Sejarah Panjang Kereta Api di Banten, Mode Transportasi yang Banyak Diminati Masyarakat Hingga Sekarang

- 20 Desember 2023, 13:07 WIB
Stasiun Serang, Jadi Sejarah Panjang Kereta Api di Banten, Mode Transpotasi yang Banyak Diminati Masyarakat Hingga Sekarang
Stasiun Serang, Jadi Sejarah Panjang Kereta Api di Banten, Mode Transpotasi yang Banyak Diminati Masyarakat Hingga Sekarang /Google /Semboyan35

KABAR BANTEN - Provinsi Banten memiliki jaringan kereta api yang menarik, karena jalur-jalurnya dibangun oleh tiga masa pemerintahan, yaitu pemerintahan Hindia Belanda, Pemerintahan militer Jepang dan pemerintahan Republik Indonesia.

Jalur-jalurnya pun ditujukan di berbagai angkutan komoditas seperti hasil rempah-rempah, perikanan dan batu bara.

Baca Juga: Stasiun Kereta Api Labuan Pandeglang, Bangunan Bersejarah Peninggalan Belanda yang Mati Suri

Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal YouTube Mang Dhepi, berikut ini sejarah kereta api di Banten.

Selain itu, tentunya untuk angkutan penumpang kini beberapa di antara jalur-jalur tersebut telah tidak lagi beroperasi dan menyimpan berbagai kisah dan kenangan, termasuk pula jejak sejarah yang pahit mengerikan saat zaman Hindia Belanda dengan sistem tanam paksa atau kerja rodi lalu sistem paksa atau Romusha.


Pada zaman kependudukan Jepang untuk membangun jalur kereta api saat ini bila ditilik dari kondisi terkini dan demi merajut masa depan yang lebih baik reaktivasi dan revitalisasi jalur nonaktif di wilayah pedalaman Banten menjadi suatu keniscayaan dan kebutuhan bagi pengembangan infrastruktur transportasi Banten guna meningkatkan kesejahteraan warga Banten.


Pemerintah Hindia Belanda melalui Perusahaan Kereta Api (KA) milik Pemerintah, Staatspoor en Tramwegen in Nederlandsch-Indie (SS en T), yang dikenal sebagai Staatsspoorwegen (SS) membuka keterpencilan daerah Banten yang sering mengalami pergolakan dengan mengoperasikan KA.

Jalur KA yang dibuka, antara lain, adalah jalur KA dari Batavia (Jakarta) menuju ke Anyer Kidul di pesisir Selat Sunda melalui Rangkasbitung dan Cilegon pada tahun 1900.

Jalur KA di Banten semakin berkembang dengan dibukanya jalur pedalaman Banten menuju ke pelabuhan perikanan Labuan, yaitu jalur Rangkasbitung-Saketi-Labuan pada tahun 1906.

Pendudukan Jepang di Indonesia pada kurun waktu tahun 1942-1945 turut pula meninggalkan jejak sejarah di pedalaman Banten berupa bekas jalur KA Saketi-Bayah dan juga menyisakan kegetiran akibat penerapan sistem kerja paksa Romusha guna pembangunan jalur kereta api tersebut.

Terbatasnya ketersediaan bahan bakar telah mendorong pemerintah pendudukan militer Jepang untuk mendapatkan sumber bahan bakar yang baru.

Salah satu upayanya adalah dengan memanfaatkan tambang batubara muda di daerah Bayah, Banten Selatan.

Untuk pengangkutan batubara itu, maka pemerintah pendudukan militer Jepang pada tahun 1943-1944 membangun jalur kereta api Saketi-Bayah, yang merupakan percabangan dari jalur Rangkasbitung-Pandeglang-Saketi-Labuan, yang lebih dahulu dioperasikan oleh SS.

Kilas balik riwayat dan jejak peninggalan dari jalur kereta api nonaktif di Wilayah Banten, baik yang dibangun pada masa Pemerintahan Hindia Belanda yaitu jalur Cigading, Krenceng Anyir Lor, Anyar Kidul dan Rangkas Bitung, Saketi, Labuan maupun oleh pendudukan militer Jepang, yaitu jalur Saketi, Bayah, Gunung Mandur, Jalur Cigading, Anyar Kidul dan Rangkas Bitung, Labuan masih digunakan hingga sekitar tahun 1980-an.


Sedangkan jalur Saketi Bayah tidak berumur panjang, karena pada tahun 1945 Jepang menyerah kepada tentara Sekutu.


Dan pada tahun 1951 jalur ini tidak digunakan lagi, sisa-sisa jalur Saketi Bayah menyajikan pemandangan yang menawan karena sebagian ruasnya membentang di tepian Samudra Hindia, meski nyaris tidak banyak yang tersisa dari jalur ini.


Selain bekas-bekas badan jalur rel, pondasi jembatan kereta api serta pondasi emplasmen di beberapa tempat untuk mengenang korban kerja romusa di Banten maka dibayah dibangun Monumen romusa sedangkan pada jalur Cigading, Anyar Kidul dan Rangkas Bitung, Labuan.

Setidaknya masih nampak bekas bangunan stasiun serta beberapa ruas rel dan peralatan kereta api di sekitar stasiun untuk membuka keterpencilan daerah Banten yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda merupakan salah satu daerah yang banyak mengalami pergolakan.

Selain dengan membangun Jalan Raya Pos Anyar menuju Jakarta yang kemudian diteruskan hingga Panarukan, Jawa Timur maka pada tahun 1896 Perusahaan Kereta Api milik pemerintah yaitu bernama Statsp Andentram Wen in Netherlands Indie yang dikenal sebagai Stats Perwagen atau SS.

SS membangun jalur kereta api dari Batavia menuju Rangkas Bitung, Cilegon Anyer Kidul, Anyer Lor, Krenceng dan lintas cabang dari Duri ke Tangerang dengan panjang keseluruhan 175 km.

Jalur Batavia, Duri, Tangerang dioperasikan mulai tanggal 2 Januari 1899 sedangkan jalur Duri, Rangkas Bitung, Cilegon hingga Anyar Kidul melewati Anyer Lor Krenceng dibuka pengoperasiannya pada tanggal 20 desember 1900.
Selanjutnya SS membangun lintas percabangan dari Rangkas Bitung, Pandeglang, Saketi, Menes, Labuan sepanjang 56 km yang mulai digunakan pada tanggal 2 Mei 1906.

Sedangkan  lintas cabang Cilegon Merak sepanjang 10 km yang dioperasikan pada tanggal 1 Desember 1914.

Selanjutnya pada bulan Februari 1943 saat Jepang menduduki wilayah Indonesia dengan tujuan untuk mengangkat batu bara muda dari daerah Bayah Banten Selatan.

Sebagai sumber bahan bakar maka Jepang membangun jalur kereta api Saketi Bayah sepanjang 89 km yang dibangun dari Saketi yang terletak di jalur Rangkas Bitung, Saketi, Menes, dan Labuan.

Jalur ini mulai dibuka pada tanggal 1 April 1944 saat ini jalur kereta api di Banten masih beroperasi yaitu jalur Duri, Tangerang dari Duri Rangkas Bitung, Cilegon, Krenceng hingga Merak serta jalur dari Krenceng Cigading.

Hingga tahun 2016 jalur dari Duri ke Tangerang serta dari Duri ke Maja di lintas Duri Rangkas Bitung telah dielektrifikasi sehingga rel listrik atau KRL dapat beroperasi di jalur tersebut, dan juga jalur kereta api Duri Tangerang serta jalur kereta Api Tanah Abang, Serpong, Maja merupakan jalur ganda jalur Cigading Anyer Kidul telah ditutup sekitar tahun 1981 dan jalur Rangkas Bitung, Pandeglang, Saketi, Menes, Labuan terakhir dioperasikan sekitar tahun 1984.

Sedangkan jalur Saketi Bayah sendiri telah berpuluh-puluh tahun sebelumnya tidak difungsikan lagi dan terakhir digunakan pada tahun 1951.

Dan sejak tahun 1896 SS membangun jalur kereta api dari Batavia Jakarta menuju Rangkas Bitung, Cilegon, Anyer Kidul dengan panjang keseluruhan 125 km yang dibuka pengoperasiannya pada tanggal 20 desember 1900.

Jalur ini melintasi wilayah Utara Banten seperti Rangkas Bitung, Serang dan Cilegon, ujung jalur kereta api ini tentunya tidak dapat dipisahkan dengan Jalan Raya Pos yang merupakan mega proyek pada masa Pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem DS.

Anyer merupakan titik O kilometer dari Jalan Raya Pos ini dan di dekat titik nol ini terdapat pula mercusuar peninggalan era Hindia Belanda di Jalan Raya sepanjang 1100 km yang dibangun pada tahun 1808 sampai 1809 ini, membentang dari Anyer di ujung Barat Pulau Jawa hingga Panarukan di bagian Timur Pulau Jawa.


Di pesisir Selat Madura melewati kota-kota seperti Batavia atau Jakarta Bandung, Cirebon, Semarang dan Surabaya membuatnya menjadi urat nadi jalur perdagangan dan pertahanan di Pulau Jawa pada masa itu.

Kemudian pada tahun 1914 tepatnya tanggal 1 Desember 1914 di jalur ini membuka lintas cabang dari Cilegon menuju Merak sepanjang 10 km, jalur ini merupakan akses menuju ke pelabuhan penyeberangan merak yang merupakan pelabuhan untuk kapal angkutan penyeberangan menuju pelabuhan panjang di Pulau Sumatera.

Pada masa itu kapal penyeberangan Merak Pulau Panjang dikelola oleh KPN, suatu perusahaan pelayaran Belanda yang di kemudian hari untuk mempersingkat waktu dan jarak tempuh pelabuhan penyebrangan di Sumatera.

Objek peninggalan pertama yang dapat dijumpai adalah Stasiun Anyer Lor.

Stasiun ini dalam kondisi yang cukup utuh dan orisinil meski di beberapa bagian sudah dibangun dinding tembok tambahan.

Di depan stasiun telah diberikan papan penanda cagar budaya oleh pemerintah setempat, di sisi barat bangunan masih tertera tulisan nama stasiun dengan ejaan lama Anyar Lor.

Hal menariknya masih tersisa pula bekas pengait dan pangkal kabel kawat telegraf stasiun, di bekas emplasmen masih ditemukan beberapa potong rel jalur kereta api.

Menyelusuri rel ke arah barat daya tepatnya di Kali Anyar masih bisa dijumpai bekas jembatan kereta api yang berlandaskan rangka baja.

Tepat di atas jembatan bekas potongan rel dan bantalan rel masih ada, jembatan ini sekarang digunakan untuk jembatan akses penghubung penduduk setempat dengan memberikan aspal di antara kedua batang rel.

Baca Juga: Kisah Bangunan Tua di Stasiun Kereta Api Pandeglang, Karakteristik Kuat di Balik Kesuraman

Itulah sisa-sisa peninggalan sejarah kereta api di Banten dan sekitarnya. Sampai saat ini sebagai moda transpotasi, kereta api masih diminati oleh masyarakat Indonesia sebagai alat penghubungan antar kota antar provinsi.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah