Mengemas Potensi Wisata Seba Baduy

6 Mei 2019, 18:45 WIB
seba baduy 1

LAUTAN manusia yang akan melakukan seba baduy dengan balutan busana pangsi berwarna hitam lengkap dengan ikat kepala warna biru tua dan tas serat kayu, memenuhi ruas jalan Raya Rangkasbitung-Leuwidamar.

Di bagian depan nampak deretan orang berbusana putih dengan ikat kepala dan tas khas serat kayu, bersama penjabat dari Kecamatan Leuwidamar. Sementara di bagian belakang nampak rombongan yang memanggil beragam hasil bumi.

Diujung jalan, berdiri sekelompok orang dalam balutan busana yang hampir sama dibawa komando Pelaksanan Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak, Imam Rismahayadin, Bersama sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya  yang siap menyambut kedatangan rombongan besar masyarakat adat untuk kemudian mengantarkannya ke pintu gerbang pendopo kabupaten Lebak.

Aleut-aleutan manusia yang memenuhi ruas jalan rayara Rangkasbitung-Leuwidamar itu menjadi pemandangan khas sejak dua tahun itu  merupakan bagian dari kemasan acara ritual adat Seba masyarakat adat Baduy.

Masyarakat adat Baduy merupakan komunitas masyarakat adat yang tinggal dikaki pegunungan Kendeng dan masuk dalam wilayah Pemerintahan Kecamatan Kabupaten Lebak, Banten.

Pada masyarakat adat yang menolak segala bentuk modernitas itu, khususnya masyarakat Baduy Dalam atau disebut juga kajeroan, hidup dalam balutan beragam ritual adat dalam setiap gerak kehidupannya, termasuk beragam jenis pantangan.

Dari sejumlah ritual upacara adat yang secara konsisten terus dilakukan, salah satunya adalah acara ritual adat Seba Baduy ka Bapa Gede (Bupati dan Gubernur atau Kepala pemerintahan) di Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten.

Menurut warga Baduy, perayaan adat seba yang dilakukan sejak jaman kesultanan Banten itu merupakan peninggalan leluhur (Kokolot) yang harus dilaksanakan sekali dalam setiap tahun setelah musim panen ladang huma.

Sebelum pelaksanaan Seba, selama tiga bulan pemukiman warga Baduy, khususnya tiga kampung Baduy Dalam (Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana) dinyatakan tertutup untuk umum (pengunjung) seiring dengan pelaksanaan adat Kawalu.

Pada acara Seba warga Baduy akan menyerahan hasil tani atau hasil bumi pada pemerintah setempat sebagai rasa syukur masyarakat baduy luar dan baduy dalam karena mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah.

Seluruh rangkaian upacara Seba, julai dari persiapan pemberangkatan, perjalalan panjang perwakilan Baduy Dalam ke lokasi seba, hingga prosesi upacara Seba di Pendopo Kabupaten dan Gubernur, selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Lebak dan Banten. Bahkan tak sedikit wisatawan yang sengaja datang untuk menyaksikan acara yang sakral itu.

Dalam sebuah perbincangan santai, Bupati Lebak, Hj, Iti Octavia Jayabaya pernah melontarkan gagasan untuk mengemas acara seba sebagai daya tarik wisata di Lebak, melalui pameran atau festival Baduy selama beberapa hari menjelang dan pasca Seba,

Pemeran atau festival yang dimaksudkan Bupati Iti adalah menggelar berbagai kegiatan yang berkaitan dengan tradisi mayarakat adat Baduy, termasuk kesenian dan kerajinan Baduy dengan tidak merusak ritual adat budaya nenek moyang Baduy.

"Kita bisa kemas acara seba itu menjadi daya tarik wisata dengan menampilkan seluruh potensi masyarakat Baduy, terutama kesenian dan kerajinan tenunm tanpa harus menghadirkan warga Baduy yang harus patuh mengikuti prosesi acara Seba. Tapi tentunya perlu persiapan matang terutama promosi agar kegiatan ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat luas," ujar Bupati Iti.

Pada acara Seba tahun ini, seluruh rangkaian kegiatan pendukung dipercayakan pada sejumlah komunitas yang ada di Kabupaten Lebak, yang memulai acara sejak tanggal 29 April 2019 lalu.

Seperti kegiatan Seba sebelumnya, rangkaian acara seba dimeriahkan dengan  pameran lukisan di Museum Multatuli yang dibuka secara resmi oleh Asda III Pemkab Lebak Dedi Lukman, Bersama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Hj Virgojanthi dan Plt Kadispar, Imam Rismahayadin.

Kemeriahan menyambut acara seba juga terlihat dari hadirnya beberapa gerai dengan konten Baduy, Kopi, GenPI, kuliner, hingga beragam berbagai produk kreatif asal Lebak yang berjejer tepat di depan gerbang Pemkab Lebak.

Sementara itu Kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah yang asri, dipilih menjadi lokasi untuk kegiatan Coaching Clinik Ekowisata dan Wildfotografi, serta Coaching Clinik penulisan  esai yang diikuti puluhan peserta. Kantor Diskerpus juga digunakan sebagai tempat makan bersama (ngaliwet) peserta dari berbagai daerah di Jawa Barat yang sengaja hadir untuk menyaksikan acara Seba.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, rangkaian kegiatan seba baduy juga ditandai dengan acara camping adat,  yang  digelar mulai dari tanggal 3-4 Mei 2019 di lapangan dekat perkampungan baduy luar yg masuk kedalam wilayah Desa Bojongmenteng.

Kegiatan yang dimotori oleh Forum Komunikasi Pencinta Alam Lebak (FKPAL), diikuti oleh puluhan peserta, khususnya pencinta alam alam baik yang berasal dari wilayah Banten dan luar Banten, seperti Bandung, Sukabumi,  Cirebon, Jakarta, Solo lampung, Bekasi, serta berbagai daerah lainnya.  (Tono Soemarsono)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler