Pesan untuk Politisi Pasca Pileg 2024: Demokrasi tak Sekadar Perebutkan Tahta, Tapi Jangan Lupakan Hal Ini

- 11 Maret 2024, 10:15 WIB
Ahmad Nuri saat membagikan buku karangannya yang berjudul Demokrasi tak Sekadar Tahta kepada Menag Yaqut Cholil Qoumas
Ahmad Nuri saat membagikan buku karangannya yang berjudul Demokrasi tak Sekadar Tahta kepada Menag Yaqut Cholil Qoumas /Dok Ahmad Nuri

KABAR BANTEN – Hiruk pikuk perhelatan pesta demokrasi yakni Pemilu 2024, baik Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu Presiden (Pilpres) telah usai. Saat ini KPU sedang melakukan rekapitulasi hasil perhitungan suara.

Meski belum ada penetapan calon, namun perhitungan sementara sudah menggambarkan para calon yang akan terpilih nanti, baik presiden dan wakil presiden hasil Pilpres 2024 maupun anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota hasil Pileg 2024.

Sambil menunggu penetapan capres/cawapres dan caleg terpilih, pemikiran H Ahmad Nuri dalam buku dengan judul “Demokrasi tak Sekadar Tahta” ini sangat tepat. Buku yang diterbitkan Pustaka Kabar Banten pada Desember 2023 sangat relevan untuk bacaan para politisi, baik yang terpilih maupun yang gagal.

Tulisan-tulisan Ahmad Nuri yang terkumpul dalam buku “Demokrasi tak Sekadar Tahta” ini merupakan tulisan yang pernah terbit di media cetak seperti Kabar Banten, Radar Banten, dan media lain, maupun media online seperti Kompas.com.

Buku yang memuat 41 tulisan ini diramu dengan gaya penulisan yang enak dibaca, membincangkan berbagai macam persoalan dari politik, sosial dan budaya, juga isu yang membuat ramai media massa baik cetak maupun elektronik dan media sosial.

Buku “Demokrasi tak Sekadar Tahta” yang terbit bertepatan dengan tahun politik ini menjadi oase tersendiri dalam memahami demokrasi yang disuguhkan dengan bahasa yang renyah dan mengalir.

Buku ini juga tidak hanya menuliskan soal kekuasaan namun juga kritik pada kelompok tertentu  dan juga guyonan ala Gus Dur dan Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.

Gus Yaqut, dalam prolog buku ini menceriatkan saat Ahmad Nuri menyodorkan tentang buku “Demokrasi tak Sekadar Tahta”, dirinya sangat tertarik membahasnya. Mesksipun diskursus demokrasi di kalangan anggota dan pengurus Ansor menjadi menu sehari-hari.

Yang menarik yakni ulasan-ulasan dalam buku ini yakni mem­perbincangkan relasi demokrasi dengan kultur dan nilai-nilai agama. Apalagi kata Gus Yaqut, penulis buku ini, Ahmad Nuri yang berlatar belakang santri, mengenyam pendidikan tinggi, aktif di organisasi dan kini menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan sekarang menjabat Sekretaris DPRD Kota Serang ini, menambah bobot buku ini, memiliki makna yang lebih komprehensif dalam memandang demokrasi masa kini.

Ia sepakat dengan Nuri bahwa demokrasi bukan semata-mata untuk meraih tahta dan harta, tapi juga harus berfungsi sebagai alat terindah yang bisa diterima secara menyeluruh oleh semua entitas bangsa dalam mewujudkan baldatun toyibatun warobbun ghofur.

Nuri memandang sesungguhnya demokrasi Indonesia memadukan makna politik demokrasi keduanya. Yakni demokrasi Indonesia menempatkan Islam sebagai referensi tata nilai yang menggerakkan proses demokrasi itu sendiri. Islam menyediakan tahta nilai untuk diderivasi ke dalam proses demokrasi dengan terus mengembangkan kultur demokrasi yang sesungguhnya telah berkembangan dalam masyarakat Islam Indonesia.

Tak berhenti di kekuasaan

Nuri menilai saat ini model demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia pasca reformasi digulirkan ini, demokrasi yang begitu mahal ini, akan mampukah menemukan hasil yang begitu indah bagi rakyat, atau justru akan membawa rakyat pada kehancuran? Semua ini harus diuji titik maslahat demokrasi sebagai bagian dari proses sirkulasi dan transmutasi kekuasaan.

Pemahaman Ahmad Nuri yang memandang penempatan demokrasi sebagai tujuan akan menimbulkan pemberhalaan terhadap demokrasi. Sementara demokrasi menyimpan kelemahan-kelemahan yang harus ditutup dengan upaya menjadikan demokrasi sebagai alat untuk mencapai kekuasaan dan kekuasaan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Dalam pergulatan pemikirannya, Nuri mengungkap pandangan Dahl, yang banyak diderivasi tapi juga didistorsi oleh sebagian politisi bahwa demokrasi untuk demokrasi. Karena ketika memenangkan proses demokrasi mencapai tahta mereka berhenti di kekuasaan itu. Mereka tidak melanjutkan kekuasaan untuk kesejahteraan.

Akhirnya, menurut Nuri, demokrasi saat ini telah menghasilkan sesuatu yang paradoks berbeda dari nilai yang melekat dalam prinsip-prinsip dasarnya. Ekspektasi besar dari demokrasi sejatinya adalah kebebasan persamaan keadilan dan kesejahteraan namun saat ini yang baru tampak adalah ke kebebasan untuk meraih tahta atau kekuasaan dan harta.

Pesan moral mengenai demokrasi yang ditulis oleh penulisnya yang juga Ketua PW GP Ansor Banten ini menjadi gizi bagi aktivis demokrasi dan juga praktisi parpol, untuk melakukan evaluasi terhadap pemahaman demokrasi yang sempit dan pragmatis tersebut.

Bagi Nuri, seorang pemimpin yang berkuasa, harus memiliki karak­ter kerakyatan dengan orientasi mencapai tujuan utama sebagaimana termaktub dalam sila Pancasila dan pembukaan UUD 1945.

Menurut dia, konteks ini sejalan dengan ajaran Islam bahwa seorang pemimpin yang berkuasa yang dihasilkan lewat demokrasi atau syura harus mampu menciptakan al-maslahah al-ammah, melalui kebijakan dan tindakan pemimpin harus diorientasikan untuk kemaslahatan rakyat. Atau tasharuf al-imam ala ar-ra’iyah manutun bi’al maslahaha.

Momentum tepat

Sejumlah kalangan menyambut baik atas terbitnya buku ini.Rektor Untirta 2011-2015 dan 2015-2019 Prof Dr Sholeh Hidayat, M.Pd, menilai terbitnyabuku karya intelektual Ahmad Nuri ini di tengah momentum memasuki tahun politik Pemilu 2024 sangatlah tepat.

Buku Demokrasi tak Sekadar Tahta, kata Sholeh, membangunkan kesadaran kita akan pentingnya demokrasi berkualitas, demokrasi yang  menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan dan sekaligus penerima kesejahteraan, demokrasi yang bukan hanya instrumen meraih kekuasaan semata tapi lebih jauh memastikan terwujudnya demokrasi  sebagaimana pemikiran  Bung Hatta sebagai founding fathers bangsa yang memasukkan nilai- nilai asli demokrasi  Indonesia yakni kekeluargaan, kebersamaan dan sosialisme kemanusiaan. “Demokrasi bukan hanya dalam arti prosedural akan tetapi juga demokrasi yang substansial. Buku ini sangat bermanfaat sebagai referensi bagi kemajuan demokrasi di Indonesia,” katanya.

Ketua PCNU Kota Serang KH Matin Syarqowi menyatakan buku 'Demokrasi tak Sekadar Tahta' ini sangat bermanfaat menambah wawasan akan makna demokrasi kekinian. Buku yang ditulis Ahmad Nuri, aktivis dan Ketua PW GP Ansor Banten yang memiliki pengalaman sebagai birokrat, namun tak meninggalkan tradisi intelektualnya.

“Pergulatan pemikiran yang dituangkan dalam buku ini adalah jariyah ilmu yang tak bernilai melebihi segala penghargaan yang biasa dipamerkan kalangan birokrat,” katanya.***

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x