Data Pemilih Berkelanjutan

- 3 September 2020, 18:13 WIB
Agus Sutisna
Agus Sutisna /

Selain akan segera memasuki masa pendaftaran calon awal September, saat ini tahapan Pemilihan serentak lanjutan tahun 2020 juga sedang memproses secara berjenjang penyusunan Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP), yang nantinya akan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan 9 Desember 2020.

Di tengah rangkaian tahapan dan kegiatan penyusunan daftar pemilih ini, KPU RI dan sebagian jajarannya di daerah (yang tidak melaksanakan Pemilihan) saat ini juga sedang melaksanakan pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (DPB).

Kegiatan pemutakhiran DPB ini merupakan amanah Pasal 14, 17 dan 20 huruf (l) UU Nomor 7 Tahun 2017. Bahwa KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk kebutuhan ini, KPU RI telah menerbitkan beberapa surat dinas yang mengatur secara teknis proses pelaksanaannya di lapangan sambil menunggu dirampungkannya Peraturan KPU (PKPU) yang akan mengatur lebih detail agenda pemutakhiran DPB ini.

Model pendaftaran pemilih

Dalam literatur kepemiluan dikenal tiga model pendaftaran pemilih yang masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, yakni model Periodic List, model Continuous Register or List, dan Civil Registry. Model Periodic List adalah pendaftaran pemilih yang dilakukan hanya untuk satu pemilu tertentu saja; dan proses pendaftaran pemilihnya dilakukan setiap kali akan diselenggarakan pemilu. Usai pemilu, daftar pemilih “dibuang” begitu saja. Pemilu di sepanjang era Orde Baru menggunakan model ini.

Model Continuous Register or List adalah pendaftaran pemilih yang dilakukan secara berkelanjutan. Dalam model ini, daftar pemilih dari satu pemilu tidak dibuang, melainkan dipelihara dan dimutakhirkan secara berkesinambungan untuk digunakan pada pemilu berikutnya.

Model ini pernah digunakan oleh KPU pada periode elektoral 2001-2007 dengan menerapkan konsep Pendaftaran Penduduk dan Pemilih Pemilu Berkelanjutan (P4B). Daftar Pemilih hasil P4B ini kemudian digunakan selain untuk Pemilu 2004, juga digunakan kemudian untuk Pilkada 2006.

Model Civil Registry adalah pendaftaran pemilih berbasis pencatatan sipil (kependudukan) yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang mengurusi kependudukan untuk mendata nama, alamat, kewarganegaraan, umur dan nomor identitas.

UU Pemilu legislatif Nomor 10 Tahun 2008 mengadopsi model ini. Karena itu pada Pemilu 2009, KPU menggunakan data pemilih yang diberikan oleh instansi pemerintah yang mengurus administrasi kependudukan. Model ini terus dipertahankan hingga Pemilu 2014 berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2012.

Berdasarkan ketiga model dan catatan pengalaman penggunaannya dalam sejarah pemilu di atas, agenda pemutakhiran DPB yang diamanatkan oleh UU 7 Tahun 2017 dengan demikian sesungguhnya bukanlah hal baru. Setidaknya desain pemutakhiran data pemilih secara berkelanjutan berdasarkan model Continuous Register or List pernah diterapkan dalam periode elektoral 2001-2007 melalui konsep P4B.

Sayangnya hal ini kemudian tidak dipertahankan; pemerintah dan DPR lebih memilih mengadopsi model yang ketiga, yakni model Civil Registry. Padahal dalam beberapa segi model yang kedua lebih menguntungkan jika diterapkan.

Menuju DPT lebih berkualitas

Pasca-Pemilu 2019, sesuai amanah UU 7 Tahun 2017, model Continuous Register or List kembali diadopsi, dan pemutakhiran DPB merupakan langkah konkret yang dilakukan KPU terhitung mulai Januari 2020 ini.

Dalam kerangka teknis kegiatan pemutakhiran DPB ini dimaksudkan untuk tujuan yang sederhana, yakni memperbarui data pemilih guna mempermudah proses pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih pada Pemilu/Pemilihan berikutnya.

Namun dalam kerangka strategis dan jangka panjang, pemutakhiran DPB sesungguhnya juga sekaligus dapat meningkatkan kualitas daftar pemilih dari Pemilu/Pemilihan ke Pemilu/pemilihan berikutnya.

Hal itu dimungkinkan oleh beberapa alasan berikut. Pertama, pemutakhiran DPB dilakukan secara berkala dan berkesinambungan setiap bulan, mulai dari rangkaian proses teknis pemutakhirannya (menerima masukan dari para pihak, mencermati, memverifikasi dan mengeksekusi data pemilih meliputi mencoret data pemilih Tidak Memenuhi Syarat/TMS, menginput data pemilih Memenuhi Syarat/MS), pengambilan keputusan dalam rapat setingkat Pleno Terbuka, hingga ke mengumumkan hasilnya setiap bulan kepada masyarakat. Dan hasil pemutakhiran periode (bulan) sebelumnya juga terbuka untuk dibedah dan dikoreksi.

Kedua, seluruh proses dan kegiatannya dilakukan secara terbuka dan partisipatif. Dalam hal ini KPU Kabupaten/Kota bukan hanya berkordinasi dengan Dinas Dukcapil sebagaimana lazimnya dalam proses pemutakhiran data pemilih, melainkan juga dengan berbagai instansi lain yang memiliki otoritas terkait dengan perkembangan penduduk yang memiliki hubungan implikatif terhadap status seseorang sebagai pemilih. Misalnya Kantor Kemenag yang mengurusi perkawinan, TNI/Polri yang memiliki data perubahan status sipil-militer, atau Dinas Pemakaman yang memiliki data kematian penduduk. Tentu saja, masukan juga bisa berasal dari Bawaslu, Partai Politik, Ormas dan masyarakat sipil lainnya, yang kesemuanya akan diperlakukan sama oleh KPU, dalam arti direspon dan ditindaklanjuti secara proporsional sesuai ketentuan.

Ketiga, last but not least serta bisa berdampak positif terhadap kualitas daftar pemilih di kemudian hari, bahwa kegiatan pemutakhiran DPB juga diawasi secara melakat dan proporsional oleh Bawaslu Kabupaten/Kota.

Lalu darimana starting point KPU kabupaten/kota melakukan pemutakhiran DPB ? Sesuai peraturan perundangan, pemutakhiran DPB dilakukan terhadap DPT Pemilu/Pemilihan terakhir. Artinya DPT Pemilu/pemilihan terakhir merupakan database pemilih yang dimutakhirkan.

Adapun sumber data untuk kepentingan pemutakhiran itu, selain berasal dari Dinas Dukcapil, juga dapat berasal dari instansi atau para pihak sebagaimana antara lain telah disebutkan tadi: Dinas Pemakaman, Kantor Kemenag, TNI/Polri, Partai Politik, Ormas, bahkan juga masukan dari perorangan.

Dengan cara demikian, jika kegiatan pemutakhiran DPB ini dilakukan secara maksimal serta didukung oleh regulasi yang lebih assertif (minimal setingkat PKPU), maka di kemudian hari hasil pemutakhiran DPB yang terakhir (dihitung dari dimulainya tahapan Pemilu/Pemilihan) bisa menjadi DPS.

Dan dengan begitu sangat mungkin DP4 nantinya tidak diperlukan lagi, karena Pemerintah (dalam hal ini Kemendagri dan jajarannya di daerah) sebagai pengampu otoritas data kependudukan setiap bulan telah memberikan data perkembangan kependudukan kepada KPU dan jajarannya di daerah.

Lantas hal positif apa yang bisa didapatkan dari cara dan implikasi yang demikian? Pertama, mata rantai kegiatan penyusunan daftar pemilih untuk Pemilu/Pemilihan kapanpun akan lebih sederhana. Kedua, sekali lagi, kualitas daftar pemilih bisa lebih baik karena dipelihara, dikelola, dan dimutakhirkan sepanjang waktu, tak harus menunggu tahapan Pemilu/pemilihan dimulai. (Agus Sutisna, Komisioner KPU Banten)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah