5 Mitos Masyarakat Banten, Catatan Peristiwa di Masa Lampau, Inilah Sisi Lain dari Sejarah yang Berkembang

- 11 Agustus 2021, 05:30 WIB
Banten sebelum masuk Islam, adalah bagian dari Kerajaan Sunda yang beredar 5 mitos di masyarakatnya.
Banten sebelum masuk Islam, adalah bagian dari Kerajaan Sunda yang beredar 5 mitos di masyarakatnya. /kemdikbud.go.id

KABAR BANTEN - Kisah berlatar masa lalu yang muncul menjadi sisi lain, yang menjadi cerita tradisional atau mitos yang berkembang di masyarakat Banten

Dalam cerita yang berkembang di masyarakat Banten, mitos timbul sebagai catatan peristiwa sejarah di masa lalu.

Dikutip kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari humaspdg.wordpress.com, berikut 5 mitos yang berkembang di masyarakat Banten:

Baca Juga: 5 Kampung di Banten Lama, Saksi Jejak Kejayaan Abad ke-16, Pemukiman Penduduk Berbagai Suku Bangsa

1. Mitos Nyi Roro Kidul

Banten Selatan, langsung dengan Samudra Indonesia. Di wilayah ini, masyarakat mengenal sebuah mitos tentang Nyi Roro Kidul. 

Cerita Nyi Roro Kidul, bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari eksistensi Kerajaan Sunda. 

Maka, jangan heran jika kisah penguasa laut selatan ini berbeda dengan cerita yang dikenal masyarakat pantai selatan di luar Banten Kidul, seperti di daerah Yogyakarta.

Cerita ini begitu legendaris dan sangat kuat terpatri di hati masyarakat Lebak selatan, yang memang bersinggungan langsung dengan laut selatan.

Meski, tidak relevan dengan Kesultanan Banten yang berdiri tegak Kerajaan Sunda di wilayah Banten Selatan.

 

2. Mitos Kampung Kecirebonan

Sebuah kampung bernama Kecirebonan, cerita mitos yang diduga paling tua, pada masa awal Islamisasi daerah Banten.

Kampung ini didirikan oleh Kibuyut ‘Afil atas perintah Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, atau satu dari Wali Songo (sembilan wali).

Dalam kisahnya, Kibuyut ‘Afil pergi dari Cirebon ke Banten atas bimbingan gaib Sinuhun Panembahan Maulana Syarif Hidayatullah. 

Setibanya di Banten, Kibuyut ‘Afil mulai mencari sebuah tempat untuk dijadikan tempat tinggal Syarif Hidayatullah.

Dari Cirebon, Syarif Hidayatullah melemparkan sebuah tongkat ke arah Banten, seiring dengan keberangkatan Kibuyut ‘Afil.

Tongkat tersebut, jatuh di sebuah tempat yang bernama Kecirebonan. Di tempat inilah, Kibuyut ‘Afil mendirikan tempat tinggal untuk Syarif Hidayatullah.

Ketika tiba di Banten untuk mengislamkan daerah ini, Syarif Hidayatullah tinggal di kampung ini.

Sampai akhirnya, Syarif Hidayatullah meninggalkan Banten dan kembali Cirebon setelah memandang anaknya, Maulana Hasanudin, cukup ilmu untuk menyebarkan agama Islam.

Sementara, kampung Kecirebonan sebagai tempat tinggal Syarif Hidayatullah, terus dijaga oleh Kibuyut ‘Afil sampai ia meninggal dunia.

 

3. Mitos Prabu Pucuk Umun

Sebuah mitos tentang Prabu Pucuk Umun yang berkembang di masyarakat Lebak, dikenal dengan nama tubuy.

Tidak lain cerita pantun yang dituturkan secara lisan, dengan isi cerita ini mengacu kepada nama tempat yang sangat dikeramatkan di Banten Selatan.

Tempat itu dipergunakan untuk memperingati peristiwa kekalahan Prabu Pucuk Umun oleh Maulana Hasanudin. 

Prabu Pucuk Umun merupakan wakil Raja Sunda untuk daerah Banten dan leluhur para puun suku Baduy.

Singkat cerita, Prabu Pucuk Umun kalah adu ayam sebagai jenis pertandingan yang disepakatinya dengan Maulana Hasanuddin.

Sesuai kesepakatan, Prabu Pucuk Umun seharusnya memeluk Islam dan mengikuti menjadi pengikut Maulana Hasanudin yang memenangkan pertandingan itu.

Namun, Prabu Pucuk Umun justru memilih memusnahkan diri dengan berubah menjadi burung beo.

Burung beo jelmaan Prabu Pucuk Umun itu, kemudian terbang agar tidak ditangkap Maulana Hasanudin. 

Prabu Pucuk Umun akhirnya mengembara, yang kemudian melihat hamparan pasir yang disebut Cikeusik dan tertarik untuk turun kembali ke bumi. 

Namun ketika mendarat di bumi, burung beo itu menjelma kembali menjadi Prabu Pucuk Umun.

Setelah menjadi manusia kembali, Prabu Pucuk Umun menemukan sisa-sisa rakyatnya yang tidak mau masuk Islam.

Mereka mendirikan perkampungan baru di daerah Banten Selatan, tepatnya di daerah Lebak. 

Berdasarkan cerita ini, sebagian masyarakat Lebak menamakan tempat tersebut dengan Cibeo.

Sementara, tempat Pucuk Umun mendirikan perkampungan baru dinamai sebagai Cikartawana.

 

4. Mitos Pangeran Aryadilla

Bukan hanya mitos tentang masa transisi dari kekuasaan Hindu ke Islam. Namun, juga terdapat mitos yang hidup di sebagian masyarakat ketika sudah berdiri Kesultanan Banten. 

Ada mitos yang menceritakan tentang faktor yang mendorong majunya Kesultanan Banten.

Mulai dari mitos yang bercerita kesaktian kerabat sultan, hingga cerita yang ditujukan untuk menutup-nutupi perilaku penguasa Banten.

Masyarakat di daerah Banten mengenal sebuah cerita rakyat yang mengisahkan seorang tokoh bernama Pangeran Aryadillah.

Keberadaan tokoh ini didukung oleh adanya dua makam di lokasi berbeda, yang diyakini sebagai makam Pangeran Aryadillah. 

Makam pertama terletak di Banten dan yang satu lagi terdapat di Palembang. Namun sampai saat, meninggalnya Pangeran Aryadillah melahirkan silang pendapat. 

Sebagian masyarakat berkeyakinan bahwa memang sudah meninggal, namun sebagian lain menganggap bahwa Pangeran Aryadillah belum meninggal melainkan ngahyang ke alam gaib.

Pangeran Aryadillah diceritakan merupakan putra seorang raja di Banten yang tidak tahu siapa ayahnya.

Sampai kemudian bercerita kepada Maulana Hasanuddin atau Sultan Hasnudin. Setelah mendengar penuturannya, Sultan Hasnudin meminta membuktikannya.

Pangeran Aryadillah diminta untuk merontok seluruh daun beringin dari pohonnya, tanpa tersisa sehelai pun.

Permintaan itu disanggupinya, dan bertapa di bawah pohon beringin tersebut.

Dalam pertapaannya itu, ia meminta bantuan kepada ibu dan kakeknya agar kesaktiannya bisa merontokkan seluruh daun pohon beringin itu. 

Dengan kesaktiannya, pohon beringin itu ditiup hingga seluruh daunnya rontok. Namun hebatnya, tak ada sehelai pun daun yang rusak atau tertinggal dari pohonnya. 

Setelah berhasil menjawab tantangan Hasnudin, Aryadillah akhirnya diakui sebagai anak raja Banten dan namanya menjadi Pangeran Aryadillah.

Setelah diakui sebagai anak raja Banten, Pangeran Aryadillah akhirnya diberi tugas untuk mengusir semua dedemit di sekitar keraton.

Setelah itu, tugas berikutnya adalah mengusir dedemit di perairan Teluk Banten. Sampai sekarang, petilasannya dikenal dengan sebutan Karang Hantu.

 

5. Mitos Pindahnya Simbol Kekuasaan Cirebon ke Banten

Mitos pindahnya simbol kekuasaan Cirebon ke Banten, diawali keputusan para wali untuk menghukum mati Syeh Lemah Abang.

Paham Syeh Lemah Abang yang berbeda, dianggap sangat berbahaya jika diajarkan kepada kaum muslimin yang awam.

Dengan menggunakan keris Kantanaga milik Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus menusuk tubuh Syeh Lemah Abang sampai meninggal dunia.

Suara gaib itu berkata, “Bahwa Cirebon akan menjadi negara merdeka sampai anak-cucu, tetapi nanti jika telah datang kerbau putih, anak-cucu harus tahu sendiri”.

 

Sunan Gunung Jati bahkan membenarkan ramalan suara gaib itu, hingga akhirnya terjadi pada generasi kesembilan keturunannya.

Dalam Babad Cirebon dikisahkan, terjadilah perkawinan antara Ratu Ayu dan Ratu Bagus Faseh. 

Ratu Ayu merupakan anak Sunan Gunung Jati sekaligus bekas istri Sultan Demak. 

Pernikahan itu melahirkan seorang putri yang bernama Ratu Nawati Rarasa yang kemudian dinikahi oleh Pangeran Dipati Pakungja, anak Pangeran Pasarean.

Baca Juga: Sejarah Singkat Kota Serang, Pusat Pemerintahan Sejak Abad 16, Amanat Pembentukan Provinsi Banten

Mereka kemudian memiliki putra yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Ratu. Setelah Sunan Gunung Jati meninggal dunia, kekuasaan atas Cirebon diserahkan kepada Panembahan Ratu.

Pada masa itu, Mesjid Agung Cirebon terbakar dan bagian atas masjid itu (momolo) meloncat menuju Banten.

Lalu berdirilah Kesultanan Banten yang mengalami perkembangan begitu pesat. Sebaliknya dengan Cirebon, sejak peristiwa itu mengalami kemunduran.

Hal itu diitandai dengan takluknya Panembahan Ratu atas Sultan Mataram. Selain takluk kepada Sultan Mataram, ia pun kemudian menjadi bayangan penguasa Banten.***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: humaspdg.wordpress.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah