Sejarah Rawa Dano Cagar Alam Cantik Dari Letusan Gunung Api Dano Purba

- 16 Maret 2024, 19:42 WIB
Potret Rawa Dano dari atas ketinggian/Tangkapan layar/Instagram @explorebanten
Potret Rawa Dano dari atas ketinggian/Tangkapan layar/Instagram @explorebanten /

 

KABAR BANTEN - Kawasan Rawa Danau adalah salah satu cagar alam di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Cagar alam ini meliputi wilayah danau dan hutan rawa air tawar Rawa Danau atau Rawa Dano.

Rawa Danau merupakan satu-satunya rawa pegunungan di Pulau Jawa. Rawa Dano berada terletak di antara lima wilayah, Kecamatan Padarincang, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Mancak, Kecamatan Gunungsari dan Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Baca Juga: Wisata ALam Leuwi Jatatan Cinangka yang Belum Banyak Orang Tahu, Cocok Untuk Camping Ground Seru


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Mang Dhepi Channel, berikut Kawasan Rawa Danau telah dijadikan kawasan cagar alam sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda.

Cagar Alam Rawa Danau sekarang dikelola Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, tepatnya oleh Seksi Konservasi Wilayah I Serang, Bidang KSDA Wilayah I Bogor. Pada tahun 1921, Kawasan Rawa Danau ditunjuk sebagai cagar alam (natuurmonument) oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 16 November 1921.

Berdasarkan Staatsblad tahun 1921 Nomor 683, kawasan ini diberi nama Natuurmonument Danoemeer.

Pada tahun 1986-1987, Rekonstruksi Tata Batas dilaksanakan dari tanggal 26 November 1986 sampai 13 Januari 1987 oleh Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan sepanjang 52,11 km meliputi batas buatan 36,1 km, batas enclave 13,85 km dan batas alam 2,25 km.


Tahun 1995, Orientasi batas dilakukan oleh Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Jawa Barat sepanjang 53 km dengan jumlah pal batas 607 buah.

Pada tahun 1999, Kawasan Rawa Danau ditunjuk sebagai kawasan konservasi Cagar Alam dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 491/Kpts-II/1999 dengan luas 2.500 ha.


Pada tahun 2011, Pengukuhan definitif oleh Balai Penetapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura menyatakan bahwa luas Cagar Alam Rawa Danau adalah 3.542,60 ha.


Pada tahun 2012, Dilakukan pengukuran ulang oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura. Dari pengukuran, diperoleh hasil luasan Cagar Alam sebesar 3.542,70 ha.

Pada tahun 2014, Kawasan Rawa Danau ditetapkan sebagai Cagar Alam seluas 3.542,70 ha dengan SK Menteri Kehutanan No. SK.3586/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 2 Mei 2014.

Dan pada tahun 2021, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional menyebutkan terdapat 15 danau di Indonesia yang jadi prioritas nasional dimana salah satu di antaranya adalah Rawa Danau ini.

Rawa Dano adalah sebuah morfologi atau bentang alam pedataran berupa kawasan rawa yang sangat unik, karena merupakan satu-satunya “rawa pegunungan” yang ada di Pulau Jawa, kawasan ini seluas tidak kurang dari 3.500 hektar yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan, terletak di bagian barat Kabupaten Serang.

Di dalam kawasan tersebut terdapat sebuah ekosistem yang terjaga kelestariannya, dihuni oleh tidak kurang dari 250 spesies burung dan banyak aneka fauna lainnya seperti reptilia, primata dan aneka jenis ragam flora yang tumbuh di hutan dan perairan.

Diantaranya terdapat jenis-jenis flora vegetasi hutan hujan seperti gaharu, gempol, jajawai, rengas, dan vegetasi rawa seperti tangtalang, dan tumbuhan bawah seperti kantong semar.

Serta banyak pula jenis tanaman di kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai obat.


Di sini terdapat fauna jenis mamalia langka yang masih dilindungi seperti lutung, surili, kucing hutan, buaya muara, hingga berbagai jenis burung yang kecil dan berukuran besar seperti bangau tongtong, elang hitam, lendi bahkan burung rangkong badak yang lebih dikenal masyarakat Jawa bagian barat sebagai julang.


Secara administratif, kawasan ini hampir keseluruhannya merupakan cagar alam yang telah lama ditetapkan sebagai cagar alam dan saat ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dibawah Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).


Sebagian lainnya di bagian selatan merupakan wilayah pusat kota Kecamatan Padarincang, pemukiman dan pesawahan, bahkan dalam kawasan cagar alam sendiri terdapat perkampungan cukup besar, termasuk wilayah Desa Cikedung, Kecamatan Mancak.


Kawasan ini juga ditunjang oleh daerah konservasi pegunungan, yaitu Cagar Alam Gunung Tukung-Gede, sehingga kelestarian lingkungannya lebih terjaga.


Fakta geologi menunjukkan bahwa batuan disekeliling Rawa Dano merupakan produk gunung api, baik berupa batuan hasil pembekuan dari lava, atau endapan batuan yang terlontar saat terjadinya erupsi gunung api seperti breksi gunung api, lapilli, tuf atau endapan lahar.

Sementara endapan di area Rawa Dano yang berupa hamparan rawa dan persawahan tersusun oleh kerikil, pasir, lempung dan lumpur yang bahannya juga merupakan hasil rombakan dari batuan gunung api.

Selain itu, sebagai bukti aktifitas gunung api yang secara umum dapat lebih dipahami adalah dengan keterdapatan beberapa sumber mata air panas di daerah Rawa Dano dan sekitarnya seperti di Desa Batukuwung, Desa Citasuk, Kecamatan Padarincang, juga di Desa Cikedung, Kecamatan Mancak.

Sumber-sumber mata air panas itu adalah bentuk manifestasi panas bumi yang berasal dari kegiatan magmatik di bawah permukaan, baik sebagai gunung api masih aktif maupun sedang dalam proses pembekuan magma yang berupa pelepasan panas ke permukaan dengan perantaraan siklus air meteorit atau air tanah.

Berdasarkan hasil penelitian para ahli geologi dapat disimpulkan bahwa batuan paling tua yang tersingkap di Kawasan Rawa Dano dan sekitarnya adalah batuan gunung api berumur akhir zaman Tersier hingga awal zaman Kuarter, pada kala Pliosen-Plistosen.

Batuan tertua ini dinamai sebagai Basal Batukuya-Anakanakan (QTvba) yang tersusun dari aliran lava basal (Rusmana dkk., 2001).

Batuan ini tersingkap di bagian barat Rawa Dano membentuk perbukitan rendah dengan puncak-puncaknya, yaitu G. Batukuya (245 m), G. Bentung (232 m) dan G. Anakanakan.

Kemudian disusul oleh aktifitas gunung api yang semakin dominan di kawasan ini dengan hadirnya gunung api purba besar pada awal Kala Plistosen atau sekitar 2 juta tahun yang lalu, berpusat di Rawa Dano, sehingga mungkin bisa disebut sebagai Gunung Api Dano Purba.

Aktivitas gunung ini secara umum terbagi dalam dua periode letusan utama, yaitu periode Gunung api Dano Tua dan Gunung api Dano Muda.

Periode gunung api Dano Tua yang diduga terjadi pada awal Kala Pleistosen atau sekitar 2 juta tahun yl., saat ini menyisakan morfologi perbukitan memanjang dengan tepian membentuk gawir atau tebing terjal di bagian utara Rawa Dano.

Puncak-puncak gunungnya dinamai G. Galenggang (655 m) dan G. Sarengan (711 m), material penyusunnya disebut sebagai Batuan Gunungapi Galenggang-Sarengan (Qvgs) yang terdiri atas aliran lava basalt dan breksi gunung api (Rusmana, dkk.,2001).

Material yang terlontar saat erupsi G. Dano Tua disebut sebagai Tuf Banten Bawah (Qvlb) tersebar di sebelah barat dan baratdaya Rawa Dano. Litologi penyusunnya terdiri atas breksi tuf, breksi batuapung, tuf lapilli dan sedikit aglomerat (Rusmana dkk., 2001).

Sedangkan periode gunung api Dano Muda diperkirakan terjadi pada Pleistosen Tengah – Akhir atau sekitar 1 juta tahun yl., menyisakan morfologi pegunungan yang kini tersebar di sebelah baratlaut Rawa Dano dengan beberapa kerucut seperti G. Gede (774 m), G. Tukung (702 m) G. Pabeasan (588 m) dan beberapa puncak bukit lain dengan ketinggian 400 hingga 680 m.

Penamaan litologi untuk satuan ini disebut sebagai Batuan Gunungapi Gede-Pabeasan (Qvgp). Litologi penyusunnya berupa lava andesit-basalt dan breksi gunung api (Rusmana dkk., 2001).

Adapun material halus yang terlontar dari erupsi G. Dano Muda tersebar sangat luas menutupi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang, Kota Cilegon bagian selatan dan bagian barat Kabupaten Tangerang.

Material ini disebut sebagai Tuf Banten Bagian Atas (Qvtb) ( S. Santosa, 1991; dalam Peta Geologi Lembar Anyer) atau Tuf Banten (Qpvb) (Rusmana, dkk, 1991, dalam Peta Geologi Lembar Serang), secara litologi, tuf Banten tersusun oleh tuf, tuf berbatu apung dan pasir tufan (Gambar 4).

Dalam peta geologi yang lebih rinci Lembar Padarincang-Anyer dengan skala 1 : 50.000 disebut sebagai Tuf Banten atas (Qvub) yang uraian litologinya tersusun dari tuf batuapung, tuf litik, tuf Kristal, tuf pasiran dan breksi batuapung, berlapis tebal sampai massif di bagian bawah dan berlapis baik dengan struktur silang siur di bagian atas (Rusmana dkk., 2001).

Dari keterangan keadaan geologi tersebut yang menyebutkan bahwa sebagian besar jenis batuan yang berada di Rawa Dano dan sekitarnya adalah batuan hasil kegiatan gunung api, maka sejarah terbentuknya rawa tersebut dapat di uraikan secara ringkas sebagai berikut.


Sekitar dua juta tahun yang lalu tumbuh dan berkembang kegiatan vulkanik didaerah ini, memunculkan morfologi kerucut gunung api yang cukup besar, diikuti dengan periode erupsi yang cukup panjang, menghasilkan endapan batuan yang tersebar dalam radius tidak begitu luas disebelah barat Rawa Dano, umumnya berupa aliran lava dan aliran piroklastik.

Akhirnya periode letusan yang sangat besar diperkirakan terjadi pada akhir Kala Pleistosen atau kurang dari satu juta tahun yang lalu, melontarkan material volkanik dalam jumlah sangat besar.

Endapan piroklastik yang dihasilkan menutupi wilayah yang sangat luas meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang hingga ke wilayah Kabupaten Tangerang bagian barat.

Peristiwa letusan tersebut diduga menghancurkan hampir seluruh tubuh gunung api, sehingga menghasilkan sebuah kaldera yang sangat besar seluas lebih dari 2.500 ha.

Kaldera ini mungkin lebih besar dari yang tampak sekarang karena bibir kaldera tidak terlihat secara utuh disebabkan sebagian telah ditutupi oleh endapan hasil gunung api yang lebih muda dan kerucut gunung api yang tumbuh kemudian seperti Gunung Parakasak di bagian selatan dan juga Gunung Karang yang berada di sebelah tenggara.


Dari kaldera ini dimana aliran lava dan breksi gunung api menutupi bagian dari kaldera. Sedangkan di sebelah utara bagian dari kerucut gunung api purba tersebut hanya menyisakan beberapa tonjolan yang tadinya mungkin merupakan lereng dari gunung tersebut.


Salah satu contoh bagian pinggiran kaldera yang dapat dilihat adalah di sebagian ruas jalan antara Gunungsari-Mancak di kampung Panenjoan yang merupakan sebuah punggungan, diapit oleh lereng yang agak landai di bagian utara dan tebing curam di sebelah selatan.


Kaldera Gunung Dano yang sangat luas tersebut diduga kemudian terisi air meteorit selama ribuan tahun sehingga menjadi sebuah danau sebagaimana Danau Gunung Batur di Bali.


Selanjutnya danau menjadi semakin dangkal karena terendapkannya material gunung api dan piroklastik yang dihasilkan oleh aktivitas vulkanik yang terus berlanjut dan akhirnya proses geologi lain membuat celah dimana air tersebut lolos ke arah Selat Sunda melalui sungai Cidano sehingga terjadi kondisi Rawa Dano sekarang.


Bukan tidak mungkin dalam proses selanjutnya Rawa Dano akan berubah menjadi dataran yang hanya menyisakan aliran sungai Cidano ditengahnya sebagaimana dataran tinggi Bandung yang dibelah sungai Cikapundung dan Citarum.

Baca Juga: Tempat Wisata di Padang yang Menarik Dengan Wilayah Pantai, Gunung, Danau yang Memesona


Itulah sejarah terbentuknya Rawa Dano yang memiliki banyak potensi dengan segala keindahan alam yang memesona.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x