Mengungkap Mistik 17 Agustus, Angka Suci Hari Kemerdekaan Indonesia, Kisah Dibalik Detik-Detik Proklamasi

- 10 Agustus 2022, 11:38 WIB
Ilustrasi-Sebuah mistik 17 Agustus, tanggal yang dipilih sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia jelang detik-detik proklmasi yang dibacakan Ir. Soekarno.
Ilustrasi-Sebuah mistik 17 Agustus, tanggal yang dipilih sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia jelang detik-detik proklmasi yang dibacakan Ir. Soekarno. /Kolase foto Dok. Arsip Nasional RI/

KABAR BANTEN-Pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, yang ditandai dengan pembacaan teks proklamasi yang ditanda tangani Soekarno dan Muhammad Hatta atau Seokarno-Hatta.

Dibacakan oleh Soekarno, Proklamasi Hari Kemerdekaan Indonesia tersebut berkumandang pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 dari Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, pada pukul 10.00 WIB.

Setalah proklamasi Hari Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, sejak itulah kemerdekaan bangsa ini diperangti setiap tanggal dan bulan tersebut.

Namun apa alasan Hari Kemerdekaan Indonesia ditentukan pada 17 Agustus, diungkap Soekarno jelang detik-detik proklamasi hari Kemerdekaan Indonesia yang ditulis Dadan Wildan dalam artikel berjudul ‘Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945’, seperti dikutip dari setneg.go.id, pada 17 Agustus 2019.

Berikut mistik 17 Agustus yang dipilih sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia, yang terungkap dibalik detik-detik proklamasi.

Sebelum proklamasi Hari Kemerdekaan Indonesia ditentukan pada 17 Agustus, sausana ketegangan hingga perdebatan kencang sudah terjadi dua hari sebelumnya, tepatnya pada 15 Agustus 1945.

Sekitar pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, tempat kediaman Soekarno atau Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi (1984:58); Ahmad Soebardjo (1978:85-87) sebagai berikut:

"... Sekarang  Bung, sekarang…! malam ini  juga  kita kobarkan revolusi…! kata Chaerul Saleh meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan  pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota untuk mengusir tentara Jepang..."

“Kita harus segera merebut kekuasaan ! tukas Sukarni berapi-api. Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami... ! seru mereka bersahutan.

Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; ... Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam  ini  juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari.

Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata:  Ini batang leherku, seretlah saya ke  pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !.

Melihat itu, Hatta pun memperingatkan Wikana: Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan  apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan  itu sendiri? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu?.

Namun, para pemuda terus mendesak: Apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan  kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah  takluk dalam Perang Sucinya !. Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memproklamasikan kemerdekaannya? Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa?.

Soekarno yang amarahnya mulai mereda, dengan lirih berkata: kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan  kesiapan total tentara  Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya?.Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu?. Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak?.

Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang  atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri. Bung Karno menjawab dengan tenang.

Namun, para pemuda bersikukuh dan tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Akan tetapi, Soekarno-Hatta tetap pada pendiriannya semula.

Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak  bisa memutuskannya sendiri, dan harus berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding.

Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro.

Hatta pun menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta.

Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda tidak puas dan mengambil kesimpulan yang menyimpang, menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.

Sekelompok pemuda akhirnya membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, pada Kamis, 16 Agustus 1945 pukul 04.00 dinihari. Sudah tentu, Seokarno kecewa dengan aksi penculikan itu, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi (1984:60).

Bung Karno bahkan marah, karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap, perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun karena keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang  mereka tentukan.

Saat itu, istri Bung Karno yakni Fatmawati beserta anaknya, Guntur yang belum berumur satu tahun, dibawa ikut serta ke Rengasdengklok, kota kecil dekat Karawang.

Kota itu dipilih para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer, antara anggota PETA (Pembela  Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama.

Bukan hanya itu, Rengasdengklok yang letaknya terpencil sekitar 15  km dari Kedunggede Karawang, mudah terdeteksi dari setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.

Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Para pemuda bermaksud menekan keduanya, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan dan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang.

Namun upaya para pemuda rupanya tidak membuahkan hasil. Baik Seokarno dan Hatta yang memiliki wibawa cukup besar, ternyata para pemuda segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya.

Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya, seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta.

Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan  rencana mereka sendiri. Sampai akhirnya sebuah perdebatan panas kembali terjadi, di sebuah  pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok.

Siang itu, perdabatan panas berlangsung antara para pemuda dengan Bung Karno dan Bung Hatta: Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu....

Lalu apa ? teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala dan membuat semua terkejut hingga tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.

Namun Bung Karno akhirnya kembali duduk, setelah suasana kembali tenang. Dengan suara rendah ia mulai berbicara: Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang  tepat. Di  Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan  ini untuk dijalankan tanggal 17”.

Soekarno pun menjelaskan mengapa justru diambil tanggal 17 setelah diberondong pertanyaan Sukarmi: Mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ? tanya Sukarni. 

Di Sinilah Bung Karno menjawab mengapa memilih tanggal 17 Agustus untuk memproklamasikan Hari Kemerdekaan Indonesia.

Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci.

Pertama-tama kita sedang  berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua  berpuasa, ini berarti saat yang paling suci  bagi kita. Tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat Legi, Jumat yang berbahagia, Jumat  suci. Al-Quran diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat. Oleh karena itu, kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia .

Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi (1984:61). ***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: setneg.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x