Sejarah Panjang Kampung Yudha Asri di Bandung Kabupaten Serang, Miliki Kebudayaan Khas Bangbuskol Bebesanan

- 1 Juli 2024, 13:45 WIB
Anak anak di Kampung Seni Yudha Asri Desa Mander Kecamatan Bandung Kabupaten Serang saat mementaskan dogdog kerok.
Anak anak di Kampung Seni Yudha Asri Desa Mander Kecamatan Bandung Kabupaten Serang saat mementaskan dogdog kerok. /Dindin Hasanudin/Kabar Banten


KABAR BANTEN - Kampung Seni Yudha Asri di Desa Mander Kecamatan Bandung Kabupaten Serang memiliki sejarah panjang.

Salah satu wilayah yang telah mendapatkan SK bupati sebagai desa wisata di Kabupaten Serang tersebut memiliki kesenian khas yang hanya ada di Kampung Seni Yudha Asri.

Kesenian itu bernama Bangbuskol Bebesanan yang dilakukan turun temurun.

Sekretaris Disporapar Kabupaten Serang Beni Kusnandar mengatakan Yudha Asri berawal dari Ustadz Jufri Nur sebagai tokoh masyarakat di sekitar.

Ustadz Jufri Nur merupakan seorang seniman, budayawan sekaligus tokoh dari Kampung Yudha.

Ustadz Jufri Nur awalnya memiliki ide bagaimana membuat masyarakat Yudha yang jauh ke kota supaya bisa membuat satu kawasan untuk rekreasi masyarakat setempat.

Maka dibuatkan lah pertama saung di dekat rumahnya.

"Sekitar tahun 1990 sudah ada delapan saung disini (Kampung Yudha). Setelah ada delapan saung Ustadz Jufri Nur wafat dan dilanjutkan oleh anaknya Afid, kemudian meninggal dan dilanjutkan anaknya Rumania dan Uwi," ujarnya kepada Kabar Banten, Ahad 30 Juni 2024.

Selanjutnya di lokasi tersebut dibuatlah taman untuk bermain, disamping taman dibuat pula jalan layang.

Menurut keterangan kata dia, jalan layang itu menggambarkan bahwa orang Yudha ketika hendak ke Jakarta untuk melihat jalan layang juga susah.

"Karena desa jauh kemana mana, maka dibuatkan lah jembatan (mainan)," ucapnya.

Beni mengatakan sejak tahun 1970/80 an di Kampung Yudha sudah lahir satu kesenian yang hanya ada di sana yaitu Beluk Yudha, Dogdog Kerok, dan Bangbuskol Bebesanan.

Bangbuskol Bebesanan adalah kolaborasi terbang, gambus, kohkol, dan bebesanan disana ada rudat dan saman.

"Itu jadi satu kolaborasi kesenian yang ada disini (Yudha) dibuat jadi satu garapan. Itu tidak ada ditempat lain, itu diturunkan turun temurun dan diajarkan pada warga sekitar disini (Yudha). Ada beluk, dogdog kerok, bebesanan, bendrong lesung, rudat, dzikir saman, tari golok, silat dan terbang gede," ucapnya.

Kemudian pada tahun 1990 ada datang KKN dari Bandung Jawa Barat. Dampaknya Kampung Seni Yudha Asri semakin maju karena dibina oleh mahasiswa KKN dan dosennya. Bahkan beluk sempat dijadikan media mata kuliah etnomusikologi di STAI Surakarta.

"Jadi semakin kesini tarian, tradisi masyarakat makin berkembang termasuk Yudha Asri ada satu tradisi ngaruwat bumi. Ini sama turun temurun dari tokoh masyarakat yang mendirikan Kampung Yudha Asri," ujarnya.

Ngaruwat Bumi sendiri merupakan tradisi masyarakat dimana outputnya untuk mensyukuri hasil tani yang didapat masyarakat. Sebab mayoritas masyarakat Yudha berprofesi sebagai petani.

Dalam tradisi itu, masyarakat akan ngarak membawa hasil tani masing-masing dan kumpul di satu tempat.

Kemudian dilakukan tawasulan yang dipimpin oleh tokoh masyarakat, baru kemudian diadakan pagelaran budaya di Bandung plus mengundang Wayang golek sebagai ruwatannya.

"Sampai saat ini ngaruwat bumi dilakukan kecuali Covid berhenti, tidak pernah hilang ada yang bawa Air diarak masyarakat nya hasil panen dibawa. Diteruskan oleh anak anaknya sekareng," tuturnya.

Beni mengatakan, hampir semua masyarakat di Yudha Asri peduli akan budaya, bahkan sejak anak kecil di sana sudah mulai diajarkan berbagai tarian dan kesenian diantaranya dogdog kerok.

Diharapkan kedepan Kampung Seni Yudha Asri bisa jadi kampung wisata seni budaya.

Sedikit demi sedikit pihaknya mendorong tradisi masyarakat di Yudha Asri terus dilestarikan.

"Seperti ngaruwat bumi, supaya budaya yang ada disini tidak hilang karena ini luar biasa asalnya juga inisiatif masyarakat kemudian harus bagaimana mendukung agar jadi alternatif wisata budaya di Kabupaten Serang," ucapnya.

Beni mengatakan semua saung di Yudha Asri dibuat oleh partisipasi masyarakat dan tidak ada biaya dari siapapun.

Dimana masyarakat membuat dari limbah kayu, sebab masyarakat di Yudha Asri banyak yang bekerja di Jakarta sebagai perias taman, pembuat taman dan perias bunga.

"10 rumah satu saung, ini dilombakan, ini akan jadi aset masyarakat disini. Rencana disini (di bukit depan lokasi panggung ngaruwat bumi) akan dibuat tempat pagelaran rutin, makanya dibuatkan saung oleh masyarakat," tuturnya.

Menurut Beni karena daya tariknya sudah banyak orang dari luar Banten yang datang ke Kampung Seni Yudha Asri.

Diantaranya dari Padang yang datang untuk PKL, dari Bandung, Untirta dan lainnya.

"Termasuk Disporapar Bandung pernah kesini melihat potensi budaya untuk percontohan," ucapnya.

Ia berharap di Kampung Seni Yudha Asri setiap pekan diadakan terus pagelaran rutin setiap Sabtu dan Minggu.

Apresiasinya bisa dari anak sekolah dulu, yang penting rutin.

"Kalau untuk regenerasi disini tidak perlu ditakutkan karena dari anak kecil SD SMP SMA sudah diajarkan rutin latihan," ujarnya. ***

Editor: Yomanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah