Luqman juga mengingatkan agar pengisian penjabat kepala daerah memenuhi aspek normatif yang disyaratkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
UU tersebut mengatur bahwa penjabat gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya, sedangkan penjabat bupati dan wali kota berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.
Penjabat kepala daerah yang akan diangkat oleh pemerintah, menurut dia, tidak boleh dijadikan kaki tangan untuk kepentingan partai politik dan calon presiden tertentu.
“Ratusan penjabat kepala daerah tidak boleh dirancang untuk menjadi 'batalion politik' yang akan bekerja untuk kepentingan partai atau capres dan cawapres tertentu tahun 2024," kata Luqman.
Dia meminta agar sosok yang ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah merupakan sosok Pancasiliais, bukan yang terpapar paham intoleransi dan radikalisme.
“Saya minta Presiden dan Mendagri menyiapkan cara yang tepat untuk mengidentifikasi melakukan profiling calon-calon penjabat kepala daerah yang akan ditunjuk, sehingga hasilnya bukanlah mereka yang intoleran dan radikal," ujarnya.
Baca Juga: Jelang Pemilu Serentak 2024, Partai Baru Bermunculan di Kota Cilegon
Penunjukan penjabat kepala daerah murni kewenangan Presiden dan Mendagri, sehingga tidak diperlukan konsultasi apalagi persetujuan DPR.
Namun atas dasar itu, tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan Presiden dan Mendagri.***