Sejarah Masjid Raya Al Bantani Kompleks Perkantoran Pemerintah Provinsi Banten Megah Terbesar di Banten

26 Februari 2024, 17:32 WIB
Sejarah Masjid Raya Al Bantani Kompleks Perkantoran Pemerintah Provinsi Banten Megah Terbesar di Banten /Kabar Banten/

KABAR BANTEN – Bertepatan dengan ulang tahun ke-10, Provinsi Banten meresmikan sebuah masjid megah sebagai pusat kegiatan keagamaan di Kompleks Perkantoran Pemerintah Provinsi Banten. 

Masjid tersebut diberi nama sesuai dengan nama provinsinya dalam bahasa Arab, yaitu Masjid Raya Al-Bantani.

Masjid Raya Al-Bantani merupakan masjid raya bagi Provinsi Banten, ketika pembangunan selesai, masjid ini menjadi masjid terbesar dan termegah di Provinsi Banten.

Dengan adanya masjid ini diharapkan n menjadi tempat ibadah secara berjamaah, keberadaan masjid juga dijadikan sebagai pusat pendidikan dan penyebaran Islam secara menyeluruh.

Baca Juga: Mall ini Mendapatkan Berkah Karena Memuliakan Masjid Indah dan Megah di Rooftopnya, Ada Miniatur Ka'bah


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Mang Dhepi, berikut sejarah Masjid Raya Al Bantani.

Dengan peresmian masjid raya tersebut di harapkan secara tidak langsung dapat meningkatkan silaturahmi antar pegawai yang ada di Provinsi Banten.

Masjid Raya Al-Bantani terletak di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) di Jln. Palima, Kecamatan Curug, Kota Serang, Provinsi Banten.

Bertepatan dengan ulang tahunnya yang kesepuluh, Provinsi Banten meresmikan Masjid Raya Al-Bantani oleh Gubernur Banten Ratu Atut Choosiyah pada hari senin tanggal 4 Oktober 2010.

Setelah proses pembangunannya dimulai sejak Januari 2008, bersamaan dengan acara peresmian masjid, Gubernur Banten juga meresmikan peluncuran 30 ribu Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani, dan juga melepas petugas tim pembimbing haji daerah Banten.

Dari luar masjid tampak menggabungkan gaya khas arsitektur Turki Uthmaniyyah dan lokal Banten.

Pengaruh gaya Turki Uthmaniyyah dapat dilihat pada penggunaan empat menara di setiap sudut yang mengelilingi bangunan di empat penjuru yang menyatu dengan bangunan utama itu sendiri.

Bentuk ini mengingatkan pada bentuk Masjid Sultan Ahmed di Istanbul. Adapun bagian atap menggunakan kombinasi gaya Nusantara yang diwakili oleh atap limas tumpang tiga serta gaya Arab dengan keberadaan kubah di ujung atap eklektik gaya seni campuran antara Indonesia, Timur Tengah dan Eropa.

Model atap masjid ini seperti yang terdapat di Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang. Di dalam akan terasa sangat lapang karena tidak menggunakan tiang penyangga.

Kalaupun ada ruang yang tertutup oleh lantai atas, hanya sekitar seperlima dari luas ruang keseluruhan.

Plafon masjid yang sengaja dibiarkan polos dengan menampilkan rangka besi penyangga atap beralur mengerucut ke atas semakin menambah kesan artistik.

Seni ukir kayu jati yang mengombinasikan kaligrafi huruf Arab dan motif khas Jawa mendominasi dinding depan, mulai dari ornamen hias di dinding, pigura, mihrab, hingga mimbar.

Masjid ini juga dilengkapi fasilitas penunjang dalam rangka aksebilitas penyandang cacat.

Beberapa bagian lantai bangunan dan pintu masuk yang dibangun dengan tujuan tersebut diberi ciri khusus.

Mengingat hasil akhir keseluruhan bangunan tampak nyaris sempurna, banyak yang tidak menyangka jika masjid ini dibangun dengan proses pembangunan fisik yang relatif cepat.

Sebuah mahakarya teknis yang menciptakan detail keindahan dalam balutan religiusitas.

Bangunan masjid memiliki luas 14.000 m2, diatas tanah seluas 2,8 hektar, terdiri dua lantai, lantai satu dengan luas sekitar 5000 m2 akan digunakan untuk keperluan shalat dengan kapasitas tampung 10.000 jamaah, lantai dasar (basement) akan dijadikan sebagai pusat kajian Islam yang terdiri dari 2 gedung serbaguna, 1 auditorium, dan 1 perpustakaan, sekretariat masjid, tempat wudhu dan ruangan untuk keperluan lain.

Pada bagian bangunan juga disiapkan ruang setengah lantai (mezanin) yang difungsikan sebagai tempat jamaah wanita, tempat wudu dan penyimpanan prasarana masjid.

Sementara 4 menara setinggi 46 meter juga dibangun sebagai simbol masjid serta keperluan untuk melihat pemandangan serta difungsikan untuk utility dan sarana air bersih.

Untuk kebutuhan selain menggunakan PDAM, juga disiapkan 2 sumur artesis dan cadangan air dari kolam penampungan atau waduk KP3B.

Fasilitas lain juga disiapkan dalam rangka aksebilitas penyandang cacat, semisal di beberapa bagian lantai bangunan dan pintu masuk dibuat dengan ciri-ciri khusus dan sengaja didesain agar diketahui dan bisa digunakan dengan mudah oleh para tunanetra dan penyandang cacat lainnya.

Penamaan Masjid Raya untuk Provinsi Banten ini pada awal nya sempat menimbulkan polemik.

Ketika bergulir wacana untuk menamakan masjid tersebut dengan memakai nama Masjid Raya Al-Chosiah diambil dari nama gubernur Banten Ratu Atut Chosiah.

Serta beberapa nama lain yang di usulkan diantaranya Al Chosiin, Baitul Chosiin, Al Chosiyain, Masjid Raya Nawawi, Al-Bantani dan Masjid Al-Chosiyah Al Bantani.

Sampai kemudian Gubernur Banten Mengeluarkan surat ketetapan No. 451.2/Kep.546-Huk/20I0 tanggal 4 Oktober 2010 tentang Penetapan Masjid Raya Al Bantani sebagai nama Masjid Raya Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.

Seperti pada nama seorang ulama Banten yang pernah menjadi Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi Al-Bantani. Nama ini sekaligus penghormatan kepada beliau.

Baca Juga: Menguak Sejarah Masjid Pacinan Tinggi Dermayon Banten yang Menyisakan Puing Akulturasi Budaya


Itulah sejarah berdirinya Masjid Raya Al Bantani yang berlokasi di Kompleks Pemerintahan Provinsi Banten yang menjadi kebanggaan masyarakat Banten.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi

Tags

Terkini

Terpopuler