Kita hanya mampu membeli tas tangan seharga lima ratus ribu rupiah. Ketika kawan kita membeli tas tangan seharga lima juta, kita bilang kawan kita berlebihan. Padahal, ia belanja tidak menggunakan uang kita. Dan, ternyata, ia sudah berhemat untuk tidak membeli tas seharga empat puluh juta rupiah yang sanggup ia beli. Kita hanya mampu hidup dengan selalu berada di dekat suami. Ketika kawan kita berpisah jarak dan waktu dengan suaminya, kita bilang dia gegabah. Kita bilang, dia menggadaikan rumah tangga demi materi. Namun, ternyata, kawan kita itu tetap hidup rukun dan bahagia dalam perjuangan rumah tangganya. Kita hanya mampu menjadi ibu rumah tangga. Ketika kawan kita memilih bekerja sebagai pegawai, kita bilang ia menggadaikan masa depan anak. Ternyata, ia bangun lebih pagi dari kita, belajar lebih banyak, berbicara lebih lembut pada anaknya, dan berdoa lebih khusyuk memohon pada Tuhan untuk penjagaan anak-anaknya. Kita hanya mampu memiliki anggaran uang belanja satu juta rupiah sebulan. Ketika kawan kita bercerita pengeluaran belanja bulanannya sampai enam juta rupiah, kita bilang ia boros. Padahal, dia tak pernah berutang pada kita. Pernah pinjam uang pun tidak. Ternyata, kawan kita itu sedekah lebih banyak dari uang belanjanya. Dan, ternyata, dia tak pernah lupa membayar zakat. Siapa yang rugi? Kita. Belum-belum sudah mudah menilai. Bahkan, sering kali kita buruk sangka. Padahal, kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya orang lain sedang hadapi. Jangan mengukur sepatu orang lain dengan kaki kita. Jangan pernah mengukur kehidupan orang lain dengan ukuran hidup kita. Rawan tak tepat.