Kantongi 271 Girik, Warga Patok Lahan KEK

- 11 Desember 2017, 11:15 WIB
warga patok lahan KEK
warga patok lahan KEK

PANDEGLANG, (KB).- Kasus dugaan sengketa lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung seluas 462 hektare antara warga dengan PT Banten West Java (BWJ) belum menemukan titik terang. Akibat kekecewaannya, ratusan warga yang mengklaim sebagai ahli waris terpaksa mematok lahan tersebut, Sabtu (9/12/2017). Menurut informasi, aksi pematokan lahan KEK oleh warga terjadi pascagagalnya hasil mediasi antara Pemkab Pandeglang, pihak BWJ dan para ahli waris pemilik lahan. Sebelumnya, lahan yang dipatok warga itu telah diklaim oleh pihak BWJ selaku pengembang KEK masuk wilayah Panimbang. Sementara para ahli waris yang memiliki girik sebagai bukti kepemilikan lahan mempertahankan haknya dengan melakukan aksi pematokan. Sebelumnya, aksi pematokan sempat mendapat halangan dari petugas keamanan BWJ. Aksi tersebut tak menyurutkan niat warga hingga berhasil mematok lahan tersebut.  Di lokasi pematokan lahan warga memasang spanduk bertuliskan "Warga tidak pernah menjual lahan ke pihak manapun". Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Bina Nusantara (Binus), Uneh Junaedi selaku perwakilan warga mengatakan, aksi pematokan lahan ini sebagai bentuk penegasan lahan itu milik warga. Warga menilai, pihak BWJ diduga telah menyerobot lahan milik masyarakat. "Ya, saat ini BWJ tidak pernah menunjukkan bukti kepemilikan lahan terletak di blok 22. BWJ sepertinya tidak pernah ada itikad baik untuk menyelesaikan kasus ini," ujar Uneh kepada Kabar Banten, Ahad (10/12/2017).
Menurut dia, sebanyak 271 pemilik lahan yang diserobot BWJ, telah menyatakan sikap untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak mereka. Warga juga siap untuk pasang badan menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi dalam sengekata lahan tersebut. "Kami kirim surat pemberitahuan izin prinsip, tapi BWJ seolah berlindung dengan PP Nomor: 26 tahun 2012 tentang KEK Tanjung Lesung. Padahal, legal standingnya ini adalah status quo, mereka mengklaim tanpa fakta. Apalagi KEK ini telah dicoret dari prioritas 10 Bali baru," ucapnya. Mantan anggota dewan yang pernah menjadi Sekretaris Pansus Pembentukan Kawasan Wisata Eksklusif Tanjung Lesung ini mengatakan, untuk saat ini warga merasa belum waktunya untuk menempuh jalur hukum. Soalnya, mereka meyakini lahan itu sah milik warga sejak tahun 1964, dengan bukti kepemilikan berupa girik. "Kami tidak perlu menempuh jalur hukum, sebab kami punya bukti sebanyak 271 girik," tutur Uneh. Salah seorang pemilik lahan, Hasanudin mengatakan, lahan miliknya itu adalah lahan eks transmigrasi lokal atau translok sejak tahun 1960. "Tahun 1964, orangtua saya membuka lahan Tanjung Lesung, bersama 350 warga lainnya dari Majalengka. Waktu itu, setiap orang mendapat jatah lahan 2 hektare," katanya. Sekitar 30 tahun kemudian, BWJ masuk ke Pandeglang (1994). Warga pun akhirnya dilarang untuk memasuki kawasan Tanjung Lesung. "Sekarang, waktunya kami merebut hak, karena kami punya bukti kuat. Bukti surat girik ada, dan kami kumpulkan dari saudara-saudara kami. Kami siap untuk mempertahankan hak atas kepemilikan lahan di Tanjung Lesung," ujarnya. Pihaknya berharap Pemkab Pandeglang agar memfasilitasi warga dengan administratur KEK. Warga menilai lembaga itulah yang mengetahui titik persoalan sengketa lahan tersebut. "Kami minta pemerintah bisa membongkar dokumen lahan BWJ dengan luas hampir 1.500 hektare," ucap Hasanudin. General Manager Tanjung Lesung, Widiasmanto mengatakan, soal sengketa lahan masih berproses. Meski begitu, kehadiran Tanjung Lesung ini punya niat membangun. "Kami pun ikut menghibahkan lahan ke Pemkab untuk perluasan pembangunan. Soal sengketa lahan, itu masih berproses. Masing-masing pihak memiliki bukti," ucap Widiasmanto. (IF)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x