Budaya Urang Kanekes Sebagai Penerus Tradisi Suku Baduy di Banten Selatan

- 24 Januari 2024, 14:26 WIB
Sejumlah warga Suku Baduy Luar menyeberangi sungai melalui jembatan bambu
Sejumlah warga Suku Baduy Luar menyeberangi sungai melalui jembatan bambu /

 

KABAR BANTEN - Orang dari Desa Kanekes adalah sekelompok Suku Sunda ras Melayu muda yang menjalankan kehidupan secara damai menyatu dengan alam di Banten Selatan.

Di area seluas 5101,85 hektar kelompok masyarakat Baduy terbagi dalam tiga kelompok yaitu Baduy Dalam, Baduy Luar dan Baduy Pajeroan.

Untuk membedakan kelompok-kelompok tersebut dapat dilihat dari ikat kepalanya, pria Baduy Dalam menggunakan ikat kepala putih.

Sementara pria Baduy Luar dan Pajeroan mengenakan ikat kepala warna biru tua dalam corak batik.

Baca Juga: Kisah Pangeran Astapati, Sang Panglima Perang Kesultanan Banten dari Kanekes Baduy


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Mang Dhepi Channel, berikut Sejarah Orang Kanekes sebagai Penunggu Gunung Kendeng di Banten Selatan.

Warga Baduy Dalam menempati tiga kampung (tangtu telu) yang masing masing mempunyai fungsi dan tugas khusus.

Warga kampung Cikartawana (Tangtu Kudu Kujang) lebih berfungsi dalam hal pertahanan serta terkenal dengan hasil kerajinan tangannya yang terbaik.Dan kecendrungan pada pengobatan (dukun).

Warga kampung Cibeo (Tangtu Parahiyang) menjalankan berbagai urusan sosial dan kebudayaan. Dan Kecendrungan pada Pertanian.

Sementara warga kampung Cikeusik (Tangtu Pada Ageung) lebih pada kegiatan keagamaan dan upacara adat penting lainnya.

Upacara ritual Muja di Sakaka Domas, tempat tersuci orang Baduy, merupakan tugas kepala adat (Pu’un), Kampung Cikeusik berserta perangkat adatnya.

Kepala Desa dikenal dengan sebutan Jaro Pamarentah berkedudukan di Cigowel, Kaduketug, penghubung antara pemerintah RI dengan Kepala Adat Baduy.

Dipilih serta diangkat berdasarkan musyawarah yang disetujui oleh ketiga Pu’un setelah berkonsultasi dengan Tangkesan (dukun) yang berkedudukan di Kampung Cicatang.

Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Baduy adalah “Pu'un” yang ada di tiga kampung. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya.

Jangka waktu jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat kapu'unan (kepu'unan) dilaksanakan oleh jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah.

Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya.

Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes.

Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro dua belas.

Pimpinan dari jaro dua belas ini disebut sebagai jaro tanggungan.

Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung.

Parekan yaitu bertugas sebagai pembantu pribadi Puun untuk urusan rumah tangga.

Girang Serat yaitu hulu menunjukkan bahwa jabatan tersebut dekat sekali dengan Puun.

Tugas Girang Serat antara lain mengurus tata laksana adat kependudukan dan wakil Puun dalam melaksanakan beberapa upacara pertanian.

Baresan Salapan adalah dewan penasehat, terdiri atas orang-orang tua, mereka memberikan nasihat kepada Puun baik diminta ataupun tidak.

Terutama dalam hal penggantian Puun menerima tamu yang akan menginap dan dalam berbagai pelaksanaan upacara adat.

Adapun Jaro Tangtu di setiap Kampung tangtu terdapat satu orang bertugas sebagai pengawas pelaksana adat warga Baduy Dalam, bersama-sama dengan Girang Serat sering kali menjadi utusan Puun keluar Desa Kanekes.

Adapun Tangkesa yaitu peramal bertugas melakukan ramalan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Baduy seperti dalam bidang pertanian, bencana alam, mengobati orang yang sakit dan sebagainya.

Kokolot atau ketua yaitu penanggung jawab pemerintahan di tiap Kampung Penamping, ia harus benar-benar dapat dipikolot atau dijadikan sesepuh oleh warganya di samping bertugas sebagai pejabat pemerintahan Ia pun harus mampu bersikap sebagai seorang ayah.

Palawari parawari atau pembantu pesuruh atau perantara artinya bertugas membantu berbagai persiapan upacara adat.

Siapa yang tidak penasaran dengan pernikahan masyarakat adat Baduy Dalam.

Pernikahan di Baduy terdapat sebuah proses yang bukan main-main yang dijalankan oleh kalangan warga Baduy.

Karena setelah menikah pasangan suami istri tersebut mau tidak mau harus sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.

Oleh karena itu sebelum adat pernikahan berlangsung ada serangkaian proses adat yang harus dijalankan oleh calon mempelai laki-laki.

Adapun proses sebelum pernikahan tersebut melalui tiga proses, yaitu lamaran yang diajukan dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan.

Lamaran pertama diajukan untuk mengungkapkan keinginan meminang anak perempuan setelah 8 bulan, kemudian lamaran kedua diajukan.

Lamaran kedua merupakan bukti kesungguhan keluarga laki-laki menikah dengan perempuan. Lamaran keluarga itu selang 5 bulan.

Lamaran ketiga diajukan kembali dan jika disetujui pernikahan dapat segera dilangsungkan.

Ketiga lamaran ini harus dilalui oleh setiap warga Baduy yang akan melangsungkan pernikahan terutama di Badui Dalam.

Untuk Baduy Luar banyaknya lamaran bisa kurang dari 3 kali, selama masa lamaran ini pinangan laki-laki masih mungkin ditolak.

Selama masa lamaran warga Baduy menjalani bobogohan atau yang dikenal sekarang sebagai pacaran.

Bobogohan di Baduy merupakan perkenalan antara laki-laki dan perempuan yang akan menikah atau dinikahkan.

Laki-laki mengunjungi perempuan calon istrinya tetapi kedatangan laki-laki ini tidak boleh sendirian, tidak boleh berduaan.

Selain itu, laki-laki harus membantu calon mertuanya bekerja di ladang, orang tua perempuan akan menilai kerja calon menantunya, apakah layak untuk mendampingi putrinya.


Perjodohan masih menjadi kebiasaan Suku Baduy untuk mendapatkan pasangan bagi anak mereka.

Dan beberapa keluarga akhir-akhir ini mulai membebaskan anak mereka untuk memilih pasangan hidup masing-masing.

Penentuan jodoh bagi anak hanya melibatkan ayah saja, Ibu jarang diikut sertakan, apalagi anak jarang diajak berbicara tentang perjodohan.

Warga Baduy yang masih muda belum boleh menikah, sedangkan bagi warga Baduy Dalam pernikahan adalah sekali untuk seumur hidup.

Mereka tidak mengenal perceraian, perceraian hanya terjadi jika salah satu meninggal dunia.

Baduy Luar mengizinkan adanya perceraian tanpa kematian. Adat Baduy juga melarang poligami atau poliandri.

Baca Juga: Situs Banten Girang, Purbakala Peninggalan Sunda yang Berkaitan Erat Dengan Suku Baduy

Itulah budaya suku Baduy yang mengambarkan kehidupan bermasyarakat secara arif, damai, dan bijaksana serta menjaga keseimbangan alam.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah