RUU Ciptaker Bukan Karpet Merah Untuk TKA

- 20 April 2020, 21:32 WIB
Rully Chairul Anwar
Rully Chairul Anwar

TANGERANG, (KB).- Penilaian Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptaker) yang disinyalir hanya untuk mempermudah masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia ditepis Dosen Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Rully Chairul Anwar.

Menurut dia, RUU Ciptaker dianggap mempermudah birokrasi perizinan TKA. Namun hanya untuk sektor dengan skill tertentu yang benar-benar dibutuhkan, karena tenaga kerja dalam negeri belum ada atau belum memiliki tingkat keahlian sesuai kebutuhan.

“RUU Ciptaker bukan karpet merah untuk para tenaga kerja asing. Hanya untuk mempermudah birokrasi para TKA dengan skill tertentu dan bukan untuk semua TKA,” ujar Rully kepada awak media di Tangerang, Senin (20/4/2020).

Menurut Rully, pasal yang dicurigai sebagai karpet merah TKA adalah ketentuan Pasal 89 RUU Ciptaker yang mengubah atau menghapus beberapa ketentuan dalam UU/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan aturan tersebut, dikhawatirkan akan terjadi invasi TKA, sehingga Indonesia dibanjiri pekerja asing yang menggusur posisi pekerja Indonesia.

"Kalau kita cermati secara mendalam, kekhawatiran itu sebenarnya tidak perlu muncul. Karena aturan terkait TKA ke Indonesia tetap tidak berubah. Beberapa peraturan di bawah UU yang mengatur soal mekanisme perizinan masuk bagi tenaga kerja asing tetap berlaku," ujar aktivis Forum Kajian Informasi dan Literasi Sosial Budaya Unpad ini.

Selain kemudahan aturan masuk bagi TKA hanya bagi profesi dengan keahlian atau skill tertentu, ada kewajiban bagi pemberi kerja TKA menunjuk tenaga kerja Indonesia (TKI). Fungsinya agar TKI menjadi tenaga pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian.

Dirinya juga menjelaskan, bahwa dalam praktik industri atau lapangan kerja, kerap ditemukan kendala teknis yang hanya bisa ditangani oleh orang yang memiliki keahlian khusus. Sayangnya, tenaga dengan keahlian khusus itu bukan tenaga kerja Indonesia. Atau tenaga ahli dari Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya.

Apabila mesin di pabrik mengalami masalah, untuk mendatangkan ahli yang memang paham kepengurusannya bisa mencapai berbulan-bulan. Sementara produksi tidak boleh berhenti. Karena mesin mati, otomatis pabrik tidak bekerja dan dapat menyebabkan kerugian besar.

“Kalau regulasi itu tidak diubah, akan sulit mengharapkan investasi cepat masuk. Sebab belum apa-apa calon investor sudah dihadapkan pada birokrasi panjang untuk mendatangkan ahli dari negara luar, yang paham teknis operasional mesin tertentu,” paparnya.

Halaman:

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah