Dua Peserta Aksi Mogok Makan Jatuh Pingsan

- 13 September 2017, 03:30 WIB
aksi mogok makan kumala
aksi mogok makan kumala

BANYAK cara yang bisa dilakukan untuk menyampaikan protes atau kekecewaan terhadap kondisi yang dialami masyarakat, mulai dari aksi melalui pengerahan massa pada kantor-kantor pemerintahan, atau tempat lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya kekecewaan, hingga aksi mogok makan. Mogok makan adalah sebuah cara perlawanan tanpa kekerasan. Dalam tindakan ini, peserta berpuasa untuk menunjukkan protes politiknya, atau untuk membangkitkan rasa bersalah atau untuk mencapai tujuan misalnya perubahan kebijakan. Upaya itulah yang kini dilakukan oleh enam aktivis Keluarga Mahasiswa Lebak, sebagai bentuk protes dan tuntutan pada pemerintah agar segera mengambil tindakan tegas pada pengusaha galian pasir serta menghentikan lalu lintas kendaraan berat yang mengangkut pasir dalam keadaan basah. Memasuki hari kedua aksi mogok makan itu, Selasa (12/9/2017), keenam aktivis Kumala mendapatkan pemeriksaan kesehatannya dari tim medis Dinas Kesehatan (Dinkes) Lebak. Dari hasil pemeriksaan tersebut, dua dari enam aktivis Kumala mengalami tensi darah yang cukup tinggi, sehingga kedua aktivis itupun disarankan untuk beristirahat di tenda milik Kumala yang berdiri di halaman Pemkab Lebak. Dr. Deni Hermawan, salah seorang perwakilan tim medis Dinkes Lebak, yang ditemui usai melakukan pemeriksaan kesehatan pelaku aksi mogok makan menyatakan, dua dari enam aktivis Kumala mengalami tensi darah tinggi, yang diakibatkan kurang tidur, serta kurang istirahat. ”Untuk empat pelaku aksi mogok makan, kondisinya normal. Namun untuk dua aktivis lainnya harus banyak istirahat, karena tensi darahnya cukup tinggi,” ujarnya kepada Kabar Banten,Selasa (12/9/2017). Ketika ditanya apakah ada penyakit lain yang diderita enam pelaku aksi mogok makan, menurut Deni Hermawan semuanya normal. Namun, karena tidak makan, maka lama kelamaan tubuh para pelaku mogok makan akan lemas. ”Dari hasil pemerikasan, tidak ditemukan penyakit, melainkan hanya tensi darah tinggi, yang dialami dua pelaku mogok makan,” katanya. Sementara itu, Ketua Umum Kumala Imem Nurhakim menegaskan, aksi mogok makan yang dilakukan pihaknya akan tetap berjalan selama penertiban terhadap truk pasir nakal tidak juga dilakukan. ”Aksi kami akan tetap bertahan. Terkecuali, Pemkab melakukan aksi penertiban terhadap truk pasir nakal, maka aksi ini akan kami hentikan,” tutur Imem Nurhakim. Dalam laman keepo.me dijelaskan, secara harfiah mogok makan bisa diartikan sebagai sebuah tindakan fisik pada tubuh seseorang dengan menahan atau memogokkan dirinya untuk tidak memeroleh asupan makanan secara biologis masuk ke tubuhnya. Pada enam jam pertama tanpa asupan makanan semuanya masih terasa normal, dimana tubuh mulai memecah glikogen yang mengubah energi menjadi glukosa. Setelah lebih dari enam jam, produksi energi akan berhenti karena glikogen terkuras habis. Hal tersebut dapat memengaruhi kondisi psikologis sehingga kamu menjadi orang yang mudah marah dan emosi. Setelah 6-72 jam tidak mendapat asupan makanan, kondisi tubuh mulai masuk pada keadaan yang disebut ketosis. Keadaan ini terjadi karena minimnya kandungan karbohidrat, sehingga memaksa tubuh untuk menggunakan lemak sebagai sumber energi. Karena lemak tidak dapat dialirkan ke pembuluh darah, maka otak merespons untuk mengubah lemak menjadi asam lemak (Keton) dan hanya 75% energi yang bisa diterima otak dari keton. Dalam kondisi ini fungsi kognitif pada otak mungkin akan mengalami sedikit gangguan. Lebih dari 72 jam tanpa asupan makanan, tubuh terus mengalami penderitaan. Tanpa glukosa dan lemak, otak akan merespons untuk memecahkan protein dari otot dan digunakan sebagai energi. Pada dasarnya, tubuh akan mengorbankan dirinya sendiri dengan cara menghancurkan massa otot. (Lugay/Job)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x