Baca Juga: Terungkap! Data Nakes Belum Terhubung Dukcapil, KPK Soroti Pendataan, KPC-PEN Akui Ini
Dia mengungkapkan, tongkat komando lebih banyak ditinggal atau tidak dibawa agar komunikasi yang dibangun tidak kaku. Simbol jabatan tersebut, bisa menjadi pembatas antara dirinya dengan anggota maupun masyarakat dalam berinteraksi.
Baca Juga: Kepala BPBD Pandeglang Tiba-tiba Mundur, Bupati Irna : Kemauan Sendiri tanpa Paksaan
“Saya jarang bawa tongkat komando memang. Supaya komunikasi cair, ngobrol sama anggota juga gak kaku. Apalagi kalau ketemu ulama, para tokoh dan kasepuhan, saya gak bawa tongkat komando. Ya itu, saya tidak mau ada sekat dengan masyarakat,” kata Irjen Pol Rudy Heriyanto.
Baca Juga: Masjid Asmaul Husna Gading Serpong, Dihiasi 99 Nama Allah di Dinding, Hasil Karya Hebat Ridwan Kamil
Kapolda yang kini dikenal dengan istilah Pendekar Banten itu, seolah menganggap tongkat komando merupakan simbol jabatan yang harus pertanggungjawabkan dengan kinerja. Bukan ditunjukan atau sekadar dibawa agar orang tahu jabatannya.
Baca Juga: 5.134 Nakes di Banten Batal Divaksin Covid-19
Namun, dia mengecualikan acara-acara kebesaran atau bersifat formal. Sebab, tongkat komando merupakan alat kelengkapan lainnya.”Kecuali acara formal atau acara kebesaran, harus saya bawa. Karena itu kan alat kelengkapan lainnya dalam pakaian dinas di lingkungan kepolisian,” katanya.
Baca Juga: Mengenal Sertifikat Tanah Elektronik dan Analog, Perbedaan dan Kelebihannya
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, tongkat komando dijelaskan dalam Pasal 41 tentang kelengkapan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf e, antara lain tongkat komando.