Ketiga maulana tersebut diutus untuk membantu perekonomian Kesultanan Banten dengan melakukan perlawanan terhadap VOC yang menerapkan sistem monopoli dagang. Selanjutnya, ketiga maulana tersebut membangun benteng pertahanan yang menjadi pusat perlawanan terhadap VOC di daerah Tigaraksa.
Dalam pertempuran melawan VOC, ketiga maulana gugur satu demi satu. Aria Santika wafat pada tahun 1717 di Kebon Besar Kecamatan Batuceper, Aria Yudhanegara wafat pada tahun 1718 di Cikokol dan pada tahun yang sama Aria Wangsakara menutup usia di Ciledug dan dimakamkan di Lengkong Kiai.
Kemudian daerah di sekitar benteng pertahanan yang dibangun oleh ketiga maulana disebut daerah Benteng. Hal ini yang menjadi cikal-bakal sebutan Tangerang sebagai Kota Benteng.
Nama tugu “tengger” atau “tetengger” kemudian berubah menjadi Tangeran. Hal ini tercatat dalam sejarah, pada tanggal 17 April 1684, Sultan Haji atau Sultan Abunnashri Abdulkahar putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten melakukan perjanjian dengan VOC.
Dalam perjanjian tersebut, wilayah yang dikenal dengan Tangeran diberikan kepada VOC. Artinya, wilayah yang akan menjadi asal muasal Tangerang itu seluruhnya masuk kekuasaan VOC.
Saat itu, pasukan VOC bukan hanya bangsa asli Belanda, tapi mereka juga merekrut masyarakat pribumi yang berasal dari Madura dan Makassar untuk menjadi pasukan yang ditempatkan di sekitar wilayah benteng.