Kisah Masjid Tertua yang Berbahan Serba Kayu, Masjid Baitul Arsy Pandeglang Masih Kokoh Hingga Sekarang

17 November 2023, 11:30 WIB
Kisah Masjid Tertua yang Berbahan Serba Kayu, Masjid Baitul Arsy Pandeglang Masih Kokoh Hingga Sekarang /YouTube Mang Dhepi/

KABAR BANTEN - Masjid Baitul Arsy terletak di lereng Gunung Karang, Dusun Pasir Angin, Desa Pagar Batu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Di sekeliling masjid ini dibatasi oleh permukiman warga, masjid ini merupakan masjid tertua di Banten.


Masjid yang seluruhnya terbuat dari berbahan dasar kayu nangka ini meskipun usianya sudah ratusan tahun anehnya kayu tersebut tetap awet dan kokoh tidak pernah sedikit pun tersentuh oleh rayap ataupun semut.


Masjid Pasir Angin terletak di kaki Gunung Karang dan berada di tengah-tengah kepadatan rumah penduduk, kontur tanah tempat berdiri bangunan ini melanda. Masijid ini pun dari dua bangunan yang bahan bangunan dan bentuknya sangat berbeda, namun menyatu.

Baca Juga: Menguak Sejarah Masjid Kuno Kaujon Serang Banten, Ada Filosofi Buah Nanas Banyak yang Belum Tahu Keunikannya


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtub Mang Dhepi, berikut sejarah masjid tertua dan menjadi benda cagar budaya yaitu Masjid Baitul Arsy di lereng Gunung Karang Pandeglang.

Bangunan masjid pertama terbuat dari kayu dengan atap tumpang tiga dari genteng press, di puncak atap terdapat memolo bertumpang tiga, dahulunya penutup atap bukan menggunakan genteng tetapi dari jerami bentuknya berupa bangunan panggung dengan ketinggian dari tanah hingga lantai masjid kurang lebih 73 cm.


Sedangkan ketinggian dari lantai kayu hingga puncak atap yakni kurang lebih 6,45 meter, tiang penyangga lantai masjid pun berdiri di atas umpak yang rendah dan terbuat dari semen.


Bagian dalam bangunan terdapat mihrab berdenah persegi panjang dan mimbar yang berada di sisi Barat. Di kanan kiri mihrab dan mimbar terdapat ruang penyimpanan yang memiliki jendela ruangan berjumlah enam buah, terdiri dari tiga jendela di sisi Utara dan tiga jendela di sisi Selatan.


Jendela-jendela Ini menggunakan jeruji kayu dengan dua daun jendela, di masing-masing sisi ini pun terdapat satu pintu kayu dengan bentuk pelengkungan. Kedua pintu ini merupakan pintu menuju ruang wudhu yang berada di Utara dan Selatan Masjid.


Sisi Timur penghubung antara bangunan yang terbuat dari kayu dengan bangunan dari beton, di sisi kiri dan kanan pintu penghubung ini terdapat pula pintu kayu dengan dua daun pintu yang berbentuk seperti pintu gebyiok, namun keduanya tidak bisa digunakan lagi karena terhalang oleh dinding bangunan masjid baru.


Mungkin dahulunya pintu ini adalah pintu utama menuju ke dalam masjid sebelumanya, di sudut Tenggara ruangan dipergunakan sebagai tempat salat bagi perempuan.


Lantai masjid terbuat dari kayu yang saat ini ditutupi oleh karpet warna hijau atap masjid ditopang oleh 10 tiang penyangga atap, empat tiang diantaranya berada di tengah ruangan dan enam lainnya sebagai tiang pendukung di bagian atap.


Antara empat tiang penyangga utama terdapat papan kayu berbentuk persegi seperti plafon bagian ini dapat digunakan sebagai tempat untuk beriktikaf atau mengumandangkan adzan di bagian luar bangunan sisi Selatan menggantung sebuah beduk yang ditabuh pada saat azdan hendak dikumandangkan.


Di pintu penghubung antara bangunan kayu dan bangunan baru terdapat dua anak tangga dari kayu, bangunan baru ini terbuat dari beton atau pondasi dengan denah persegi panjang berlantai keramik dindingnya dilapisi keramik berwarna coklat muda. Atapnya menggunakan konstruksi kubah terdapat pintu masing-masing ada di sisi Utara, Timur dan Selatan.


Dengan banyak jendela yang berjajar di tengah bangunan berdiri tiang dari beton buat untuk menampung jemaah yang jumlahnya semakin banyak di waktu salat tertentu seperti salat Jumat, sehingga jemaah tidak memenuhi bangunan kayu yang semakin lama semakin rapuh.


Berdasarkan cerita penduduk setempat tidak ada yang tahu pasti kapan masjid ini dibangun, namun dahulunya di masa penjajahan Belanda masjid yang terbuat dari kayu ini digunakan oleh masyarakat sebagai tempat berkumpulnya para pejuang guna menentukan strategi untuk melawan penjajahan.


Masjid Baitul Arsyi dulunya juga digunakan sebagai tempat persembunyian warga dari serangan Belanda, beberapa bagian di dinding masjid ada yang masih berlubang yang diperkirakan oleh masyarakat setempat merupakan bekas peluru senjata Belanda.


Masjid Baitul Arsy ini selain digunakan sebagai tempat sarana ibadah warga kerap kali masjid ini juga dipakai oleh beberapa orang untuk melakukan tirakat, dan tidak jarang masjid ini juga digunakan untuk beberapa ritual-ritual tertentu, seperti mandi dengan menggunakan kembang tujuh rupa dan pengobatan orang-orang yang terkena guna-guna atau santet.


Dalam proses ritual tebut biasanya mereka melakukannya sendiri tanpa ada yang membimbing dari warga atau Kiai setempat. Kegiatan ritual ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang datang dari luar kampung atau kota dengan tujuan agar semua keinginannya dapat cepat terwujud.


Sedangkan menurut tetua masyarakat yang menyaksikan, banyak peristiwa aneh yang terjadi di seputar masjid Pasir Angin ini saat melakukan kegiatan tirakat, seperti ada makhluk gaib yang membisiki atau gangguan-gangguan lain yang dirasakan oleh para pelaku untuk mengganggu kekhusuhan tirakat agar proses tirakatnya gagal.

Baca Juga: 3 Tempat Wisata di Pandeglang Terbaru, Hidden Gems Cocok Untuk Liburan Weekend


Namun terlepas dari berbagai kegiatan itu semua, kita dapat melihat bahwa masjid ini tetap mempertahankan arsitektur lama yang terbuat dari kayu dan masih kokoh berdiri hingga saat ini, serta menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang wajib dikunjungi karena memiliki udara yang sejuk dan pemandangan yang sangat indah dari Gunung Karang.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi

Tags

Terkini

Terpopuler