SERANG, (KB).- MUI Provinsi Banten bekerja sama dengan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan seminar internasional tentang pemikiran Syekh Nawawi Al Bantani, Senin (29/10/2018). Kegiatan berlangsung di aula Untirta, menghadirkan tiga narasumber dengan menggunakan tiga bahasa, Yakni Indonesia, Inggris, dan Arab. Mereka, Dr. Hj. Sri Mulyati, Hajar Al-Khaitami, MA, dan Dr. Dede Ahmad Permana. Dalam pemaparannya menggunakan bahasa Inggris, Dr. Hj. Sri Mulyati mengatakan, Syekh Nawawi bagai al-Ghazali di era modern. Ia lihai dalam mengurai kebekuan dikotomi fiqh dan tasawuf. Ia menyontohkan pandangan Nawawi tentang ilmu alam lahir dan ilmu alam batin. Ilmu lahiriyah, dapat diperoleh dengan proses ta’alum (berguru) dan tadarrus (belajar), sehingga mencapai derajat ‘alim. Sementara ilmu batin dapat diperoleh melului proses dzikr, muraqabah dan musyahadah, sehingga mencapai derajat arif. “Seorang abid diharapkan tidak hanya menjadi alim yang banyak mengetahui ilmu-ilmu lahir, tetapi juga harus arif, memahami rahasia spiritual ilmu batin,” katanya. Bagi Nawawi, kata dia, tasawuf berarti pembinaan etika (adab). Penguasaan ilmu lahiriah semata, tanpa penguasaan ilmu batin akan berakibat terjerumus dalam kefasikan. Sebaliknya, seseorang berusaha menguasai ilmu batin semata tanpa dibarengi ilmu lahir akan terjerumus ke dalam zindiq. “Jadi keduanya tidak dapat dipisahkan dalam upaya pembinaan etika atau moral,” ungkapnya.