Masjid Unik Berarsitektur Tionghoa di Walantaka Serang Banten Bisa Dijadikan Wisata Religi

- 14 Maret 2024, 17:20 WIB
Masjid Unik Berarsitektur Tionghoa di Walantaka Serang Banten Bisa Dijadikan Wisata Religi
Masjid Unik Berarsitektur Tionghoa di Walantaka Serang Banten Bisa Dijadikan Wisata Religi /YouTube /Mang Dhepi

KABAR BANTEN – Masjid dengan arsitektur unik sebetulnya terdapat beberapa yang berlokasi di Provinsi Banten sejak zaman Kesultanan Banten tempo dulu.

Baca Juga: Sejarah Masjid Sultan Atau Masjid Kuno Kampung Masigit Curug Kota Serang, Ada Tradisi Menyimpan Air di Gentong


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Mang Dhepi Channel, berikut kisah dan cerita masjid unik berarsitektur Tionghoa di Walantaka Serang Banten.


Keberadaan masjid bernuansa oriental sebenarnya bukan hal yang mengagetkan bagi masyarakat Kota Serang dan sekitarnya, terutama mereka yang mengetahui sejarah Kesultanan Banten.

Akulturasi berbagai budaya dari berbagai belahan dunia telah terjadi sejak masa tersebut, termasuk dengan bangsa Cina.


Hal Ini bisa dibuktikan dengan keberadaan bangunan cagar budaya Masjid Pacinaan Tinggi yang berada di bilangan Kampung Dermayon, Banten Lama.


Berdasar sumber sejarah, masjid ini adalah masjid yang dibangun sejak masa kekuasaan Syarif Hidayatullah, ayahanda Maulana Hasanuddin setelah merebut Banten Girang.


Selain itu, keterlibatan arsitek berkebangsaan Mongolia, Cek Ban Cut dalam membangun masjid Banten pada masa kekuasaan Maulana Hasanuddin juga pernah terjadi.


Hasil dari akulturasi tersebut adalah bentuk atap masjid berbentuk limas bertingkat yang hingga saat ini menjadi ciri khas banyak masjid kuno di Banten, khususnya wilayah pesisir utara.


Sejak setahun lalu, telah berdiri kokoh masjid berarsitektur unik di Kampung Empang, Kecamatan Walantaka, Kota Serang Banten yang bernama Masjid Nanik Musini.


Meski terlihat berarsitektur oriental atau berkonsep bangunan Tionghoa, namun masjid ini tetap menunjukkan identitasnya sebagai tempat ibadah umat Islam dengan adanya kubah dan Lafadz Allah di atas pintu masuk.


Selain itu, masjid ini juga dilengkapi dengan bedug dan kaligrafi Arab yang menghiasi dinding-dindingnya. Salah satu daya tarik lain dari masjid ini adalah adanya kolam ikan koi berukuran 3×1 meter di halaman depan.


Ikan koi merupakan simbol nasib baik, kesuksesan, dan kemakmuran dalam kebudayaan Tionghoa.

Diketahui, masjid ini memiliki luas bangunan sekitar 1.400 m² dan dapat menampung sekitar 500 jamaah dengan halaman yang lumayan luas.


Selain identik dengan budaya Tionghoa, proses pembangunan masjid ini diketahui memiliki hubungan dengan sosok H. Mohammad Jusuf Hamka. Seorang konglomerat muslim Indonesia.

Jusuf Hamka adalah tokoh muslim yang pernah punya mimpi membangun 1000 masjid di seluruh Indonesia.

Sebagai seorang keturunan Tionghoa, beliau pun memadukan unsur arsitektur Cina dalam bentuk ornamen masjid yang didirikannya. Jadi, tidak seperti di berbagai kota besar, masjid disini lebih syahdu lokasinya karena letaknya berada disekitar pemukiman warga.

Tidak tanggung-tanggung, konsep masjid yang dibangun juga melalui pendekatan wisata religi. Tentunya diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para pengunjungnya.

Selain itu, masjid ini juga merangkul warga dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam mengelola dan meramaikannya.

Proses pengerjaan masjid Nanik Musini sekitar delapan bulan sampai akhirnya di resmikan pada tanggal 17 Mei 2023 oleh Komjen. Prof. DR. Gatot Eddy Pramono., M.Si selalu Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menurut informasi dari berbagai sumber, pembangunan masjid ini didanai oleh Hj. Nuraaeni, seorang warga asli Kampung Empang Walantaka yang kini bekerja dan tinggal di Jakarta.

Nuraaeni bukanlah keturunan Tionghoa, melainkan seorang muslimah yang dermawan dan suka berbagi.

Dalam proses pembangunan masjid ini tak lupa melibatkan masyarakat setempat, khususnya bagi pekerjanya yang secara langsung diberdayakan dari warga sekitar, baik dalam urusan pertamanan atau merawat fasilitas lainnya.

Masjid ini dibangun dengan gaya Tionghoa, bertujuan agar masyarakat mau berkunjung ke Masjid Nanik Musini.

Dan pemberian nama masjid yaitu Nanik Mursini adalah teman dari Nuraeni yang meninggal sesaat setelah diresmikan.

Selain itu, rencana ke depan ada upaya membuka UMKM lokal yang sejalan dengan area transportasi umum, yakni stasiun kereta api Walantaka yang hanya berjarak sekitar seratusan meter dari masjid ini.

Seperti diketahui, saat awal pembangunan, masjid ini sempat membuat heboh warga sekitar karena didominasi corak Tionghoa yang sangat kental.

Masyarakat mengira akan ada pembangunan rumah ibadah Klenteng atau Vihara di kampungnya.

Namun, setelah mengetahui bahwa itu adalah masjid, warga pun menerima dan menghormati keberadaannya.

Masjid Nanik Musini kini menjadi salah satu destinasi wisata religi di Kota Serang yang menawarkan keunikan dan keindahan.

Masjid ini juga menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, yang menghargai keragaman dan kebudayaan.

Baca Juga: Masjid Kuno Kasunyatan Kasemen Serang Banten, Ada Komplek Makam Syekh di Dalamnya


Itulah sejarah akulturasi dengan berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia, menghasilkan kebudayaan yang unik dan indah dari zaman Kesultanan Banten.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x