Perkuat Peran Pendidikan Keluarga

- 8 Oktober 2020, 11:44 WIB
Dr H Fadlullah, S.Ag, M.Si
Dr H Fadlullah, S.Ag, M.Si /Kabar Banten/Dok/

 

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan hidup kami, dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Qs. Al-Furqon [25]:74)

Doa di atas memberikan isyarat tentang konsep keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari ayah-ibu dan anak keturunan yang membentuk kesatuan. Kerluarga inti terbentuk sebagai akibat dari perkawinan dua orang dewasa, laki-laki dan perempuan, yang saling mencintai sesuai ketentuan ajaran agama. Suami menjadi pemimpin bagi isteri dan wajib memberi nafkah hidup yang layak kepada keluarga. Pasangan suam-isteri secara bersama-sama bertanggungjawab untuk mengasuh dan mendidik anak. Anak wajib taat dan berbuat baik kepada orangtua.

Dalam struktur sosial masyarakat Indonesia, terutama di Pedesaan, konsep keluarga lebih luas dari sekedar ”keluarga inti”. Keluarga juga berarti kekerabatan (kinship family/extended family) yang meliputi kakek dan nenek, paman dan bibi, dan seterusnya. Satu keluarga besar sering berhubungan dan saling mempengaruhi tata kehidupannya. Keluarga besar ini terus berkembang  membentuk masyarakat sesuai tata nilai tertentu.

Baca Juga : Merawat Tunas Bangsa di Masa Krisis

Visi pendidikan keluarga, sebagaimana dinyatakan dalam doa di atas adalah menyiapkan kaderisasi kepemimpinan (imam) dalam lingkungan masyarakat religius (muttaqien). Individu membentuk keluarga, keluarga menciptakan masyarakat, dan masyarakat melahirkan individu terdidik yang cerdas, berperestasi, dan berakhlak mulia sesuai sistem nilai yang dianut. Siklus ini terus berputar secara dinamis dan berkesinambungan. 

Peran pendidikan keluarga

Tugas utama keluarga adalah menyiapkan kader pemimpin masa depan. Untuk melaksanakan tugas mulia ini, ayah dan ibu berbagi peran. Peran utama ibu adalah memberi landasan psikologis bagi anak untuk menciptakan rasa percaya (trust), nyaman, aman dan kasih sayang. Sekalgus, melatih anak untuk hidup mandiri, tidak manja, dan belajar melepaskan diri dari ketergantungan pada orang lain.

Ibu memberi kesempatan anak untuk mencoba melakukan sendiri segala sesuatu yang diperlukannya. Misalnya, anak mulai belajar memegang sendok dan makan sendiri, belajar memegang cangkir dan minum sendiri, belajar tidur di kamar sendiri, merapihkan kamar tidur, mencuci perlengkapan makan yang mereka gunakan, mengeringkan peralatan makan dengan handuk, menyiapkan makanan, merapihkan mainan mereka sendiri, dan secara bertahap dilibatkan dalam mengurus pekerjaan sehari-hari yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga. Tidak jarang, anak perempuan berusia lima tahun sudah diberi tugas menuntun, memegang, memeluk, menggendong, dan menjaga adik-adiknya.

Baca Juga : Susun Media Pembelajaran, IDRI Sebut Kompetensi Dosen di Banten Rendah

Halaman:

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah