Pentingkah Administrasi Kependudukan?

21 Agustus 2019, 15:45 WIB
Toni Anwar Mahmud

Oleh: Toni Anwar Mahmud

 

Administrasi Kependudukan merupakan suatu sistem yang menjadi tugas negara untuk dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak administratif penduduk dalam pelayanan publik serta memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan Dokumen Kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif melalui peran aktif Pemerintah dan pemerintah daerah.

 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakekatnya telah menegaskan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan pengakuan atas status hukum atas suatu Peristiwa Kependudukan maupun Peristiwa Penting yang dialami Penduduk. Hal ini dinyatakan Pasal 26 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 yaitu Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

 

Adapun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan merupakan penjabaran amanat Pasal 26 ayat (3) tersebut yang bertujuan untuk mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan dengan terbangunnya database kependudukan secara nasional serta keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan yang diterbitkan.

 

Salah satu bukti keabsahan penduduk adalah memiliki suatu Kartu Tanda Penduduk (KTP). Penerapan KTP-el yang saat ini dilaksanakan merupakan bagian dari upaya untuk mempercepat serta mendukung akurasi terbangunnya database kependudukan di kabupaten/kota, provinsi maupun database kependudukan secara nasional.

 

Dengan penerapan KTP-el maka setiap Penduduk tidak dimungkinkan lagi dapat memiliki KTP-el lebih dari satu dan/atau dipalsukan KTP-elnya, mengingat dalam KTP-el tersebut telah memuat kode keamanan dan rekaman elektronik data penduduk yang antara lain berupa iris mata maupun sidik jari Penduduk.

 

Sejalan dengan terbangunnya database kependudukan maka perlu pula diperjelas perihal pengaturan hak akses atas pemanfaatan Data Kependudukan baik bagi petugas pada Penyelenggara, Instansi Pelaksana, dan Pengguna.

 

UU 23/2014 versus UU 24/2013 dan PP 40/2019

 

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah Pasal 12 ayat (2) huruf f dinyatakan bahwa administrasi kependudukan dan pencatatan sipil merupakan urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Selanjutnya pada lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah untuk Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil, kewenangan provinsi hanya sebatas pada Penyusunan profile kependudukan provinsi.

 

Sementara pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Pasal 6 menyatakan Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan meliputi: a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; c. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; d. penyajian Data Kependudukan berskala provinsi berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri; dan e. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

 

Hal yang lebih tegas dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yaitu pada Ketentuan Umum pasal 1 angka 14 disebutkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi adalah perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan Administrasi Kependudukan. Pasal tersebut Secara tegas menyebutkan kata dinas kependudukan dan pencatatan sipil provinsi.

 

Pasal 2 pada PP tersebut juga menegaskan bahwa urusan administrasi kependudukan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dimana pada Pasal 11 ayat (1) disebutkan Gubernur menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan di daerah provinsi dan pada ayat (2) dinyatakan kewenangan gubernur yang meliputi: a. koordinasi penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; c. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; d. penyajian Data Kependudukan berskala provinsi yang berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian; dan e. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan.

 

Kelanjutan dari pasal 1 angka 14 disebutkan lagi pada Pasal 16 ayat (1) dan (2) yaitu untuk menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan di provinsi dibentuk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi yang diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi. Adapun tugas dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi diatur oleh Pasal 17 yaitu melaksanakan: a. koordinasi antarlembaga Pemerintah dan lembaga non-Pemerintah di provinsi dan antarkabupaten/kota secara berkala; b. penyusunan tata cara perencanaan, pelaksanaan, pemantarlan, evaluasi, dan pengendalian urusan Administrasi Kependudukan di provinsi; c. penyusunan tata cara pengelolaan Data Kependudukan yang bersifat data perseorangan, data agregat, dan Data Pribadi di provinsi dan kabupaten/kota; d. fasilitasi penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; e. penyelenggaraan pemanfaatan Data Kependudukan; f. sosialisasi penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; g. kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan dan perguruan tinggi; h. komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pemangku kepentingan dan masyarakat; i. pembinaan penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan, termasuk pembinaan pendokumentasian penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; j. bimbingan teknis pendaftaran Penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi kependudukan, dan pendayagunaan Data Kependudukan; k. supervisi kegiatan verifikasi dan validasi Data Kependudukan serta penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; l. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; m. pemberian konsultasi penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan; n. penyajian Data Kependudukan yang akurat dan dapat dipertanggungj awabkan; dan o. pengawasan penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan.

 

Provinsi Banten

 

Mengacu kepada Peraturan Daerah (Perda) Banten Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Banten, kedudukan urusan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil berada pada wilayah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB).

 

Secara teknis urusan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil dilaksanakan oleh setingkat bidang yaitu Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil, yang terdiri dari Seksi Pembinaan Kependudukan; Seksi Pembinaan Pencatatan Sipil; dan Seksi Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Gubernur Banten Nomor 83 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Tipe, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Banten.

 

Saat ini jumlah penduduk di provinsi Banten berada pada angka 10.722.374 jiwa, dan penduduk yang wajib memiliki KTP elektronik sebanyak 7.826.618 jiwa atau sebesar 72,99%. Dari total wajib KTP eleketronik hanya tersisa sekitar 0,77% atau sekitar 59.947 jiwa. (sumber: Ditjen Dukcapil Kemendagri RI).

 

Dari aspek capaian kepemilikan akta lahir 0-18 Tahun Kab/Kota di Provinsi Banten telah mencapai 94,12% atau sebanyak 3.047.685 jiwa. Bahkan saat ini Provinsi Banten mendapat peringkat ke-2 terbaik nasional dalam kepemilikan akta lahir 0-18 tahun setelah DI Yogyakarta dan diikuti Lampung, Kalimantan Timur dan Gorontalo untuk peringkat ke 3, 4 dan 5.

 

Bahwa keberhasilan tersebut tentunya masih menyisakan berbagai persoalan yang hars diatasi oleh provinsi Banten, diantaranya adalah koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota terutama yang memiliki geografi yang sulit dijangkau. Masih perlu adanya upaya-upaya yang lebih fokus terhadap penanganan administrasi kependudukan mengingat Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan menjadi barometer pemerintah terhadap berbagai kebijakan pembangunan yang berdampak pada perencanaan berbasik NIK.

 

Sehingga perlu adanya perhatian khusus negara dan pemerintah daerah khususnya dalam menentukan perangkat daerah mana yang akan menangani urusan Administrasi Kependudukan ataukah menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sendiri yang menanganinya sebagaimana dimaksud oleh PP Nomor 40 Tahun 2019.

 

Apalagi di era revolusi industri 4.0 sudah menjadi tuntutan pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Hal ini tentu selain mempermudah pencarian data namun juga harus didukung oleh kebijakan anggaran, sumber daya aparatur yang memadai serta security system yang sangat ketat, mengingat administrasi kependudukan merupakan informasi private yang wajib dilindungi negara.

 

Dengan melihat ada perbedaan pengaturan terkait penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan antara undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan serta peraturan turunanya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019, perlu adanya kajian yang secara khusus melakukan studi perbandingan kedua regulasi tersebut di atas.

 

Karena jika hanya mengacu kepada UU 23/2014 kewenangan provinsi hanya membangun kependudukan provinsi sehingga jika dibentuk OPD tersendiri tidak menjadi bentuk efektifitas dan efisiensi pemerintah daerah namun jika mengacu kepada UU 24/2013 dan PP 40/2019 begitu banyak peran yang harus dilaksanakan dalam menangani urusan Administrasi Kependudukan. Disamping perlu adanya konsistensi pemerintah (pusat) dalam menerbitkan regulasi yang terintegrasi antara kementerian dan Non Lembaga Kementerian, juga perlu adanya inovasi dari pemerintah daerah dalam menyikapi perbedaan tersebut. Sehingga apabila terjadi perubahan pengaturan OPD provinsi Banten dapat memberikan prioritas OPD yang sesuai dengan RPJMD Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2017-2022.

 

Penulis mengajak kepada pemangku kebijakan dan pemerhati kebijakan publik dalam pelaksanaan urusan Administrasi Kependudukan untuk dapat bersama-sama mencari berbagai alternatif solusi dalam pengelolaan Administrasi Kependudukan di indonesia khususnya di provinsi Banten. (Penulis Dosen Universitas Banten Jaya)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler