Berikut 11 Perda Kabupaten Serang yang Mandek di Provinsi Banten, Ada Sejak 2021

- 22 Maret 2024, 11:00 WIB
Kepala Bagian Risalah dan Perundang Undangan Sekretariat DPRD Kabupaten Serang Ilham Perdana saat menjelaskan sebelas perda belum selesai dievaluasi di provinsi.
Kepala Bagian Risalah dan Perundang Undangan Sekretariat DPRD Kabupaten Serang Ilham Perdana saat menjelaskan sebelas perda belum selesai dievaluasi di provinsi. /Dindin Hasanudin/Kabar Banten


KABAR BANTEN - Risalah dan Perundang Undangan Sekretariat DPRD Kabupaten Serang menyebutkan ada sebelas peraturan Daerah atau perda yang masih mandek di Provinsi Banten.

Sebelas perda dari Kabupaten Serang tersebut sedang tahap evaluasi di provinsi akan tetapi tak kunjung selesai.

Dari sebelas Perda Kabupaten Serang yang mandek di Provinsi Banten tersebut diantaranya ada yang sejak 2021.

Kepala Bagian Risalah dan Perundang Undangan Sekretariat DPRD Kabupaten Serang Ilham Perdana mengatakan, semua Raperda yang dibahas 2023 sudah selesai di Kabupaten Serang.

Hanya saja saat ini masih ada 11 perda yang mandek evaluasi di provinsi.

"Ada yang sejak 2021 termasuk perda desa," ujarnya kepada Kabar Banten saat ditemui di kantornya, Rabu 20 Maret 2024.

Ke sebelas perda tersebut yakni perda desa tahun 2021, perda pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan permukiman kumuh tahun 2021, perda keolahragaan tahun 2021, perda pendanaan penyelenggaraan pendidikan pesantren tahun 2022, perda bantuan dana dan beasiswa pendidikan tahun 2022.

Kemudian perda usaha mikro dan kecil di Kabupaten Serang tahun 2022, perda percepatan pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Serang tahun 2022, perda desa wisata tahun 2022, perda warisan budaya dan adat istiadat Kabupaten Serang tahun 2022, perda penyelenggaraan ketahanan pangan tahun 2022, dan perda pengembangan ekonomi kreatif tahun 2023.

Ilham mengatakan, evaluasi perda tersebut bukan lagi hak Pemkab Serang.

Pemkab hanya bisa mengupayakan bagaimana caranya agar perda. Usa terselesaikan.

Kendala yang terjadi di provinsi karena saat ini sudah menggunakan e perda.

Sehingga ketika ada satu persyaratan yang tidak diupload di e perda maka akan bermasalah.

Untuk menanyakan hal tersebut menjadi ranah bagian hukum, sedangkan sekretariat DPRD sudah tidak punya kewenangan lagi.

Sebab usulan tersebut menggunakan surat bupati ke gubernur.

"Ini tinggal nanti mencari apa yang kurang misalkan bisa tidak dibuatkan SK propem perda lagi untuk kemudian bisa naik lagi itu diupayakan, cuma mekanisme SK propem perda itu nanti ditandatangani ketua," ucapnya.

Namun karena ini menyangkut bagian hukum maka harus bagian hukum yang bisa menyampaikan kepada Ketua DPRD.

Nantinya akan dibuatkan reschedule jadwal untuk Kabag Hukum menghadap ke Ketua DPRD.

Akan tetapi pihaknya juga tidak bisa menjamin ketika SK sudah ditandatangani perda bisa langsung selesai.

Namun paling tidak hak itu jadi satu upaya yang dilakukan.

"Karena ini hak prerogatif provinsi," ucapnya.

Ilham mengatakan, selama ini bagian hukum sudah sering menanyakan progres perda tersebut kepada biro hukum provinsi terkait kendalanya.

Berkat upaya itu diketahui jika salah satu kendalanya karena saat ini sudah pakai sistem e perda.

"Kalau sistem itu artinya upload, misalkan kalau ini ada satu yang kurang misalkan ada risalah ini gak ada maka harus diupload lagi, kaya perda desa berapa ribu pasal jadi harus lengkap," tuturnya.

Dari sebelas perda yang mandek yang mendesak yakni perda percepatan puspemkab.

Sebab saat ini belum diparipurnakan dan belum dievaluasi provinsi.

Sementara program pembangunan puspemkab sudah berjalan.

"Maksudnya evaluasi provinsi kan dalam tanda kutip dia sebagai persetujuan secara normatif bahwa perda itu berlaku atau tidak. Yang mendesak perda Puspemkab karena kita sudah mulai pemrograman pembangunan," katanya.

Tak menutup kemungkinan dari sebelas perda itu apabila ada perubahan aturan di pusat bisa dibatalkan.

Hal itu jadi satu risiko yang harus ditanggung.

"Itu risikonya. Kaya kita dulu buat perda tentang zona pesisir begitu ada UU 23 2014 dibabat habis kan SMA SMK kita yang bangun bebaskan lahan, begitu ada UU 24 ditarikin, padahal uang APBD kita beli tanahnya. SMA Gunung sari misalnya kita yang bangun, beli lahannya dari APBD, Akper juga," ucapnya.***

Editor: Yomanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x