7 Mitos Larangan Keras di Sanghyang Sirah Ujung Kulon Pandeglang, Sebut Nama Buaya Langsung Didatangi

- 8 Februari 2023, 17:46 WIB
Sejumlah mitos larangan keras di Sanghyang Sirah di kawasan Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang Banten.
Sejumlah mitos larangan keras di Sanghyang Sirah di kawasan Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang Banten. /Tangkapan layar/YouTube Cakra Salakanagara

 

KABAR BANTEN - Sanghyang Sirah, sangat dikeramatkan oleh sebagian orang, karena Sanghyang Sirah bukan semata kepalanya Pulau Jawa. Namun, menyimpan banyak cerita dan legenda dibalik kemashyurannya.

Sanghyang Sirah berada di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dan berada di ujung barat Pulau Jawa.

Untuk mengetahui tentang misteri apa yang menyelimuti ribuan tahun di Sanghyang Sirah, berikut dikutip Kabar Banten dari kanal YouTube Cakra Salakanagara.

Mitos dan mistis adalah bagian dari suatu legenda yang berupa kisah berlatar masa lalu mengandung penafsiran tentang alam semesta, serta dianggap benar-benar terjadi oleh pemilik cerita atau para penganutnya.

Sebuah mitos merupakan himpunan kepercayaan yang tidak harus didukung fakta ilmiah. Mitos dalam tradisi lokal umumnya berbentuk hukum sebab akibat berupa larangan dan efek bila melanggarnya.

Salah satunya dikenal dengan sebutan Pamali atau Poma Ulah Lali (awas jangan sampai lupa), yang diwariskan orang-orang tua kepada anaknya hingga kemudian menjadi sebuah tradisi.

Demikian di era modern ini banyak orang yang tidak lagi menghargai berbagai mitos, bahkan mengabaikannya.

Karena pada dasarnya mitos tidak mampu memenuhi unsur logika. Namun karena adanya mitos, banyak tempat dan benda bersejarah yang terjaga dan lestari hingga sekarang.

Meski demikian, ada beberapa mitos efeknya benar-benar terjadi apabila dilanggar seperti halnya pantangan dan lararangan.

Berikut beberapa mitos yang dijadikan larangan keras di Sanghyang Sirah, yaitu:

1. Dilarang makan atau minum sambil berdiri atau berjalan

Larangan ini tidak hanya berlaku di area Sanghyang Sirah, namun berlaku di semua wilayah kawasan Ujung Kulon. Larangan ini juga tidak hanya berlaku untuk tamu atau pengunjung namun bagi pribumi yang tinggal disekitar kawasan. Larangan ini apabila dilanggar diyakini akan menimbulkan malapetaka bagi Si Pelanggarnya.

Bagi siapapun yang makan atau minum sambil berdiri atau berjalan, konon akan diterkam dan dimangsa binatang buas. Atau makan sambil berdiri atau berjalan itu akan terlihat seperti hewan buruan oleh binatang buas. Lalu mereka memburu dan memangsanya.

Tentang mitos ini mendengar langsung dari para warga, sekitar tahun 2005 lalu. Konon beberapa tahun sebelum tahun 2005, ada 3 orang pengunjung yang akan pergi berangkat.

Sebelum berangkat, mereka sudah diingatkan sehingga anak muda itu sudah diingatkan oleh para orang tua di kampung Cegog, agar mematuhi larangan-larangan.

Diantaranya tidak boleh minum atau makan sambil berdiri, apalagi berjalan. Ketika mereka menempuh perjalanan mereka melalui pesisir pantai, di sebuah tempat kedua dari ketiga anak muda itu melanggar pantangan. Mereka minum dan makan sambil berjalan meski sudah diingatkan oleh satu temannya.

Tak lama kemudian datanglah seekor harimau yang langsung menerkam dan memakan kedua orang itu. Sedangkan pemuda yang satunya sama sekali tidak disentuh oleh harimau.

Pemuda tersebut bergegas menuju Cogeg lalu menceritakan kepada penduduk.

Harimau misterius inilah salah satu sosok penjaga kawasan hutan Ujung Kulon dari gangguan manusia yang melakukan perusakan. sSiapapun yang melanggar biasanya akan diperingatkan dengan Auman bahkan hingga mendatangi orang tersebut.

2. Dilarang mematahkan dahan atau rating pohon

Jika memerlukan ranting, jangan dipatahkan dengan tangan harus menggunakan parang atau alat lainnya. Bila dilanggar konon efeknya akan menimbulkan malapetaka di perjalanan pulang atau tempat tinggalnya. Seperti kecelakaan yang mengakibatkan patah kaki atau tangan.

Mengapa demikian, konon beberapa pepohonan di Ujung Kulon, terutama di Sanghyang Sirah diantaranya adalah jelmaan dari yang mahluk gaib yang ada di sana. Walaupun tidak semua pohon ranting atau dahan yang dipatahkan adalah jelmaan, namun ranting pada pohon yang kebetulan penjelmaan dari makhluk halus.

Mematahkan dahan dengan tangan sama saja dengan mematahkan salah satu bagian tubuh mereka. Oleh karenanya, mereka akan murka dan akan menimbulkan malapetaka.

Mitos ini sebenarnya cukup masuk akal karena ada banyak jenis pohon di kawasan ini yang mengandung racun. Seperti tumbuhan polos, jika terkena kulit bisa membuat gatal-gatal hingga melepuh seperti terbakar.

3. Dilarang kencing dan buang air besar sembarangan

Seperti halnya larangan kencing dan BAB sembarangan, khawatirnya pas di tempat yang berpenghuni atau jelmaan makhluk gaib. Seperti batu, arang akar, atau jenisnya, dan tentu akan dianggap sebagai penghinaan atau penistaan terhadap kehadiran makhluk-makhluk itu. Tentu akan membuat mereka murka dan menimbulkan malapetaka bagi pelakunya, seperti sakit bahkan hingga meninggal.

Mitos ini selain terkait dengan adat dan kesopanan belum diketahui dengan pasti alasan logisnya. Namun dapat diperkirakan kencing dan BAB di sembarang tempat, khawatirkan diserang oleh binatang yang hidup di atas hamparan tanah. Seperti ular, kalajengking, kelabang, pacet dan sejenisnya.

4. Dilarang duduk tanpa alas

Bila dilanggar larangan duduk tanpa alas, akan sakit atau menghilangkan berpindah ke alam gaib selamanya. Mitos ini secara logis di khawatirkan akan diganggu oleh binatang yang hidup di atas tanah. Seperti ular, kalajengking, kelabang, pacet dan sejenisnya. Oleh karenanya dengan menggunakan alas saat duduk maka ada upaya agar terhindar dari gangguan binatang-binatang itu.

5. Dilarang berkata kasar sembarangan atau bercanda berlebihan

Kawasan Ujung Kulon, terutama Sanghyang Sirah diyakini sebagai tanah bertuah dan sakral. Oleh karenanya, perlu menjaga adab dan kesopanan dalam bertingkah laku dan berucap.

Berkata kasar sembarangan dan bercanda yang berlebihan memang tidak diperkenankan pada tempat-tempat tertentu, dan di hadapan orang-orang tertentu. Misalnya di tempat orang tua kita sendiri, dalam mitosnya berkata kasar sembarangan dan bercanda berlebihan seperti halnya pepatah mulutmu adalah harimaumu. Maka hal-hal buruk dan tak pantas dikatakan oleh seseorang suatu saat akan terjadi dan dialami sendiri oleh orang tersebut.

6. Dilarang menyebut nama buaya

Masyarakat sekitar Ujung Kulon percaya, menyebutkan nama buaya bisa membuat predator perairan tersebut tersinggung. Lalu mendatangi orang yang menyebutnya, sehingga dikhawatirkan membahayakan manusia.

Mitos ini sepintas memang tidak logis, namun berdasarkan beberapa sumber setidaknya tercatat sejak tahun 2016 sampai 2020, telah terjadi serangan buaya terhadap manusia di sekitar kawasan ini.

Beberapa tahun belakangan ini memang sangat terasa warga di pinggiran pantai, mereka sering melihat kemunculan buaya baik di laut disekitar permukiman, maupun di lokasi wisata.

Hal ini tentunya menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah hal itu disebabkan karena daya dukungan atau faktor lainnya seperti mitos kemunculan buaya di sekitar pemukiman warga.

Mungkin juga karena kerusakan hutan Mangrove muara sungai, yang di kenal sebagai sarang buaya. Atau mungkin juga karena kekurangan sumber makanan, sehingga membuat buaya merasa tidak nyaman dan keluar dari habitat aslinya.

Lalu apa hubungannya dengan mitos larangan menyebut nama buaya tersebut? Mungkin terjadinya serangan buaya terhadap manusia mudah terjadi sejak dahulu, karena posisi saat yang istirahat memang berada di pesisir dan dekat dengan muara yang merupakan habitat dari buaya muara.

7. Dilarang pergi ke sembarang tempat tanpa izin dari kuncen

Setiap pengunjung Sanghyang Sirah harus meminta izin kepada kuncen atau para pemandu. Apabila hendak bepergian, apalagi memisahkan diri dari rombongan. Karena ada keyakinan masyarakat sekitar bahwa Sanghyang Sirah
adalah sebuah tempat di mana alam nyata dan alam gaib seringkali menyatu atau bersanding.

Oleh karena itu, dilarang bepergian sendiri khawatir akan hilang dan masuk ke alam gaib. Hal itu secara logika dapat kita pahami. Karena Sanghyang Sirah berada dalam kawasan Candra dimuka yang sangat luas dan memiliki hutan yang masih alami dan lebat.

Bepergian di dalam kawasan terbuka, sangat mungkin akan membuat kita tersesat. Apalagi tanpa dibekali peta wilayah, sangat beresiko terhadap keselamatan. Bukan hanya khawatir dengan serangan binatang buas namun akan kesulitan hidup jika tersesat di hutan.

Ketika berkunjung ke sana larangan ini lebih baik diikuti meski cerita penuh dengan mitos dan mistis. Karena ada nilai positif dibalik mitos-mitos itu.

Hal ini dimaksudkan agar kita selamat selama ada di sana, hingga pulang dan sampai ke rumah masing-masing.

Demikian sejumlah mitos larangan keras di Sanghyang Sirah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang Banten.***

 

Editor: Kasiridho

Sumber: YouTube Cakra Salakanagara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x