Populasi Spesies Satwa Dilindungi di Kawasan TNGHS Berkembang

- 6 Desember 2018, 20:45 WIB
macan tutul tnghs
macan tutul tnghs

PERPADUAN antara rutinitas patroli, sosialisasi serta peningkatan kesadaran masyarakat berdampak pada peningkatan populasi satwa yang dilindungi di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Populasi satwa yang dilindungi di kawasan TNGHS antara lain macan tutul jawa (Panthera pardus melas), kucing hutan, owa jawa, surili, lutung, ajag atau anjing hutan dan sigung. Selain itu juga terdapat jenis mamalia di antaranya burung elang jawa, ciung mungkal jawa, celepuk jawa dan luntur gunung. Semua populasi satwa yang dilindungi itu terus berkembang. ”Populasi spesies satwa yang dilindungi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dipastikan terus berkembang, berkat optimalisasi patroli yang dilakukan petugas polisi hutan. Selain itu, kasadaran masyarakat yang terus meningkat, bahkan menjaga keberadaan satwa langka itu agar tidak punah,” kata salah seorang petugas TNGHS wilayah Kabupaten Lebak, Zul saat ditemui Kabar Banten di gerai Pameran Pekan Ekonomi Kreatif Lebak, Rabu (5/12/2018). Menurutnya, saat ini jumlah populasi satwa yang terdapat di kawasan TNGHS membawahi wilayah Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat antara lain kelompok mamalia sebanyak 61 jenis dan burung 244 jenis. Begitu juga populasi satwa amfibi 30 jenis, reptelia 49 jenis, ikan 50 jenis, moluska 36 jenis, kupu-kupu 75 jenis, semut 110 jenis, capung 26 jenis, kumbang kumis panjang 128 jenis dan belalang, jangkrik dan kecoa 60 jenis. ”Untuk menjaga satwa dilindungi itu, secara bergiliran selama 24 jam petugas melaksanakan pengamanan agar satwa yang ada itu berkembang dan tidak ada pemburuan. Kami akan memberikan tindakan tegas jika ditemukan pelaku pemburuan satwa dan diproses secara hukum," tuturnya. Zul menambahkan, selain melaksanakan patroli rutin, petugas juga memasang kamera trap di sejumlah lokasi untuk mengetahui jejak gambar satwa langka khususnya macan tutul, owa jawa dan elang jawa. "Selain untuk merekam jejak atau gambar satwa langka, kamera trap juga bisa membatu kami untuk melakukan pengawasan secara menyeluruh pada kawasan yang menjadi tanggung jawab kami,” tuturnya. Sementara itu berdasarkan rekaman kamera trap atau kamera pengintai yang dipasang di sejumlah titik lokasi di wilayah itu beberapa tahun sebelumnya, jumlah macan tutul jawa di kawasan TNGHS terdata sebanyak mencapai 50 ekor. Beberapa tahun lalu, seekor macan tutul dewasa sempat terperangkap di kawasan hutan Baduy, yang berdekatan dengan permukiman masyarakat adat Baduy Dalam yang sebelum akhirnya bisa melepaskan diri setelah merusak jaring penjerat itu. Diakuinya, hingga kini pihaknya belum bisa memastikan populasi macan tutul yang terlihat kamera pengintai yang berjumlah sebanyak 50 ekor. Sebab pemasangan kamera trap hanya di beberapa titik lokasi. Keberadaan macan tutul di kawasan TNGHS harus dijaga dan dilestarikan, terlebih binatang tersebut masuk kategori dilindungi pemerintah. Karena itu, pihaknya berkoordinasi dengan aparat polri, Badan Konservasi Sumber Daya Air (BKSDA) dan masyarakat agar populasi macan tutul tidak diburu maupun dibunuh. ”Keberadaan macan tutul tentu memberikan dampak positif bagi masyarakat sebagai kekayaan alam di Indonesia. Selain itu juga macan tutul bisa mengendalikan hama babi dan musang, yang seringkali merusak tanaman para petani. Saat ini populasi macan tutul jawa di Banten berada di kawasan hutan TNGHS, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Gunung Karang, Gunung Cadasari dan hutan lindung lainnya. Sebab, di tempat-tempat itu masih terdapat babi hutan, mancak, dan kancil, yang menjadi makanan macan. (Nana Djumhana)*

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x