Dibalik Tradisi Sakral Bulan Maulid atau Muludan di Tatar Sunda Ada Panjang Jimat Hingga Nyangku

- 8 Oktober 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi pawai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kecamatan Tanara Kabupaten Serang, Selasa 3 Oktober 2023.
Ilustrasi pawai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kecamatan Tanara Kabupaten Serang, Selasa 3 Oktober 2023. /Kabar Banten /Dindin Hasanudin

KABAR BANTEN - Bulan Rabiul Awal merupakan bulan ketiga dalam kalender Hijriyah setelah Bulan Muharram dan Bulan Shafar, Bulan Rabiul Awal ini identik dengan Bulan Maulid atau Muludan yang jadi momentum dalam mensyukuri kelahiran Nabi Muhammad SAW penutup para nabi dan rosul.

 

Perayaan Bulan Maulid menjadi tradisi sakral dan salah agenda penting untuk mempertahankan tradisi sakral dari para leluhur dalam prosesi ajaran Islam.

Bulan Maulid selalu disambut dengan eforia merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan hampir di seluruh pelosok negeri.

Baca Juga: Seni Hadrah dan Pawai Meriahkan Peringatan Maulid Nabi di Permata Banjar Asri Kota Serang

Berbagai tradisi sakral dalam menyambut Bulan Maulid di setiap daerah selalu berbeda-beda dan memiliki ciri khasnya masing-masing yang dalam harapan dan tujuan utamanya adalah rasa cinta dan syukur atas lahirnya Rosulullah SAW.

Bagi masyarakat yang berada di Tanah Sunda yang mayoritas menganut agama Islam dalam menyambut Bulan Maulid biasanya masyarakat berbondong-bondong untuk melakukan tradisi sakral Muludan menggelar hajat atau selamatan dengan membawa makanan yang dikumpulkan di mesjid atau disuati tempat untuk dibacakan dzikir, deba, barjanji, atau marhabanan atau solawatan.

Ritual hajat atau tradisi sakral tersebut dalam istilah orang Sunda disebut dengan Panjang Mulud atau Muludan.

Halaman:

Editor: Yandri Adiyanda

Sumber: YouTube Bujang Gotri


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah