Kenapa Bulan Syawal Merupakan Waktu Terbaik Untuk Menikah? Ini Alasannya

19 April 2024, 14:25 WIB
Ilustrasi terkait alasan Bulan Syawal waktu terbaik untuk menikah. /Pexels/iriser

KABAR BANTEN - Sebagian orang mungkin ada yang menghindari bulan-bulan tertentu untuk menikah dikarenakan menilainya sebagai bulan sial, fenomena ini pernah terjadi di zaman jahiliyah, dimana orang-orang jahiliyah meyakini bahwa Bulan Syawal adalah pantangan untuk menikah.

Menanggapi fenomena tersebut, Rasulullah SAW justru menampik keyakinan itu, sebagai bentuk penolakan beliau justru menikahi Sayyidah 'Aisyah pada Bulan Syawal.

Bepijak pada bentuk penolakan Rasulullah SAW terkait Bulan Syawal adalah bulan pantangan untuk menikah, sebagaimana dikutip Kabar Banten melalui laman Instagram @hepiandibastoni, berikut ini penjelasan tentang Bulan Syawal sebagai waktu terbaik untuk menikah sesuai sunah Rasulullah SAW.

Baca Juga: Siap Menikah tapi Bingung Cari atau Pilih Jodoh? Simak Penjelasan dari Ustadz Khalid Basalamah

Berbeda dengan tradisi dan keyakinan sebagian masyarakat Jawa yang menganggap tabu menikah di Bulan Syawal, justru bagi orang Betawi Bulan Syawal diakui sebagai bulan yang baik untuk menikah.

Pada dasarnya dalam Islam tidak ada bulan baik dan buruk, semua bulan adalah baik sesuai kondisinya, termasuk Bulan Syawal.

Tradisi masyarakat Jawa yang menganggap tabu menikah di Bulan Syawal karena ada pertanda buruk bagi masa depan kehidupan rumah tangga yang menikah dibulan Syawal.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ternyata anggap itu pernah ada pada zaman jahiliyah yang cenderung melarang menikah di Bulan Syawal.

Alasan dasar mengapa orang jahiliyah menganggap tabu menikah pada bulan Syawal bermula pada asal nama Bulan Syawal itu sendiri.

Muhammad bin Allan al-Shiddiqi dalam Dalil Al-Falihin menjelaskan, bahwa nama Syawal diambil dari kalimat Sya-lat al-ibil, yang berarti unta yang mengangkat ekornya.

Senada dengan itu, Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab-nya menjelaskan, kata Syawal berasal dari perkataan Sya-lat an-naqah bi dzanabiha, yang artinya unta betina yang menegakkan ekornya.

Para ahli bahasa menyandarkan riwayat penamaan itu pada peristiwa yang biasa terjadi di bulan ini yang dikenal dengan istilah Tasywil Laban al-ibil atau kondisi susu unta yang sedikit.

Oleh sebab itu, kata Syawal ini diambil dari kata Syawwala yang memiliki makna "menjadi lebih sedikit dari sebelumnya".

Sebelum kenabian, cerita asal nama Syawal ini telah melahirkan beberapa pantangan, diantaranya adalah ketabuan menikah sebelum usai Bulan Syawal.

Kalimat Syalat an-naqah bi dzanabiha, misalnya, dengan makna seekor unta betina yang menegakkan ekornya karena tidak mau didekati pejantan.

Baca Juga: Benarkah Jawaban Solat Istikharah Melalui Mimpi? Begini Jawaban Buya Yahya

Dimana ekor yang diangkat itu memberikan pertanda sebuah penolakan, bahkan perlawanan, ini sama hal dengan unta saja menghindar untuk kawin, begitu juga dengan manusia.

Maka dari sinilah lantas muncul kesimpulan bahwa masyarakat Arab pada zaman jahiliyah menikah di Bulan Syawal ini dianggap tabu bahkan dilarang.

Begitu juga dengan perkataan Sya-lat al-ibil yang lebih diarahkan pada kecenderungan orang Arab yang menggantungkan alat-alat tempur.

Pada zaman jahiliyah, masyarakatnya menjadikan Bulan Syawal sebagai bulan yang pantang untuk berperang karena sudah mendekati bulan-bulan haram.

Dalam hal ini Islam datang tidak hanya menegakkan Tauhid, selain itu juga menata tradisi masyarakat yang menyimpang, termasuk mitos di Bulan Syawal ini.

Bahkan Rasulullah SAW juga menjadikan keberkahan Bulan Syawal dengan tercatatnya beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam.

Peristiwa penting dalam sejarah Islam itu diantaranya adalah Perang Uhun pada bulan Syawal 3 Hiriyah, Perang Khandak 5 Hijriyah, dan Perang Hunain 8 Hijriyah yang semuanya terjadi pada Bulan Syawal.

Selain itu juga, Rasulullah SAW juga mendobrak tradisi yang melarang menikah di bulan Syawal, bahkan beberapa istri Nabi sengaja dinikahi pada Bulan Syawal.

Beberapa istri Nabi yang dinikahi pada Bulan Syawal adalah Saudah binti Zam'ah yang dinikahi pada bulan 10 kenabian setelah wafatnya Khadijah, Aisyah dinikahi pada bulan Syawal 11 kenabian dan Ummu Salamah yang dinikahi pada Bulan Syawal 4 Hijriyah.

Berdasarkan fakta sejarah tersebut, jika saat ini ada yang menganggap bahwa menikah di Bulan Syawal itu tidak baik, maka ini sama dengan pemahaman bangsa Arab pada zaman Jahiliyah dulu.

Abu Zakariya Yahya bin Syaraf atau yang lebih dikenal dengan Imam an-Nawawi dalam Al-Qur'an Minhaj fi Syarhi Shahaih Muslim menjelaskan, ungkapan Aisyah yang menyebutkan Nabi menikahinya di Bulan Syawal untuk menepis keyakinan masyarakat jahiliyah yang menghindari menikah pada Bulan Syawal.

Masih menurut Imam an-Nawawi, hadits tersebut mengandung anjuran untuk menikahlah, menikahi, dan berhubungan suami istri pada Bulan Syawal.

Dengan hadits ini pula para ulama khususnya dari kalangan madzhab Syafi'i menegaskan pandangan atas kesunahan hal tersebut.

Mereka menganggap bahwa sunah menikah, menikahkan, atau berhubungan intim suami istri halal pada Bulan Syawal.

Hal tersebut tentunya berlaku bagi mereka yang sudah siap menikah, tapi bagi yang belum harus dipersiapkan terlebih dahulu.

Bagi masyarakat Betawi yang menganggap Bulan Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah, bahkan diabadikan dalam lirik lagu Hujan Gerimis yang didendangkan oleh almarhum Benyamin Sueb, penggalan lirik lagu itu adalah:

Baca Juga: 5 Keutamaan Puasa 6 Hari di Bulan Syawal, Serta Cara Niatnya

Eh ujan gerimis aje
Ikan bawal diasinin
Eh jangan menangis aje
Bulan Syawal dikawinin

Dimana lagu itu pernah populer sejak dirilis awal tahu 70-an, hingga saat ini liriknya begitu menarik, selain memberikan semangat tentang jodoh, juga terselit kata Syawal sebagai momentum pernikahan.

Itulah informasi tentang penjelasan Bulan Syawal sebagai waktu terbaik untuk menikah sesuai sunah Rasulullah SAW, semoga informasi ini bermanfaat.***

 

Editor: Yandri Adiyanda

Sumber: Instagram @hepiandibastoni

Tags

Terkini

Terpopuler