Banten Dihebohkan Angling Dharma, Teringat Kisah Mahabhrata, Bayi Titisan Wisnu Bersamaan Wafatnya Jayabaya

- 22 September 2021, 19:12 WIB
Bangunan Singgasana tempat yang mirip Padepokan Istana Angling Dharma di Kabupaten Pandeglang, yang mengingatkan kisah Mahabhrata.
Bangunan Singgasana tempat yang mirip Padepokan Istana Angling Dharma di Kabupaten Pandeglang, yang mengingatkan kisah Mahabhrata. /Endang Mulyana

KABAR BANTEN - Banten dihebohkan sosok pria yang dijuluki Baginda Raja Cecep Iskandar Jamaludin Firdaus, pemilik tempat yang mirip padepokan istana Angling Dharma di Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang.

Kemunculan Baginda Raja Cecep Iskandar Jamaludin Firdaus sang pemilik tempat yang mirip padepokan istana Angling Dharma tersebut, karena aksi dermawannya yang membangun sekitar 30 rumah warga kurang mampu atau miskin yang tersebar di tiga kecamatan di Kabupaten Pandeglang.

Namun siapakah sebenarnya Baginda Raja Cecep Iskandar Jamaludin Firdaus, pemilik tempat yang mirip padepokan istana Angling Dharma di Kabupaten Pandeglang tersebut?.

Baca Juga: Dijuluki Baginda Raja, Pemilik Singgasana Angling Dharma Ini Bangun 30 Rumah Warga di Pandeglang

Dari nama tempatnya yang diberi nama Angling Dharma, mengingatkan tentang sosok utama dalam kisah Mahabhrata.

Dari kisah Mahabrata yang dikutip kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari berbagai sumber, dikisahkan bahwa Arjuna berputra Abimanyu, Abimanyu berputra Parikesit.

Lalu Parikesit berputra Yudayana, Yudayana berputra Gendrayana, Gendrayana berputra Jayabaya, Jayabaya memiliki putri yang bernama Premesti, dan dari rahim Pramesti inilah lahir seorang putra bernama Prabu Angling Dharma.

Kelahiran Angling Dharma dalam kisah tersebut, diceritakan bahwa Yudayana putra Parikesit naik takhta, dan nama kerjaan diganti dari Hastina menjadi Yawastina.

Yudayana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada Gendrayana, hingga suatu hari menghukum adiknya yang bernama Sudarsana karena kesalahpahaman.

Saat itu, Batara Narada turun dari kahyangan sebagai utusan dewata untuk mengadili Gendrayana. Sebagai hukuman, Gendrayana dibuang ke hutan dan Sudarsana dijadikan raja baru oleh Narada.

Baca Juga: Aksi Dermawannya Mengejutkan, Bupati Pandeglang Angkat Bicara Soal Pria Dijuluki Baginda Raja

Gendrayana yang dibuang ke hutan, justru membangun kerajaan baru bernama Mamenang, yang kemduian digantikan oleh putranya yang bernama Jayabaya.

Begitu juga dengan Sudarsana, yang digantikan putranya yang bernama Sariwahana.

Sariwahan kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada putranya yang bernama Astradarma, sampai akhrinya Yawstina dan Mamenang terlibat perang saudara berlarut-larut.

Namun atas usaha pertapa kera putih bernama Hanoman yang sudah berusia ratusan tahun, kedua negeri ini pun akhirnya berdamai. Perdamaian terjadi melalui perkawinan Astradarma dengan Pramesti putri Jayabaya.

Pada suatu hari, Pramesti mimpi bertemu Batara Wisnu yang berkata akan lahir ke dunia melalui rahimnya. Ketika terbangun, tiba-tiba perutnya telah mengandung.

Astradarma kemudian marah dan menuduh Pramesti telah berselingkuh, hingga mengusir istrinya itu pulang ke Mamenang.

Mengetahui itu, Jayabaya marah melihat keadaan Pramesti yang terlunta-lunta hingga mengutuk negeri Yawastina tenggelam oleh banjir lumpur.

Kutukan Jayabaya menjadi kenyataan, Astradarma pun tewas bersama lenyapnya istana Yawastina.

Baca Juga: Pria Dijuluki Baginda Raja Muncul di Pandeglang, Bangun Rumah Warga Miskin, Begini Respons Gubernur Banten

Setelah kematian suaminya, Pramesti melahirkan seorang putra yang diberni nama Angling Darma. Kelahiran bayi titisan Wisnu tersebut, bersamaan dengan wafatnya Jayabaya yang mencapai moksa.***

Editor: Yadi Jayasantika


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah