Tetapkan Direktur RSU Banten Tersangka, Kejari Dipraperadilankan

- 4 September 2017, 10:00 WIB
praperadilan ilustrasi
praperadilan ilustrasi

SERANG, (KB).- Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) Banten Dwi Hesti Hendarti mempraperadilkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang terkait penetapannya sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi dana jasa pelayanan (jaspel) RSU Banten tahun 2016 senilai Rp 17,872 miliar. Gugatan praperadilan Dwi tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang melalui kuasa hukumnya, Rabu (30/8/2017).  "Iya benar kami menerima pengajuan praperadilan atas nama Dwi Hesti Hendarti selaku Direktur Rumah Sakit Banten, Rabu kemarin. Pengajuan didaftarkan kuasa hukumnya atas nama Ambari dan Wahyudi," ujar Panitera Muda (Panmud) Tipikor PN Serang Nur Fuad, Ahad (3/9/2017). Dia mengatakan, setelah berkas gugatan praperadilan dianggap lengkap pihaknya melapor ke Ketua PN Serang Sumantono untuk penunjukan hakim tunggal dan waktu persidangannya. Direncanakan sidang perdana praperadilan tersebut diagendakan pada hari Rabu (6/9/2017). "Hakim tunggal yang menangani perkara Bapak Heri Kristiyanto. Adanya gugatan tersebut telah kami sampaikan ke pihak termohon (Kejari Serang) agar menghadiri persidangan," katanya. Berdasarkan isi gugatan praperadilan, pihak Dwi keberatan atas penetapan tersangka oleh penyidik Kejari Serang. Penetapan tersangka tersebut dinilai tidak sah karena kurang dari dua alat bukti. Oleh karenanya, kuasa hukum Dwi meminta kepada hakim agar memerintahkan Kejari Serang mengeluarkan surat penetapan penghentian penyidikan (SP3) dan mengeluarkan kliennya dari Rutan Klas II B Serang. "Intinya menanggapi penetapan tersangka tidak sah dan meminta untuk dibebaskan dari tahanan. Selain itu juga pihak Dwi meminta kepada hakim tunggal yang menangani perkara tersebut untuk menghukum pihak termohon (Kejari Serang) membayar biaya yang timbul dari perkara tersebut," ucapnya. Siap hadapi Kasi Pidsus Kejari Serang Agustinus Olav Mangontan mengatakan, pihaknya telah mengetahui gugatan praperadilan tersebut. Gugatan praperadilan tersebut dinilai Olav adalah hak Dwi sebagai tersangka. Selaku pihak yang digugat, Kejari Serang akan menghadapinya. "Kami tidak mempermasalahkan gugatan tersebut, kami akan hadapi. Praperadilan kan hak dari dia (Dwi)," tuturnya. Terkait penetapan tersangka yang dinilai tidak sah Olav membantahnya. Menurutnya penetapan tersangka Dwi sudah melalui proses serangkaian penyelidikan dan penyidikan. Penyidik dikatakannya tentu akan berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. "Itu kan versi mereka (penetapan tersangka tidak sah). Penyidik kan punya alasan juga dalam penetapan tersangka," ucapnya. Dwi sebelumnya ditahan penyidik di Rutan Klas II B Serang sejak Selasa (22/8/2017) lalu. Dia ditahan guna mempermudah proses penyidikan. Selama proses penyidikan Dwi dianggap kurang kooperatif dengan penyidik. Beberapa kali dipanggil Dwi mangkir sehingga menghambat proses penyidikan. Penyidik pun akhirnya enggan mengambil risiko dan menahan Dwi. Dwi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik setelah melakukan gelar perkara internal di kantor Kejari Serang, 13 Juli 2017. Penetapkan Dwi sebagai tersangka karena penyidik mendapati lebih dari dua alat bukti. Dwi diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan sebagai direktur. Terdapat Rp 1,909 miliar dana jaspel tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jumlah itu berdasarkan perhitungan dari Inspektorat Provinsi Banten tanggal 10 Maret 2017 lalu. Dugaan tindak pidana korupsi ini sendiri bermula dari penarikan dana jaspel Rp 1,909 miliar oleh tim perhitungan jaspel. Uang itu kemudian dialihkan baik melalui tunai dan transfer kepada direksi baik direktur dan empat wakil direktur rumah sakit. Selanjutnya dari empat wakil direktur tersebut kemudian diserahkan kepada direktur. Uang Rp 1,909 miliar tersebut kemudian dikelola oleh direktur tanpa mendapat persetujuan penerima jaspel. Dana jaspel sendiri diberikan kepada dokter, perawat dan karyawan lain di rumah sakit sebagai insentif. Pemberian insentif tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan pada RSUD Banten dan Surat Keputusan (SK) Direktur Nomor: 821/0926/RSUD/IX/ 2016. Kedua payung hukum tersebut mengatur mengenai mekanisme penyaluran dana jaspel. Dwi diduga telah melanggar kedua aturan tersebut. Perbuatan Dwi oleh penyidik dijerat dengan pasal berlapis. Pertama Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Kedua Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketiga Pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi. Keempat Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (H-47)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x