Mitos Gerhana Bulan, Benarkah Gelap Gulita karena Bulan Dimakan Batara Kala?

8 November 2022, 19:32 WIB
Ilustrasi mitos gerhana bulan /Tangkapan kanal YouTube PEGAWAI JALANAN.


KABAR BANTEN-Gerhana Bulan 8 November 2022 merupakan fenomena alam yang ternyata juga tidak lepas dari mitos.

Dari mitos Gerhana Bulan yang beredar, ternyata sudah turun-temurun dan dipercayai sebagian masyarakat.

Dikutip kabar-banten.com dari kanal Youtube Pegawai Jalanan, berikut mitos gerhana bulan dan gerhana matahari.

Dalam cerita Batara Kala dalam versi yang lain, didongengkan penyebab terjadinya Gerhana Matahari dan juga Gerhana Bulan yaitu ketika Matahari ditelan oleh batara kala, sehingga dunia sesaat menjadi gelap.

Bagi sebagian masyarakat Jawa yang masih berfikir secara sederhana, pada masa itu menganggap dongeng benar adanya.

Mereka mengadakan berbagai upacara apabila terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, yang tujuannya adalah upaya selamat dari Batara Kala.

Sementara sumber dari kitab Adi Parwa menceritakan, sebelum terjadinya dunia yang dihuni oleh manusia, ada para golongan Dewa dan Raksasa yang tinggal.

Supaya kedua golongan tersebut rukun dan damai, yakni Dewa dan Raksasa, mereka meminum Tirta Amerta yakni air kehidupan atau keabadian.

Air kehidupan atau air keabadian tersebut terdapat di lautan susu, dan cara mengeluarkannya adalah dengan digergaji.

Sehingga, air tersebut bisa diminum dan alat gergajinya berupa seekor naga atau ular yang berwujud sangat besar.

Kedua golongan tersebut, akhirnya sepakat untuk bekerjasama denegan tugas golongan dewa memegang ekor naga dan raksasa memegang kepala naga.

Namun karena menggegam dengan keras, sang naga marah hingga para raksasa pun terpelanting kesana kemari. 

Alkisah, golongan sang dewa lah yang mendapatkan air Tirta Amerta. Kemudian air keabadian itu disimpan dan dijaga oleh para dewa.

Sampai kemduian, yang mendapat tugas untuk menjaga Tirta Amerta tersebut adalah Dewa Surya atau Dewa Matahari dan Dewi Chandra atau Dewi Bulan.

Raksasa Batara Kala yang berusaha untuk mencuri Tirta Amerta, ternyata usahanya berhasil hingga meminum air tersebut.

Sebelum air keabadian tersebutditelan habis , diketahui oleh rombongan para dewata. Kemudian Batara Kala dipanah oleh Dewa Whisnu, kepalanya putus terpenggal dari tubuhnya.

Tubuh Batara Kala jatuh ke Bumi dan berubah menjadi lesung, yaitu tempat untuk menumbuk padi yang terbuat dari gelondongan kayu.


Sementara, kepalanya masih hidup dan melanglang di angkasa.Tirta Amerta bisa diselamatkan dan kembali menjadi milik para dewa.

Karena dendam, setiap kepala Batara Kala bertemu dengan Dewa Surya dan Dewi Chandra, maka dilampiaskan menelan Matahari atau Bulan.

Namun karena sudah tidak punya badan lagi, setiap makan Matahari atau Bulana akan melewati leher Batara Kala.

Berdasarkan kisah tersebut, bagi sebagian masyarakat Jawa apabila terjadi fenomena gerhana bulan atau matahari, maka akan memukul lesung supaya cepat-cepat keluar Matahari atau Bulan yang dimakannya.

Selain mitos tersebut, pada saat terjadinya fenomena alam banyak masyarakat keluar rumah dan kemudian memukul benda-benda seperti kaleng atau drum sambil meneriakan gerhana-gerhana.

Itu bertujuan agar Batara Kala tidak memakan Matahari atau Bulan, sehingga tetap bersinar. Itulah mitos yang beredar dan dipercayai sebagian masyarakat. ***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: YouTube PEGAWAI JALANAN

Tags

Terkini

Terpopuler