1549852

Belum Ada Regulasi Atur Kampanye Kotak Kosong

- 25 Januari 2018, 09:15 WIB
Obrolan Mang Fajar Kotak Kosong
Obrolan Mang Fajar Kotak Kosong

PELAKSANAAN kampanye kotak kosong atau kolom kosong di Pilkada Serentak 2018 yang hanya diikuti satu pasangan calon (paslon), hingga kini belum diatur. Meski demikian, penyelenggara pemilu wajib menyosialisasikan bakal paslon dan kolom kosong secara adil. Hal tersebut mencuat dalam diskusi “Obrolan Mang Fajar” bertajuk "Calon Tunggal, Kotak Kosong Kampanye Apa?”, di Kantor HU Kabar Banten, Jl. A Yani Kota Serang, Rabu (24/1/2018). Diketahui, sementara ini terdapat tiga kabupaten/kota di Provinsi Banten yang pilkadanya diikuti satu paslon yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kabupaten Lebak. Hadir sebagai narasumber yaitu Komisioner KPU Banten Syaeful Bahri, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten Didih M Sudi, Komisioner Bawaslu Banten Nuryati Solapari, Ketua KPU Kota Tangerang Sanusi Pane, dan Komisoner KPU Kabupaten Lebak Apipi Albantani. Sementara, jajaran redaksi dihadiri Redaktur Pelaksana Supriyadi beserta para redaktur dan penanggungjawab kabar-banten.com Syair Asiman. Komisioner KPU Banten Syaeful Bahri mengatakan, pada Peraturan KPU No. 12/2016 tidak ada regulasi yang memberi ruang kotak kosong untuk difasilitasi oleh negara. Sekalipun, kata dia, ada gerakan masyarakat sipil yang mendukung kotak kosong tersebut dan meminta fasilitasi KPU. “Karena di PKPU-nya hanya berbunyi, alat peraga kampanye dan kampanye dibiayai negara. Yang berkampanye itu adalah gabungan parpol yang membentuk tim. Kotak kosong itu bukan orang, sehingga KPU sampai detik ini belum buat aturan yang memfasilitasi pengadaan alat peraganya oleh uang negara,” kata Syaeful. Dalam kondisi tersebut, menurut Syaeful, yang bisa dilakukan yaitu penyelenggara pilkada yaitu menggencarkan sosialisasi dua pilihan, yaitu paslon dan kotak kosong. “Mungkin nanti gerakan sosialisasi oleh KPU tadi itu. Bahwa masyarakat punya dua pilihan dalam pilkada calon tunggal. Yaitu paslon orang dan kolom kosong. Silahkan masyarakat menggunakan hak pilihnya,” kata dia. Pilih kotak kosong konstitusional Ia menjelaskan, tidak ada larangan masyarakat yang tak sepakat dengan pasangan calon tunggal yang diusung partai politik memilih kotak kosong. Hal tersebut justru dianggap sebagai cara untuk menciptakan iklim demokratis dalam pilkada. “Dalam pilkada calon tunggal, memilih selain calon tunggal dibolehkan, karena demokrasi kan pilihan. Tidak selamanya calon tunggal itu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Kalau tidak setuju karena berbagai kriteria kan masyarakat harus punya pilihan. Bahwa memilih bukan paslon pada 27 Juni nanti itu konstitusional,” ujar mantan Komisioner KPU Kota Cilegon ini. Ia mendorong masyarakat ikuti berpartisipasi meskipun pilkada calon tunggal. Sebab, kata dia, memilih selain paslon sudah dilegalkan. “Jangan sampai terjadi golputisasi yang liar dan berpotensi pidana. Karena mengajak orang untuk tidak memilih sama saja menghalangi orang menggunakan hak pilihnya,” ucapnya. Ia menjelaskan, setiap orang dapat menyosialisasikan kotak kosong maupun calon tunggal karena hal tersebut bagian dari hak berdemokrasi. "Sosialisasinya boleh, kampanyenya boleh. Yang tidak boleh itu ketika kampanye kolom kosong dia terpeleset dalam kategori pelanggaran kampanye, seperti menghina, menghasut, memprovoksi, menyebar hoax. Kami instruksikan juga KPU kabupaten/kota untuk betul-betul membuat desain kampanye yang sekali lagi tidak terpeleset untuk mendukung paslon orang atau mendiskreditkan paslon orang," katanya. Senada dikatakan Ketua Bawaslu Banten Didih M Sudi. Menurutnya, tidak ada aturan spesifik mengenai kotak kosong di level Peratuan KPU. "2015 itu (surat suara) masih gambar paslon (dengan mekanisme) setuju atau tidak setuju. 2018 ini gambar paslon dan kolom kosong. Perubahan ini adanya di logistik, bukan secara khusus ada aturan itu," ujarnya. Selain itu, problem lainnya yaitu mengenai status orang yang mengajak memilih. Kalau paslon, kata dia, punya tim kampanye yang terdaftar di KPU. Sementara, orang yang mengatasnamakan kotak kosong masih menjadi pertanyaan akan seperti apa. "Kalau calon itu jelas ada tim kampanye. Mendaftar ke KPU, akun medsosnya juga. Ada dana kampanyenya juga. Kalau yang mengatasnamakan memilih kotak kosong ? ini yang tidak ada aturannya. Jadi nanti dia mengajaknya oke secara konstitusional. Tapi dia tidak bisa minta fasilitas. Kalau paslon orang nanti difasilitasi ada alat peraga. Izin pasti diberikan polisi. Untuk kolom kosong atas nama siapa itu, enggak bisa. KPU tidak bisa beri fasilitas. Jadwalnya juga tidak ada. Kemudian kalau izin ke kepolisian gamang juga," tuturnya. Sementara, Dewan Pembina Jaringan Rakyat Untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP), Eka Satialaksmana KPU tidak mengatur detil soal kotak kosong dan bagaimana teknisnya saat pelaksanaan pilkada. “Undang-undang No.10/2016 dan PKPU No.14/2015 itu bicara soal calon tunggal di pilkada. Tapi tidak secara detil, apa makhluk kotak kosong itu, dan bagaimana teknisnya. Sampai saat ini KPU tidak antisipasi itu, karena dianggapnya ya silahkan saja enggak penting lah rakyat punya hak sosialisasi,” ujar mantan Komisioner Bawaslu Banten ini. Aturan yang belum ada tersebut kemudian menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab. “Misalnya, pemantau tidak boleh mengkampanyekan kotak kosong. Sementara belum ada juga regulasinya. Bagaimana model kampanye kotak kosong itu. Inkonsisten dengan pernyataan bahwa kalau kampanye kan ada orangnya parpol. Maka kalau pemantau mengkampanyekan kotak kosong itu pelanggaran atau bukan,” kata dia. Kalau sampai hari pelaksanaan pilkada belum ada regulasinya, menurutnya pengawasan harus difokuskan pada paslon dan penyelenggara pemilu. Dalam diskusi tersebut, Eka juga menyebut ada tiga pihak yang patut disalahkan dengan kondisi pilkada yang hanya diikuti satu paslon. “Yaitu parpol, KPU, dan masyarakat. Amanat MK, tiga pihak ini harus sungguh-sungguh mengupayakan agar tidak calon tunggal. Mereka tidak serius memandang penting amanat itu. Jadi sekarang parpol tidak bisa disalahkan sendirian,” ucapnya. Belum ada lembaga pemantau Ketua KPU Kota Tangerang Sanusi Pane mengatakan, pada pasal 24 PKPU No. 8/2017 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pilkada disebutkan bahwa setiap warga negara, kelompok, ormas, organisasi agama, dapat menyosialisasikan pilkada satu paslon. "Bahwa mencoblos kolom kosong itu sah. Sesungguhnya sejak awal ditutup pendaftaran 16 (Januari) kemarin. Pada tanggal 17 nya kita sosialiasikan, memilih kolom kosong itu sah dan punya potensi menang. Tapi di kita belum ada gejolak yang mendukung kotak kosong. Adem ayem, tidak seperti daerah lain," ujarnya. Oleh karena itu, KPU Kota Tangerang mendorong ada lembaga pemantau pilkada yang mendaftar. "Dengan kondisi, maka kita dorong ada pemantau yang masuk. Pendaftaran dibuka sampai 11 Juni nanti. Sudah diumumkan 4 bulan terakhir, tapi belum ada. Padahal di MK, warga biasa atau mau orang sehebat apapun itu tidak akan bisa menggugat paslon, kecuali lembaga pemantau yang terdaftar dan diakreditasi," kata dia. Ia mengungkapkan, sebelum pendaftaran sebetulnya bermunculan sekitar 18 nama yang menyatakan siap maju di Pilkada Kota Tangerang. “Tiga hari jelang pendaftaran, dapat kabar sembilan parpol mengusung satu bakal pasangan calon non-PDI. Sehari sebelumnya, kita cek sudah sepuluh partai lengkap. Bahkan ada Perindo dan PSI yang baru mau jadi partai. Akhirnya KPU menerima satu bapaslon,” kata Sanusi. Meski kemudian pendaftaran diperpanjang, tidak ada bakal paslon lain yang mendaftar. “Mengacu pada PKPU No. 14 tahun 2015, pribadi saya bilang memang ini harus diperpanjang. Tapi, mungkin sampai pilkada selesai enggak akan ada karena kan partainya sudah habis. Perseorangan juga tidak ada yang daftar. (RI)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah