Tawuran Antar Pelajar, Banyak Korban Bertumbangan, Benarkah 4 Faktor Psikologis Ini Sangat Menentukan?

20 Januari 2022, 21:16 WIB
ilustrasi tawuran antar pelajar yang sudah banyak makan keroban ternyata i=empat faktor ini yang mempengaruhinya. /Kabar Banten

KABAR BANTEN-Perkelahian atau yang sering disebut tawuran antar pelajar, ternyata fenomena kelam di dunia pendidikan yang berlangsung sangat panjang.

Peristiwa tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar, dengan catatan hitam yang telah banyak korban berjatuhan hingga meninggal.

Bahkan tawuran pelajar tak hanya terjadi di tingkat SMA, namun juga melanda sampai ke kampus-kampus yang tak hanya memakan korban jiwa namun juga merusak fasilitas umum.

Dikutip kabarbanten.pikrian-rakyat.com dari KPAI, tawuran antar pelajar di tahun 1992 sampai dengan 1998 sering terjadi di kota-kota besar.

Di Jakarta, pada tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar dan meningkat pada tahun 1994 menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar.

Baca Juga: Tawuran Pelajar Berujung Maut, Tiga Tersangka Terancam 10 Tahun Penjara

Kemudian melonjak pada tahun 1995 dengan 194 kasus dan korban meninggal 13 pelajar serta 2 anggota masyarakat lain.

Tahun 1998, ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas.

Dari tahun ke tahun, jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat dan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.

Dalam setahun terakhir atau  2 Januari – 27 Desember 2021,tercatat 10 kasus tawuran antar pelajar yang meliputi 11 provinsi, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten.

Berikutnya Kepulauan Riau, Sulawesi tenggara, Kalimantan Utara, NTT, NTB dan Sumatera Selatan.  Sedangkan kabupaten atau kota, meliputi Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Bandung, Karawang (Jawa Barat).

Lalu Kulonprogo dan Bantul (D.I. Yogajakarta); Malang (Jawa Timur); Jakarta Selatan (DKI Jakarta), Tanggerang Selatan (Banten), Kota Batam (Kepri).

Kemudian Bau Bau (Sulawesi tenggara), Kota Tarakan (Kalimantan Utara), Alor (NTT), Dompu (NTB), Musi Rawas (Sumatera Selatan).  

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency).

Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik.

Baca Juga: Tawuran Pelajar di Kota Serang, Ungkap Pemicunya, Begini Penjelasan Polres Serang Kota

Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang 'mengharuskan' mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.

Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi.

Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal.

Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat tawuran pelajar.  

1.Faktor internal.

Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.

2. Faktor keluarga

Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.

Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik.

Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.

Baca Juga: Lembaga Perlindungan Anak Kota Serang Kecam Aksi Tawuran Pelajar

3. Faktor sekolah

Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya.

4. Faktor lingkungan

Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba).

Itulah 4 faktor psikologis yang menentukan yang membuat seorang pelajar terlibat tawuran antar pelajar.***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: KPAI

Tags

Terkini

Terpopuler