Siap-siap Kemungkinan Terburuk Dampak Perubahan Iklim, Bencana Alam Diprediksi Bakal Sering Terjadi

- 15 Agustus 2021, 19:23 WIB
Ilustrasi badai topis, salah satu dampak perubahan iklim yang diprediksi BMKG.
Ilustrasi badai topis, salah satu dampak perubahan iklim yang diprediksi BMKG. /pixabay

KABAR BANTEN - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG meminta komitmen penuh pemerintah daerah (Pemda) dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Selain itu, BMKG juga pemda mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan terburuk dari bencana alam serta dampak perubahan iklim, seperti kejadian badai tropis, banjir, banjir bandang, longsor, angin kencang, hingga kekeringan.

Kejadian bencana alam dan dampak perubahan iklim tersebut, diprediksi akan lebih sering terjadi dengan intensitas yang lebih kuat. Sehingga, peran pemda sangat penting, karena laju pembangunan di daerah sangat masif.

Baca Juga: Dikenal Bulan Paling Sial dan Penuh Bencana, Shafar Setelah Muharram, Ini Makna dan Sejarahnya Menurut Islam

Menurut Dwikorita, pemda harus mempersiapkan semua kemungkinan terburuk tersebut. Sebab, diprediksi akan lebih sering terjadi dengan intensitas yang lebih kuat.

"Aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim butuh komitmen politik karena harus dimulai dari kepala daerah yang diwujudkan dalam RPJMD," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dikutip kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari bmkg.go.id, Jumat, 6 Agustus 2021.

Menurut dia, mengatasi persoalan perubahan iklim adalah tugas yang cukup menantang, karena ini membutuhkan komitmen gotong royong dan koneksitas yang kuat dari level pusat hingga daerah.

Dengan usaha-usaha yang komprehensif dan nyata, diantaranya dengan menggencarkan penghijauan secara tepat. Selain itu, pengendalian tata ruang secara lestari, pencegahan masif terhadap karhutla.

“Termasuk menggalakkan penggunaan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi fosil, menerapkan transportasi dan pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan,” kata Dwikorita.

Jika komitmen hanya dilakukan satu daerah saja, maka hal tersebut menjadi kurang berarti. Untuk itu, harus dibangun persepsi bersama bahwa perubahan iklim adalah sebuah kerisauan dan ancaman bersama yang juga harus dimitigasi bersama-sama.

“Karena dampaknya tidak mengenal batas administrasi. Masyarakat juga harus dilibatkan, tidak hanya pemerintah," ujarnya.

Dalam kesemptan itu, BMKG pun berkomitmen untuk terus meningkatkan kecakapan SDM dan keandalan teknologinya untuk observasi, processing, analisis, prakiraan, prediksi, proyeksi dan peringatan dini.

Tujuannya, agar tren dan anomali iklim dan cuaca serta potensi kejadian ekstrem dapat terdeteksi lebih dini. Sehingga, upaya antisipasi dan mitigasi bersama semua pihak dapat dilakukan secara lebih cepat, tepat, dan akurat. 

Dwikorita membeberkan sejumlah fakta yang dirilis World Meteorological Organization (WMO), bahwa suhu tahun 2020 menjadi salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah tercatat meski terjadi La Nina.

Selain itu, temperatur rata-rata global permukaan bumi saat ini sudah mencapai 1,2 derajat celcius lebih tinggi dari pada tahun 1850-an.

Di Indonesia, berdasarkan pengamatan BMKG bahwa tahun 2020 merupakan tahun terpanas kedua dalam catatan. Pengamatan dari 91 stasiun BMKG menunjukkan suhu rata-rata permukaan pada tahun 2020 lebih tinggi 0,7 derajat celcius dari rata-rata periode referensi tahun 1981-2010.

Situasi itu, kata dia, memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi.

Baca Juga: 8 Peringatan Warga Baduy, Prediksi Bencana Besar dan Minta Manusia Sadar

Salah satunya adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kekeringan yang ekstrem, tetapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan partikulat ke udara.

"Saya berharap fakta-fakta ini dapat perhatian kita bersama guna mencegah pemanasan global semakin parah,"katanya.***

 

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: bmkg.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah