Nilai Tukar Petani Banten Turun Dinilai Akibat Stimulus Lamban

7 Juli 2020, 16:30 WIB

SERANG, (KB).- Lembaga Kajian Damar Leuit dan Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten menilai, penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) di Banten diakibatkan lambannya stimulus yang dikucurkan pemerintah. Padahal, stimulus tersebut sangat dibutuhkan petani di tengah menurunnya harga hasil panen.

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) Banten mencatat NTP Banten pada Juni 2020 sebesar 99,69 atau turun 1,74 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Penurunan NTP disebabkan indeks harga yang diterima petani (It) mengalami penurunan, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami kenaikan.

Sekretaris Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia (DPW-SPI) Banten Misrudin mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak pada perlambatan roda ekonomi di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia dan Banten yang menyerang hampir keseluruh sektor produktif.

Misalnya saja industri yang harus dihadapkan dengan penutupan pabrik, mengistirahatkan sementara atau bahkan pemberhentian kerja buruh. Kondisi serupa juga menimpa jasa, pendidikan, dan sektor lainnya. Namun, kata dia, ada sektor yang relatif bertahan yakni pertanian.

Baca Juga : Nilai Tukar Petani Banten Turun 1,74 Persen pada Juni 2020

Menurutnya, petani bersama rakyat yang bekerja di perdesaan memiliki sistem menangkal krisis karena berada di lumbung pangan. Walaupun demikian, setelah satu catur wulan terlewati, dampak pandemi kini mulai dirasakan oleh para petani dan rakyat yang bekerja di perdesaan.

Petani yang sudah memasuki musim tanam gaduh diterpa antara lain ketidakstabilan harga hasil panen, distribusi yang terhambat, dan stimulus dari pemerintah yang berjalan lamban. Dampak pandemi bagi petani Banten yang paling nyata saat ini adalah penurunan harga hasil panen.

"Misalnya saja pada awal tahun harga gabah per kg di Banten berkisar Rp 5.000 sampai Rp 6.000. Sedangkan sekarang harga gabah di Cibaliung dihargai kurang dari Rp 3.000 per kg. Angka ini terang lebih rendah dari Permendag 24/2020 untuk gabah kering panen sebesar Rp 4.200 per kg," katanya.

Kondisi itu membuat petani juga sudah mulai terdampak Covid-19, sehingga jaring pengaman sosial atau stimulus dari pemerintah seharusnya juga dirasakan oleh petani.

Ia menilai, program penanggulangan Covid-19 bagi petani Banten berjalan masih sangat lamban, tak menyeluruh dan belum menyentuh subjek yang tepat. Misrudin menilai ada ketidakselarasan program nasional dengan Banten.

"Petani baru disalurkan bansos berupa sembako, itu pun jumlahnya sangat terbatas. Sementara yang dibutuhkan petani adalah pemenuhan prasarana dan sarana produksi terutama tanah, kestabilan harga serta pemerintah menjamin serapan hasil panen," ucapnya.

Lembaga Kajian Damar Leuit Banten Angga Hermanda mengatakan, pandemi telah berdampak pada ekonomi petani ditandai dengan NTP petani Banten yang merosot tajam.

"Dalam semester pertama tahun 2020 NTP tercatat anjlok sebesar 5,45 persen dari 105,14 pada Januari menjadi 99,69 di bulan Juni," ucapnya.

Lahan pertanian menyempit

Angga mengungkapkan, problem kesejahteraan petani selain karena pandemi juga diakibatkan terus menyempitnya tanah pertanian produktif dan kian marak perampasan tanah-tanah petani.

Berdasarkan data BPS, dalam rentang waktu tahun 2013-2018, Kabupaten Serang menempati posisi pertama daerah dengan penurunan lahan pertanian tertinggi di Banten seluas 14.639 ha. Kemudian diikuti masing-masing oleh Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Pandeglang seluas 8.979 ha dan 3.455 ha.

"Padahal sudah ada Perda 5/2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, namun tak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Belum lagi konflik agraria yang telah merampas tanah petani di Banten tak kunjung diselesaikan," ujarnya.

DPW SPI Banten dan Damar Leuit berharap, pemerintah dapat segera menjalankan program jaring pengaman sosial untuk petani di Banten, serta menghentikan perampasan tanah petani melalui penyelesaian konflik agraria yg dipimpin langsung oleh Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria Daerah, dan menindak tegas pelaku alih fungsi tanah pertanian yang produktif.

Plt Sekretaris Dinsos Banten Budi Dharma mengatakan, per tanggal 3 Juli 2020 progres pencairan JPS sudah mencapai 80 persen untuk tahap pertama. 20 persen sisanya sebagian besar adalah pencairan di wilayah Serang Raya dan Cilegon (Seragon).

"Seragon itu yang paling terakhir untuk tahap pertama gelombang satu. Untuk Tangerang Raya sudah gelombang 3. Kalau seragon tidak harus sampai gelombang tiga, gelombang dua juga sudah selesai. Untuk tahap selanjutnya akan lebih cepat karena nomor rekening sudah ada, jadi tinggal disalurkan," ujarnya. (SN)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler