"Jika melihat latar belakangnya, anak ini broken home, ditinggal orang tuanya, ibunya meninggal sementara bapaknya pergi menikah lagi, jadi anak ini diurus oleh neneknya," ungkapnya.
"Saat peristiwa terjadi, neneknya juga ini meninggal dunia, akhirnya dia diurusi paman-pamanya saat pendampingan ini," sambung Yayah.
Atas kejadian tersebut, Yayah menjelaskan bahwa pihak keluarganya juga shock mengetahui jika anak tersebut melakukan tindakan asusila.
Baca Juga: Miris! Dalam Setahun Kasus Kekerasan Seksual Anak di Banten Naik Nyaris 6 Kali Lipat
Menjawab tindakan tersebut, sebagai lembaga yang ditunjuk langsung oleh kejaksaan dalam menangani anak tersebut, Yayah menjelaskan P2TP2A akan memberikan konseling.
"Anak ini kan berhadapan dengan hukum, dari kejaksaan juga menguatkan bahwa anak ini tidak boleh dipenjara, ada undang-undang Diversi ya bahwa anak dibawah umur tidak boleh dipenjara," ungkapnya.
"Kami selaku lembaga yang ditunjuk langsung oleh kejaksaan, dan hasil pengadilan memutuskan bahwa anak tersebut wajib lapor saja dan dipantau serta dibina oleh P2TP2A," katanya.
Adapun yang akan dilakukan oleh P2TP2A dalam menindaklanjuti pelaku yang masih dibawah umur yang baru saja diserahkan pada hari Senin kemarin, Yayah mengakui pihaknya menjadwalkan konseling.
"InsyaAllah sebulan dua kali kami jadwalkan untuk konseling, karena kan masa putusan sidangnya juga ini 1 bulan, diversi lah," ungkapnya.
Untuk informasi, berdasarkan data kasus anak berhadapan dengan hukum (pelaku) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten, selama tahun 2021 tertanggal hingga 29 April 2021, terdapat 1 kasus kekerasan seksual.