Rapat Pleno UMSK Kota Cilegon Buntu

- 18 November 2017, 10:30 WIB
audiensi umsk cilegon 2018
audiensi umsk cilegon 2018

CILEGON, (KB).- Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja di Kota Cilegon berunjuk rasa, Jumat (17/11/2017). Mereka berdemo sambil mengawal Rapat Pleno Penetapan Kenaikan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) 2018, yang digelar di Ruang Rapat Wali Kota Cilegon. Rapat Pleno UMSK Kota Cilegon 2018 berakhir deadlock atau menemui jalan buntu, karena unsur buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak menemui kesepakatan terkait nominal UMSK yang akan diberlakukan tahun depan. Unjuk rasa buruh berlangsung mulaik pukul 10.00 WIB. Hadir dalam rapat tersebut, pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cilegon, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serikat buruh, akademisi, dan pihak terkait lainnya. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, Rapat Pleno UMSK Cilegon 2018 berakhir dengan dua jenis usulan. Pihak buruh mengusulkan UMSK Kelompok I, meliputi industri besi, baja, dan kimia sebesar 14 persen dari UMK 2018. Pada Kelompok II, terdiri dari industri makanan dan minuman 12 persen dari UMK 2018. Sementara, pada Kelompok III, meliputi jasa ketenagakerjaan, jasa tour and travel, serta telekomunikasi sebesar 10 persen dari UMK 2018. Berbeda dengan buruh, pihak Apindo mengusulkan UMSK Kelompok I sebesar 2 persen dari UMK 2018, Kelompok II 2 persen dari UMK 2018, dan Kelompok III 1 persen dari UMK 2018. Sejumlah upaya sempat dilakukan, agar terjadi kata mufakat. Rapat juga sempat dipecah menjadi tiga komisi sesuai kelompok, namun tidak ada kata setuju antara pihak buruh dengan Apindo.  Pada akhirnya, disetujui, bahwa pihak buruh dan Apindo mengusulkan UMSK Cilegon 2018 kepada Plt Wali Kota Cilegon, Edi Ariadi secara terpisah. Dengan begitu, seperti yang terjadi pada UMK 2018, keputusan akhir diberikan kepada dia. Ketua FSPKEP, Rudi Syahrudin kecewa dengan hasil akhir rapat pleno UMSK Cilegon 2018. Terlebih dengan usulan-usulan versi Apindo yang dinilai terlalu nyeleneh. "Usulan UMSK Cilegon 2018 versi Apindo, itu lebih kecil dari UMSK Cilegon 2017. Tahun lalu kan 7 persen untuk Kelompok I, lalu Kelompok II 5 persen, sementara Kelompok III 3 persen. Nah, pihak Apindo mengusulkan untuk tahun depan, Kelompok I 2 persen, Kelompok II 2 persen, lalu Kelompok III 3 persen. Kenapa malah mengecil, harusnya kan bertambah besar," katanya. Kekecewaan lain, ujar dia, ketidakhadiran Plt Wali Kota Cilegon, Edi Ariadi dalam Rapat Pleno UMSK Cilegon 2018. Padahal, Wali Kota Cilegon nonaktif, Tubagus Iman Ariyadi selalu hadir dalam rapat pleno. "Kami ke sini pun ingin ada keputusan, tapi plt-nya kan tidak ada. Padahal, sebelumnya pak Iman selalu ada, jadinya tidak pernah deadlock," ucapnya. Ketua Apindo Cilegon, Isa Muhammad menuturkan, jika usulan UMSK Cilegon 2018 berdasarkan perhitungan sesuai peraturan yang berlaku, yakni menggunakan dasar inflasi dan produk domestik bruto (PDB) nasional.  "Perusahaan itu kan tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi untuk menentukan gaji karyawan. Tidak sesuka hati, ada hitungannya," tuturnya. Ia mengatakan, perhitungan sesuka hati dikhawatirkan mampu mengurangi ketertarikan investor untuk menanam investasi di Kota Cilegon. Terlebih saat ini, Lotte Group sedang melirik untuk menanam investasi sebesar Rp 60 triliun di Kota Cilegon. "Bayangkan jika Lotte menilai gaji karyawan di Cilegon terlalu tinggi. Bisa-bisa mereka menarik minatnya untuk menanam investasi. Siapa nanti yang rugi, jelas Kota Cilegon. Padahal, jika Lotte jadi tanam investasi, serapan tenaga kerjanya pasti tinggi, jadi mengurangi angka pengangguran," katanya. Pada bagian lain, Kepala Disnaker Cilegon, Buchori menuturkan, baik buruh dan Apindo bertahan dengan pendapat mereka. Inilah yang menyebabkan rapat pleno berakhir deadlock. "Masing-masing bertahan, tidak ada yang mau mengalah. Makanya, hasil akhir akan diserahkan kepada pak plt, beliau yang akan memutuskan," ujarnya. (AH)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x