Milenial Disiapkan Hadapi Industri 4.0

- 8 Desember 2018, 08:00 WIB
menteri tenaga kerja
menteri tenaga kerja

SERANG, (KB).- Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, anak-anak muda atau kaum milenial dengan skill-skill baru sesuai kebutuhan perlu disiapkan untuk menghadapi industri 4.0. Sebab, ciri industri 4.0 merupakan kombinasi antara sumber daya manusia (SDM), mesin dan big data. "Maka, anak-anak muda kita harus dibuat friendly dengan dunia internet, teknologi. Sehingga, mereka bisa mengembangkan peran-peran tertentu yang tidak bisa diambil oleh mesin," ujar Menaker M. Hanif Dhakiri saat menjadi pembicara Seminar Nasional "Kinerja Pemerintahan 4 Tahun Jokowi-Jusuf Kalla dalam peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia" di Gedung B lantai 3 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Kota Serang, Jumat (7/12/2018). Menurut dia, penyiapan tenaga kerja skilled yang relevan industri 4.0 menjadi sangat penting. Oleh karena itu, pihaknya akan terus meningkatkan jumlah tenaga kerja skilled dan bersertifikasi. "Kita terus genjot massifikasi agar jumlah tenaga kerja skilled makin banyak. Lalu sertifikasi sehingga mereka diakui industri. Sertifikasi ini tentu ditambah standar yang ada di industri," kata Hanif. Dia mengatakan, pemerintah membuat kebijakan Trip program skiling (Trip poskliling). Program tersebut untuk meningkatkan daya saing pada generasi milenial atau para lulusan yang tidak memiliki skill. Program tersebut untuk memberikan skill kepada anak-anak sebelum terjun ke dunia kerja. "Jika belum mempunyai skill, kami akan berikan program skilling. Dan yang sudah memiliki skill, kami kasih lagi upskiling jika sudah tidak sesuai dengan pekerjaan kami kasih program reskiling," katanya. Ia mengatakan, yang harus dihadapi pemerintah adalah menciptakan sumber daya manusia atau para pekerja. Program skiling tersebut merupakan program daya saing bagi para lulusan untuk menghadapi era 4.0. Sementara itu, Rektor Untirta Sholeh Hidayat mengatakan, masih banyak permasalahan pekerjaan yang ada di Indonesia. Kurangya mix and match antara kompetensi yang dimiliki dengan tuntutan lapangan pekerjaan. "Ini boleh jadi menimbulkan pengangguran, karena tidak bisa diserap oleh dunia kerja," ujarnya. Ia menambahkan, harus dilakukan pemetaan terhadap lapangan kerja yang tersedia. Kemudian, program-program keahlian yang diselenggarakan di sekolah menengah kejuruan, termasuk di perguruan tinggi. "Jangan sampai kompetisi yang dimiliki bekerja di perusahaan industri tidak relevan," ucapnya. Ia mengatakan, di Banten sendiri memang tingkat pengangguran terbuka itu ada sekitar 7,7 persen sebenarnya urutan kedua se-Indonesia dan tertinggi Jawa Barat. "Problemnya adalah, selain lulusan SMK yang tidak mempunyai kompetensi yang relevan dan tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja bisa juga ada migrasi masuk, mereka juga datang karena Banten Provinsi menarik untuk didatangi tanpa kompetisi yang dimiliki," tuturnya. Dalam seminar itu, hadir pula Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho, Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kemenperin Gati Wibawaningsih, Dewan Riset Daerah Provinsi Banten Abdul Hamid, dan Kabag TU BBPLK Serang Vidi Arga Utomo. (DE/SJ)*

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x