KABAR BANTEN – Banjir yang melanda Kota Serang sejak Senin 28 Februari 2022 malam hingga Selasa 1 Maret 2022 salah satunya disebabkan meluapnya air di Kali Cibanten.
Hal itu diungkapkan Wali Kota Serang Syafrudin saat meninjau daerah-daerah yang terkena banjir. Selain luapan Kali Cibanten, arus air sungai juga diperparah dengan adanya luapan dari luapan sungai Sindangheula di Kabupaten Serang.
Kali Cibanten dalam beberapa tahun menjadi perhatian kalangan aktivis lingkungan dan akademisi. Dalam catatan Kabar Banten pada 1 April 2019 sejumlah rektor universitas di Kota Serang mencanangkan pembentukan Forum Perguruan Tinggi Peduli Kali Cibanten.
Tujuan dari forum ini, yakni menjadikan Kali Cibanten menjadi bersih seperti di masa lalu, dimana kali Cibanten menjadi sumber peradaban, perdagangan dan lain sebagainya.
Pembentukan forum ini didasari kondisi aliran kali Cibanten yang sangat buruk, kumuh dan kotor. Kalangan kampus berupaya memberikan edukasi dan membawa perubahan kepada masyarakat sekitar untuk menjaga lingkungan dan bisa memberikan kesadaran kepada masyarakat dalam merawat sungai Cibanten.
Bagaimana sejarah Kali Cibanten? Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Kali Cibanten merupakan jalur transportasi Kesultanan Banten. Pemanfaatan jalur sungai tersebut telah berlangsung sejak Banten masih di bawah Kerajaan Sunda dan tetap berlangsung hingga Banten menjelma menjadi kesultanan.
Baca Juga: BREAKING NEWS: Kota Serang Dikepung Banjir, Diguyur Hujan Deras Sejak Dini Hari
Untuk mendukung kelancaran transportasi air, dibangun pula kanal-kanal. Perkembangan ini mencapai puncaknya pada abad XVIII dimana kota dan sekitarnya banyak dilalui kanal sungai yang dapat dilayari perahu (Michrob, 1993: 78).
Contoh pembuatan jalur kanal di Banten yaitu pembuatan saluran air dari Sungai Untung Jawa hingga Pontang yang dilaksanakan pada tahun 1660. Pada tahun 1670 dibuat pula saluran dari Tanara hingga Pontang.
Daerah tersebut makin berkembang dengan adanya kanal yang difungsikan sebagai jalur transportasi dan untuk mengairi daerah sekitarnya sehingga tumbuh menjadi daerah penghasil pangan bagi Banten (Untoro, 2007: 162).
Baca Juga: Kawasan Banten Lama Terendam Banjir, Tergenang Air Mirip Lautan, Begini Kondisinya
Mengenai fungsi sungai dan kanal, seorang wakil dari Perusahaan Hindia Timur, Edmund Scott, pernah menetap di Banten dari bulan Mei 1603 hingga Oktober 1605.
Ia menuangkan banyak cerita mengenai kehidupan masyarakat Banten, salah satunya adalah mengenai transportasi air. Menurut kesaksiannya, di Banten banyak mengalir sungai kecil dan juga terdapat sebuah jalur yang baik bagi kapal-kapal untuk berlayar.
Fungsi Kali Cibanten yang digunakan sebagai jalur transportasi masih berlangsung hingga berpuluh-puluh tahun kemudian. Hal tersebut seperti yang dituliskan oleh Cortemunde, seorang Denmark yang tinggal di Banten.
Ia menerangkan bahwa sepanjang abad ke- 17, daerah Kelapa Dua yang dapat ditempuh dengan menggunakan kapal merupakan wilayah yang terkenal sebagai penghasil gula dan arak. Wilayah tersebut merupakan pemukiman orang Tionghoa yang bekerja sebagai petani tebu. Ia juga menambahkan bahwa pada tahun 1678 Sungai Cibanten masih merupakan urat nadi yang penting (Rahardjo, 2015: 4).
Baca Juga: Peringatan Dini! BMKG: Waspada!, Wilayah di Banten Ini Berpotensi Dilanda Hujan dalam 2 Hari Kedepan
Pada masa selanjutnya, peran Kali Cibanten sebagai salah satu jalur transportasi air di Banten mulai ditinggalkan oleh masyarakat penggunanya. Proses irigasi dan pengendapan terus berlangsung hingga sungai dan kanal yang ada di wilayah Banten berubah menjadi rawa, bahkan menjadi daratan karena pendangkalan.
Sejak awal abad ke-18 para sultan mulai menggunakan kereta-kereta kuda yang didatangkan dari Batavia (Guillot, 2008:88 – 90).
Namun kejayaan sarana transportasi melalui jalur kanal telah melahirkan sejumlah cagar budaya di aliran Kali Cibanten. Yakni Situs Gua Banten Girang, Temuan Gua di Kaujon, Masjid Kuno Kaujon, Gedung Juang 45, Karesidenan, Makam dan Masjid Kenari, Makam kuno Kampung Karedenan, Masjid Kasunyatan, dan Keraton Kaibon.
Kali Cibanten yang pada awalnya menjadi urat nadi dalam transportasi air kian ditinggalkan oleh penggunanya.
Pada masa kini, Kali Cibanten telah kehilangan fungsi aslinya, yaitu sebagai jalur transportasi air. Kemudian kondisi sungai yang makin dangkal dan menyempit disebabkan adanya pengendapan material dari Gunung Karang yang ikut terbawa arus air, misalnya lumpur.
Belum adanya perhatian serius dan pemerintah daerah menyebabkan Kali Cibanten lebih dikenal dengan kekumuhannya, sampah yang menggunung dan bangunan di bantaran kali.
Meluapnya Kali Cibanten yang menyebabkan banjir semoga menyadarkan akan pentingnya memelihara Kali Cibanten, selain menjaga lingkungan juga nilai historisnya mencapai kejayaan pada Kesultanan Banten.***