Jadi Tameng Korporasi, Ada Aktivitas 'Moneylenders' Dibalik Koperasi

4 April 2024, 11:40 WIB
Sekretaris MES Banten Efi Syarifudin memberikan penjelasan mengenai koperasi yang seringkali dijadikan sebagai tameng untuk mendirikan korporasi. Termasuk pemberi pinjaman uang atau moneylenders berkedok koperasi. /Dok Pribadi Efi Syarifudin/

KABAR BANTEN - Kemudahan perizinan pembentukan koperasi di Indonesia setelah adanya pembaruan aturan Omnibus Law, khususnya di daerah seringkali dijadikan sebagai tameng atau disalahgunakan oleh sejumlah oknum untuk mendirikan korporasi.

Bahkan, tidak jarang segelintir orang memanfaatkan koperasi untuk dijadikan usaha simpan pinjam jasa keuangan atau 'moneylenders.'

Sekretaris Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Banten Efi Syarifudin mengatakan, dengan maraknya bank keliling atau koperasi simpan pinjam (Kosipa) di Banten harus menjadi perhatian pemerintah daerah.

Baca Juga: Kabupaten Serang Bakal Punya Raperda Omnibus Law Desa, Begini Progresnya

Apalagi, dengan adanya Omnibus Law yang membuat perizinan pendirian Kosipa lebih mudah dibandingkan dengan aturan sebelumnya.

"Karena omnibuslaw ini izinnya jadi mudah, yang tadinya harusnya 20 orang (Anggota), sekarang hanya 9 orang sudah bisa. Makanya, kami pun agak was-was ketika izin Kosipa ini dipermudah. Ada rentenir dibalik koperasi," katanya, Rabu 3 April 2024.

Menurut dia, sejauh ini segelintir oknum telah memanfaatkan Kosipa dan menjadikannya sebagai tameng untuk menutupi aktivitas peminjaman uang atau 'moneylenders.'

Bahkan, apabila ditelaah dan diamati, sebetulnya lebih banyak Kosipa yang sebenarnya adalah korporasi, dan jauh dari prinsip koperasi yang sebenarnya.

"Kosipa selama ini menjadi tameng aktivitas moneylenders. Jadi, ini perlu dilakukan evaluasi oleh pemerintah. Jangan-jangan selama ini mereka tidak memiliki anggota koperasi, dan hanya punya nasabah," ujarnya.

Meski demikian, dia mengaku, bank keliling masih menjadi pilihan utama masyarakat kecil di daerah, karena kemudahannya serta masif dalam penawaran jasa keuangan mereka.

"Kemudian, literasi terhadap keuangan formal di masyarakat rendah. Terutama, inklusi lembaga keuangan formal," tuturnya.

Hal itu dibuktikan dengan hasil survey Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2023 menyatakan jika Banten masih berada di posisi 38 persen terhadap literasi keuangannya.

Jauh dari angka rata-rata nasional yang mencapai 45 persen, dengan begitu menggambarkan bahwa di Banten literasi keuangan masyarakatnya masih rendah.

Baca Juga: Kabupaten Serang Bakal Punya Raperda Omnibus Law Desa, Begini Progresnya

"Ya, tadi itu terutama inklusinya, seperti di Kabupaten Pandeglang yang inklusinya masih sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain di Banten. Bisa dilihat dari jumlah kantor perbankan atau bank di wilayah Pandeglang yang sangat sedikit," ucapnya.

Pemerintah Daerah, melalui Dinas Koperasi, kata dia, seharusnya bisa melihat serta menilai, mana koperasi yang benar-benar koperasi, dan mana korporasi yang berlindung dibalik koperasi.

"Memang tidak mudah, tapi di lapangan bisa dilihat dari laporan keuangan, seperti jumlah simpanan anggota, karena kalau ada pembiayaan lebih dari simpanan, sebetulnya itu adalah korporasi," ujarnya.***

 

Editor: Yandri Adiyanda

Tags

Terkini

Terpopuler