunikasi dari keluarga korban dan perangkat Desa lainnya, seperti RT dan RW terkait pembangunan rumah Jahidi.

"Kalau misalkan ada dari pihak keluarga dan RT serta RW berbicara langsung kepada kami, maka desa siap menindaklanjuti," katanya. (Ade Taufik/Endang Mulyana)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler