Festival Mural Perjuangan, Kritik Atas Krisis Ruang Publik dan Upaya Membangkitkan Kesadaran Sejarah

19 Juni 2022, 20:08 WIB
Penulis dan budayawan Halim HD saat menggoreskan cat warna pada Festival Mural Perjuangan di Sultan Center Sabtu 18 Juni 2022. /Dok. Sultan Centre

KABAR BANTEN - Sultan TV berkerjasama dengan Banten Street Art (BSA) dan Banten Art Community (BAC) menggelar Festival Mural Perjuangan dalam Bulan Inspirasi Bung Karno di Sultan Centre Kota Serang Sabtu 18 Juni 2022.

Festival Mural Perjuangan mendapat perhatian kalangan masyarakat, termasuk seniman dan budayawan.

Festival Mural Perjuangan antara lain diisi dengan dialog publik dengan tema “Membangun Ruang Publik yang Ramah dan Kreatif” dengan menghadirkan penulis dan budayawan Halim HD dan praktisi pers Maksuni Husen.

Halim HD yang juga budayawan kelahiran Kota Serang menuturkan, urbanisasi sering kali jadi kambing hitam dalam buruknya penataan kota.

Baca Juga: Bhayangkara Mural Festival 2021, Polda Banten Kirim Perwakilan Muralis ke Mabes Polri

“Hampir di seluruh Indonesia, kita mengalami krisis tata ruang. Urbanisasi sering dijadikan alasan, padahal bukan itu. Yang menjadi problem adalah tidak adanya ruang antara, yang menjadi titik temu dan berekspresi mereka dalam berbagai hal,” tutur Halim.

Ia menilai Kota Serang telah mengalami degradasi kualitas secara ekositem. Menurut dia, ada kekeliruan dalam memahami modernisasi.

"Kalau memegang prinsip modernisasi, kota dibangun desentring bukan sentering. Kita terperangkap sentering setiap kota harus ada di pusat kota. Desentring akan terjadi sirkulasi, sehingga perlu ruang antara. Desentrasi akan berdampak sebuah kota tidak mengalami kemacetan, pertumbuhan ekonomi tidak tersentralisasi. Mungkin di Banten 70 persen perputaran ekonomi ada di kota,” katanya.

Baca Juga: Puan Maharani Sampaikan Pesan Bung Karno di Peluncuran Tahapan Pemilu 2024, Atmosfernya Sudah Dirasakan

Ia mendorong pemegang kebjakan agar meninjau kembali menata kembali master plan kota, minimal melakukan penghijuan kota, menciptakan ruang publik secara desentering ke wilayah kampung dan pinggiran.

“Kota tak didukung ini akan mengakami problem besar yang akan menanggung penduduk berusia 10 tahun, atau tahun berikutnya. Generasi akan datang yang disebut milenial, akan menghadapi problem ekositem yang berat sama sekali. Problem cuaca, sangat besar mengganggu produktivitas," katanya.

Berkenaan dengan konsep Smart City atau Kota Cerdas yang diterapkan di sejumlah daerah, Halim mengatakan hendaknya tidak hanya sebatas penggunaan teknologi informasi semata, seperti keterampilan memanfaatnya gadget, tetapi menyajikan konten-konten sejarah lokal.

Baca Juga: Dikenal Sebagai Lumbung Sampah, Kecamatan Kasemen Gandeng Stakeholer Hingga Polair

“Ini bisa menjadi core, kalau ini bisa praktekkan secarai ril saya yakin daerah lain melihat Banten,” katanya.

Apalagi, kata dia, apabila konten lokal seperti khazanah arkeologis, kuleneri, wisata folklore dan sebagainya. “Smart city, semestinya mendorong tingkat kreativitas melalui ruang publik bukan gadget,” tuturnya.

Menurut dia, konsep pembangunan tanpa didasari kesadaran sejarah akan menjadi problem.”Saya tidak ingin bernostalgia namun saya melihat warisan budaya, sejarah, heritage di Serang hilang sama sekali,” ujarnya.

Senada disampaikan narasumber lain dari praktisi pers, Maksuni Husen.

Baca Juga: Mahasiswa Tuntut Pemerintah Kota Serang Perbaiki Tata Kota

“Kota Serang ini sesak, ruang yang ada belum bisa memenuhi standar ruang publik yang nyaman,” ucap Maksuni Husen, yang juga Pemimpin Redaksi Kabar Banten ini.

Ia menuturkan, peran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai acuan pemerintah dalam menata kota tidaklah maksimal.

Ia memberi contoh kasus yang paling fenomenal di Kota Serang, dalam hilangnya ruang publik dan bersejarah adalah Hotel Voos.
Hotel Voos merupakan bangunan cagar budaya yang diperkirakan dibangun pada tahun1800-an.

Hotel ini kemudian dialih difungsikan sebagai Markas Komando Distrik Militer (Kodim) 062/Serang. Sebelum akhirnya dirobohkan dan berganti menjadi pusat perbelanjaan.

“Makodim Serang itu adalah bangunan bersejarah, yang akhirnya dirubah jadi mall. seharusnya bangunan bersejarah ini kan bisa dirawat dan dijaga kelestariannya,” tuturnya.

Baca Juga: Kawal WH Sampai Jadi Gubernur, Banyak Duka dan Deritanya, Demokrat Banten Komentari Kadernya Pindah Partai

Kreativitas

Sementara itu, Founder Sultan TV, Aji Bahroji saat pembukaan Festival Mural Perjuangan mengatakan, minimnya ruang publik bukan menjadi alasan untuk berhenti berkarya. Oleh karenanya, kreativitas menjadi semakin penting dalam memperjuangkan ruang publik untuk berekspresi dan bersosialisasi.

“Semangat Soekarno salah satunya adalah tentang pentingnya Kreativitas masyarakat mewujudkan kemandirian ekonomi, dan kepribadian secara budaya. Artinya, Tata Ruang sebuah wilayah adalah karakteristik yang harus diperhatikan sehingga mendorong setiap orang yang hidup di Serang atau Banten penuh dengan kebahagian,” tuturnya.

Ia mengatakan Festiva; Mural Perjuangan ini merupakan upaya melestarikan nilai-nilai Pancasila dan perjuangan para pendiri bangsa.
Festival mural ini merupakan bentuk berekspresi dari para seniman muda di Kota Serang dalam merepresentasikan perjuangan para pendiri bangsa. Hal ini juga diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda.

“Tujuannya agar dapat memberikan pemandangan yang berbeda sebagai bentuk ekspresi dari generasi muda, terhadap nilai-nilai Pancasila,” ujar Aji Bahroji.

Baca Juga: Wisata Kebun Kelinci di Kota Serang, Banyak Permainan Edukasi Bagi Anak, Bagus Untuk Dikunjungi

Bahroji mengatakan, selain menjadi wadah berekspresi, kegiatan ini merupakan rangkaian acara ‘Bulan Inspirasi Bung Karno’ yang digagas oleh Sultan TV, Forum Soekarnois, Kulturina, Kedai Pancasila, Lumbung Kreatif dan Youthlab.

“Saya ini penggemar seni, makanya sangat mendukung kegiatan teman-teman muralis. Mereka butuh tempat untuk berekspresi. Saya yakin dengan kegiatan ini, nilai Pancasila dapat lebih mudah diserap oleh generasi muda,” tuturnya.

Penasihat Forum Soekarnois, Ade Sumardi mengatakan, festival mural bukanlah ajang vandalisme, melainkan salah satu cara anak muda berekspresi.

“Mural bukan sekadar corat-coret, tetapi cara menuangkan apa yang ada di pikiran dan hati seseorang. Itu juga menunjukan bagaimana mereka bicara dengan baik melalui karyanya,” ucap pria yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Lebak.

Baca Juga: 8 Wisata Pulau Indah di Kepulauan Seribu Yang Wajib Kalian Kunjungi

Sementara itu Indra Kesuma, Pembina dari Banten Art Community mengaku, sangat kagum terhadap sosok Bung Karno sebagai seorang proklamator dan pendiri bangsa.

“Betapa gigihnya Bung Karno memperjuangkan simbol negara melalui seni rupa. Bung karno bahkan menjual mobilnya untuk membangun Patung Dirgantara. Ini menjadi motivasi luar biasa bagi para perupa dan seniman pada umumnya,” ucap Indra.

Hal senada diakatakan Angga Trafsila Ardi, anggota dari Banten Street Art ini mengaku banyak mendapat inspirasi dari sosok Bung Karno.

“Perjalanan dan semangat bung karno menjadi panutan bagi generasi muda. Semangat tersebut bisa juga diaplikasikan melalui mural dan graffiti bertema perjuangan,” tuturnya.***

Editor: Maksuni Husen

Tags

Terkini

Terpopuler