Beliau merupakan salah satu dari 9 Wali Songo dan ibunya yang bernama Nyi Kawunganten.
Ia adalah putri dari Prabu Surosowan. Dan ketika Prabu Surosowan jatuh sakit ia menderita penyakit yang sangat parah, banyak tabib yang didatangkan ke istana untuk mengobati penyakit beliau.
Berbagai macam pengobatan dan ramuan dari dedaunan yang didatangkan dari Gunung Karang, Pulosari, Paseban, dan Pinang.
Tetapi semuanya berakhir sia-sia, walaupun sudah berupaya untuk mendatangkan tabib-tabib ternama dari seluruh Banten.
Akhirnya Prabu Surosowan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya berpesan kepada istrinya, "Wahai istriku, tolong jaga anak-anakku terus pegang teguh dan lestarikan Sunda Wiwitan. Dan jadikan Sunda Wiwitan sebagai pedoman hidup rakyat dan anak cucu kita".
Sang istri, Nyi Kawunganten menurunkan kepercayaan Sunda Wiwitan sebagai pedoman hidup anak cucu dengan bersungguh-sungguh.
Memegang teguh ajaran Sunda Wiwitan dan akan terus menjaganya hingga akhir hayat ketika Prabu wafat pemerintahan Banten diwariskan kepada putranya yaitu Arya Surajaya atau yang lebih dikenal dengan Prabu Pucuk Umun.
Oleh karena itu selama masa pemerintahan Prabu Pucuk Umun yang meliputi Banten Girang atau Banten Hulu di bawah Kerajaan Pajajaran, masih menganut agama Sunda Wiwitan.
Prabu Arya Surajaya menjalankan wasiat itu dengan penuh kesungguhan.