Soroti Kekerasan TKW, Kohati Gelar Aksi

- 13 Februari 2019, 20:30 WIB
aksi KOHATI cabang Serang
aksi KOHATI cabang Serang


SERANG, (KB).- Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Korps HMI Wati (KOHATI) Cabang Serang melakukan unjuk rasa di depan pendopo Bupati Serang, Rabu (13/2/2019). Aksi tersebut menyoroti masih banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang kerap mendapatkan perilaku kekerasan di luar negeri.

Ketua KOHATI Cabang Serang Yanah Alfianah mengatakan, dalam unjuk rasa tersebut pihaknya menuntut agar Pemkab Serang mengontrol PJ TKI yang ilegal. Sebab sampai saat ini masih sering terjadi kekerasan terhadap TKI di luar negeri. “Stop kekerasan kepada TKI,” ujarnya kepada wartawan.

Yanah mengatakan, berdasarkan data dari BPS, sampai saat ini ada sekitar 271 kasus TKI asal Provinsi Banten yang mengalami kekerasan, kematian hingga tidak bisa kembali ke Indonesia. Dari jumlah itu, di Kabupaten Serang sendiri ada sekitar 200 kasus. “Itu terbanyak dibandingkan kabupaten lain,” katanya.

Padahal, di Kabupaten Serang terdapat banyak lapangan pekerjaan yang seharusnya bisa memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Namun nyatanya lapangan pekerjaan ini dinikmati oleh orang luar bahkan asing.

“Nah artinya lapangan pekerjaan ini tidak mampu diberikan kepada masyarakat dan tidak mampu mensejahterakan masyarakat. Sehingga mereka pergi ke luar negeri untuk jadi TKI,” ucapnya.

Seharusnya, kata Yanah, pemda mampu memberikan lapangan pekerjaan itu bukan untuk asing tapi untuk masyarakat lokal. Misalkan karena TKI banyak yang lulusan SD-SMP, maka sediakanlah lapangan pekerjaan yang layak untuk mereka.

“Atau berikan pembinaan yang lebih fokus terhadap skill mereka sehingga mereka tidak lagi harus pergi ke luar negeri. Karena memang kenapa mereka ke luar negeri diimingi gaji yang besar puluhan juta dibandingkan dengan di Indonesia itu sendiri,” tuturnya.

Kemudian, selain itu pihaknya menutut agar pemerintah tegas dalam menjalankan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang salah satu pointnya menekankan kepada TKI yang berangkat harus melalui jalur yang jelas dan persyaratan yang sesuai.

“Karena banyak sekali yang berangkat kesana dan memanipulasi data, bahkan ada yang usia 12,13, 15 tahun yang berangkat. Artinya sangat mudah mereka mengalami kekerasan karena secra psikologi dan fisik belum mampu untuk survive seorang diri,” katanya.

Halaman:

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x