Namun, mimpi terbentuk dari berbagai potongan informasi dan emosi dari sesorang yang merasakannya. Bisa jadi, otak mengambil potongan kejadian yang menakutkan pada siang hari tersebut, hingga timbul saat tertidur pada malam hari.
Namun kabar baiknya, hampir semua orang tidak bisa mengingat mimpinya secara mendetail. Penyebabnya, karena otak terkadang tidak menyimpan hal-hal yang sifatnya tidak penting. Apalagi seperti mimpi yang kadang tidak jelas, tidak beralur, dan tumpang tindih.
Dalam “The Interpretation of Dreams,” Freud menulis bahwa mimpi adalah “pemenuhan terselubung dari keinginan yang tertekan.” Beliau juga menggambarkan dua komponen berbeda, yakni konten nyata (gambar aktual) dan konten laten (makna tersembunyi).
Teori Freud ini berkontribusi pada kebangkitan dan popularitas interpretasi sebenarnya. Meskipun penelitian gagal menunjukkan bahwa konten nyata menyamarkan signifikansi psikologis dari sebuah mimpi, beberapa ahli percaya bahwa hal ini memainkan peran penting dalam memproses emosi dan pengalaman yang membuat stres.
Meski tampaknya tidak penting, menurut The Greater Good Science Center dari University of California, mimpi ternyata memiliki beberapa tujuan, di antaranya:
1.Terapi diri
Mimpi tampaknya menghilangkan rasa sakit dari episode emosional yang sulit, bahkan traumatis, yang terjadi sepanjang hari. Kemudian, menawarkan ketenangan emosional saat Anda bangun keesokan paginya.
Tidur REM adalah satu-satunya saat ketika otak sama sekali tidak memiliki molekul noradrenalin yang memicu kecemasan. Pada saat yang sama, struktur kunci emosional dan terkait memori pada otak aktif kembali selama tidur REM saat kita bermimpi.
Ini berarti bahwa pengaktifan kembali memori emosional terjadi pada otak yang bebas dari bahan kimia stres utama, yang memungkinkan kita memproses kembali ingatan yang mengganggu dalam lingkungan yang lebih aman dan lebih tenang.
2. Sarana temukan solusi