Anggaran Penanganan Covid-19 Rawan Penyimpangan

27 Juli 2020, 08:15 WIB
anggaran ilustrasi

SERANG, (KB).- Anggaran penanganan Covid-19 rawan penyimpangan. Selain pengadaan barang dan jasa alat kesehatan (alkes) serta bantuan keuangan yang rentan dikorupsi, potensi penyimpangan lainnya adalah politisasi bantuan.

Aktivis Anti Korupsi Ade Irawan mengatakan, terdapat beberapa kerawanan penyimpangan selama bencana non alam Covid-19. Pertama dalam urusan pengadaan barang dan jasa alat kesehatan.

"Beda pengadaan barang bangunan, kita tahu batu bata kualitas baik buruk dan baik. Kalau alat kesehatan mana alat cuci darah yang baik mana yang buruk. Hand sanitizer, makser, yang bagus mana. Yang ngerti adalah orang yang terbatas, orang kesehatan. Dokter pun kadang enggak tahu, banyak juga yang tahu," katanya.

Selanjutnya, substitusi alat kesehatan juga banyak. Misalnya, untuk termogun atau alat pengukur suhu tubuh banyak buatan eropa yang rata-rata berkualitas bagus dan bernilai ekonomi cukup mahal. Di sisi lain, ada juga buatan Cina yang nilai ekonominya cukup murah.

"Speknya Eropa kemudian dia belinya buatan Cina yang hampir sama, siapa yang bisa mengecek," ujarnya.

Kerawanan selanjutnya juga terjadi pada pengadaan bantuan untuk masyarakat. Banyak masyarakat yang menerima bantuan dengan kualitas tidak bagus.

"Pasti kalau di pagu barang yang lumayan bagus. Inikan mainan lama," ucapnya.

Selain pengadaan, kata dia, kerawanan juga terjadi dalam proses distribusi bantuan. Misalnya bantuan keuangan yang rawan disunat oleh petugas di bawah. Terakhir, adanya potensi penyimpangan berupa politisasi bantuan.

Bantuan Covid-19 itu kadang kala diklaim sebagai bantuan kepala daerah secara pribadi. Meski uangnya menggunakan APBD.

"Ini mesti dicegah, ini meski dicek. (Kerawanan-kerawanan) ini bisa terjadi karena informasi tertutup. Solusinya kalau kondisi sekarang enggak jalan lain, keterbukaan," tuturnya.

Kerja keras

Sekda Banten Al Muktabar mengatakan, Provinsi Banten saat ini sudah berada pada posisi ke 13 penularan Covid-19 dari seluruh Provinsi Banten. Posisi bisa diraih atas kerja keras pemerintah baik kabupaten/kota maupun provinsi.

"Tujuan kita bersama adalah bagaimana kita terbebas (dari Covid-19)," katanya.

Ia menjelaskan, penanganan Covid-19 mengacu pada arahan pemerintah pusat. Seperti pergeseran anggaran berikut tiga bidang penting yang jadi sasaran penangan yaitu kesehatan, JPS, dan pemulihan ekonomi.

Saat ini, kata dia, pusat telah mengeluarkan kepres yang salah satunya amanatnya mengganti gugus tugas menjadi satgas. Satgas pokok utamanya melakukan penangan yang lebih kepada kesehatan dan pemulihan ekonomi.

"Pemerintah akan melihat berparalel dan keseimbangan antara ekonomi dan kesehatan," ujarnya.

Terkait data penerima Covid-19, ia mengatakan, bersumber dari kabupaten/kota. Data itu dijadikan acuan memberikan JPS Pemprov Banten. Ia tak menampik masih ada beberapa kekurangan dalam penanganan Covid-19. Namun, pihaknya terbuka akan kritik dan siap memperbaiki pada masa yang akan datang.

Dalam kaitan pemilihan ekonomi, khusus untuk wilayah selatan pihaknya akan memfokuskan pada pemulihan ekonomi sektor pertanian.

"Ke selatan akan sangat fokus ke recovery ekonomi pertanian, termasuk infrastruktur yang kemarin belum selesai. Sehingga utara dan selatan bukan meniadakan tapi solusi," ucapnya.

BTT lebih kecil

Sementara itu, belanja tak terduga (BTT) pada APBD Perubahan 2020 diusulkan sebesar Rp 770 miliar, yang di dalamnya untuk penanganan Covid-19. Nilai tersebut lebih kecil dibanding BTT hasil pergeseran anggaran pada APBD Murni 2020 senilai Rp 1,6 triliun.

Wakil Ketua DPRD Banten M Nawa Said mengatakan, sejak awal dirinya mengikuti perkembangan Covid-19 di Provinsi Banten.

"Saya ingat betul fraksi kami (Demokrat DPRD Banten) tanggal 13 Maret 2020 itu teriak minta agar pemprov tingkatkan status KLB untuk Banten yang kemudian disikapi pemprov dengan KLB pada 14 Maret," kata M Nawa Said dalam diskusi publik yang dilaksanakan forum lintas di salah satu rumah makan di Kota Serang, Ahad (26/7/2020).

Selanjutnya keputusan KLB diikuti oleh seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten. Langkah itu, menurut dia, menunjukkan kepala daerah di Banten responsif terhadap penanganan Covid-19.

"Dan ini bisa kita lihat yang diawal-awal posisi Provinsi Banten ada 3 besar, kemudian 5 besar, tadi disampaikan 13 besar, artinya turun secara drastis. Ini bisa kita lihat sebagai capaian prestasi kinerja pemerintah di Provinsi Banten baik kabupaten/kota maupun di Provinsi Banten," ujarnya.

Pasca penetapan KLB, Pemprov Banten lalu melakukan pergeseran anggaran kegiatan untuk masuk BTT yang akan digunakan penanganan Covid-19. Pergeseran anggaran pertama terjadi Maret 2020 dengan anggaran yang digeser ke BTT senilai Rp 162 miliar. Pergeseran selanjutnya dilakukan April yang menjadikan BTT naik signifikan menjadi Rp 1,2 triliun.

"Ada kenaikan karena saya sempat bicara di media. Saya sampaikan pemprov tidak serius nangani covid, dengan ukurannya dananya," ujarnya.

Setelah itu, pemprov kembali melakukan pergeseran anggaran sehingga menjadikan BTT menjadi senilai Rp 1,6 triliun.

"Dimana anggaran paling banyak adalah untuk JPS, menjadi sampai dengan Desember," ucapnya.

Perkembangan terbaru, kata dia, dalam KUPA PPAS yang merupakan dokumen awal sebelum masuk ke APDB Perubahan 2020 BTT diusulkan hanya Rp 770 miliar lebih. Skema BTT ini meliputi Rp 472 miliar untuk anggaran JPS dimana Rp 177 miliar sudah terealisasikan. Berikutnya pencegahan yang dilakukan oleh BPBD dengan jumlah yang terealisasi Rp 7.3 miliar.

Untuk penanganan kesehatan oleh Dinas Kesehatan sebesar Rp 218 miliar. Namun Rp 93 miliar di antaranya belum cair karena tersimpan di Bank Banten.

"Oleh BPKAD menyatakan itu sudah keluar, karena melakukan berbagai macam hal sesuai dengan SP2D yang telah mereka keluarkan. Jadi alokasi atau yang terealisasi Rp 218 miliar itu terkurangi Rp 93 miliar. Berapa secara total alokasi untuk BTT itu untuk penangan kesehatan, Rp 251 miliar," katanya.

Tak hanya itu, BTT yang diusulkan dalam APBD Perubahan 2020 juga digunakan untuk pemulihan dampak ekonomi sebesar Rp 20 milair dengan realisasi masih 0 persen.

"Dan kebencanaan Rp 25 sekian miliar. Ini BTT yang kemarin kita sudah olah antara DPRD dengan TAPD Pemprov Banten. Proses penyusunan APBD-nya KUPA PPAS sudah selesai, dan kita akan lanjutkan ke RAPBD. Artinya BTT yang diawal Rp 1,6 triliun dan lain sebagainya tinggal Rp 770 miliar," ujarnya.

JPS yang diusulkan dalam APBD Perubahan 2020 menjadi dua bulan. Berbeda dengan APBD Murni 2020 yang dianggarkan untuk tiga bulan. Realisasi JPS di Banten saat ini baru tahap satu, itupun belum selesai karena terkendala teknis.

Terkait dengan data penerima, kata dia, Pemprov hanya menerima data dari kabupaten/kota yang ditandatangani oleh kepala daerah masing-masing.

"Meskipun data itu berasal dari tingkat dua (kabupaten/kota), tetapi tidak elok kalau provinsi menyalahkan. Yang jelas segala yang belum baik ayo kita perbaiki secara bersama-sama," ucapnya. (SN)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler