Wabah PMK: Pemerintah Dinilai Lamban, Ombudsman Ungkap Adanya Dugaan Ini

16 Juni 2022, 13:40 WIB
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika bersama (kedua dari kiri) bersama Dewan Penasehat Komite Sapi Indonesia Rohadi Tawab (kedua dari kanan) dan Ketua Dewan Pemimpin Pusat KSI Budiono (paling kanan) dalam konferensi pers terkait potensi kerugian peternak sapi akibat PMK. /Ombudsman RI

KABAR BANTEN-Pemerintah dinilai lamban dalam pengendalian dan penanggulangan wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) pada hewan ternak.

Bahkan, terdapat dugaan kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat otoritas veteriner terkait, kepala daerah terkait dan Menteri Pertanian dalam pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.

Akibatnya, penyebaran PMK meluas dan menyebabkan kematian dan penurunan produktifitas yang berdampak terhadap kerugian ekonomi yang menimpa peternak.

“Pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi peternak,” kata Yeka Hendra Fatika, dikutip kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari laman resmi Ombudsman RI.

Mengacu pada perundnag-undangan, kata dia, terdapat dugaan kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum.

Baik itu oleh pejabat otoritas veteriner terkait, kepala daerah terkait dan Menteri Pertanian dalam pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalaah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dengan perubahan sebagaimana Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.

Oleh karena itu, Ombudsman mendorong agar pemerintah segera mempercepat proses vaksinasi ternak agar wabah PMK tidak semakin menyebar dan menambah kerugian peternak.

Menurutnya lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi peternak.

"Ombudsman menyarankan agar Kementerian Pertanian bersikap profesional, menjalankan semua tugas dan kewenangannya dalam melakukan penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku,” jelas dia.

Selain itu, pihaknya mendoronga agar membangun koordinasi dan jejaring lintasstakeholder dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK.

Berdasarkan data pada siagapmk.id per 14 Juni 2022, jumlah sisa kasus atau belum sembuh sebanyak 113.584 ekor dan yang telah divaksinasi 33 ekor.

Dari data tersebut, Ombudsman melakukan simulasi kerugian peternak diprediksi mencapai Rp. 254,45 miliar.

Dalam waktu dekat, Ombudsman akan menyampaikan surat kepada Menteri Pertanian dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendorong percepatan penanganan dan penanggulangan wabah PMK, salah satunya dengan pendistribusian vaksinasi ternak.

Yeka menyampaikan, kerugian para peternak harus menjadi perhatian pemerintah dan membangun sistem penggantian rugi hewan ternak yang sakit maupun yang mati.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pemimpin Pusat Komunitas Sapi Indonesia (KSI) Budiono menyampaikan di wilayah Jawa Timur belum ada langkah pemerintah yang nyata dalam penanggulangan wabah PMK.

"Setiap hari saya melihat 50 sampai 70 ekor sapi antri untuk dipotong demi menekan kerugian para peternak. Selain itu teman-teman peternak juga mengobati sapi-sapinya secara mandiri. Wabah ini sudah sangat menyebar," ujarnya.

Budiono berharap Ombudsman dapat mendorong pemerintah untuk segera menyalurkan vaksinasi ternak dan juga menyediakan obat-obatan bagi hewan ternak yang sudah terjangkit.

Sementara itu, Dewan Penasehat KSI Rohadi Tawab mengatakan pemerintah daerah kesulitan dalam sisi pendanaan penanganan wabah PMK.

"Obat-obatan sangat langka, dan apabila ada harganya sangat mahal. Apabila ini dinyatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) maka dapat menggerakkan masyarakat maupunstakeholder lebih luas lagi," ujarnya.

Sementra itu,Kementerian Pertanian (Kementan) mulai melakukan kegiatan vaksinasi massal dalam upaya pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), pada Selasa, 14 Juni 2022.

Bersama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, vaksinasi massal mulai dilakukan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.

“Melalui vaksinasi ini kita harapkan dapat membantu mencegah penyebarluasan penyakit, terutama di sentra peternakan sapi perah dan wilayah sumber bibit ternak”, ucap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Nasrullah, dikutip dari laman resmi Kementan.

Vaksinasi masal secara nasional itu, menurut dia, merupakan salah satu tindakan yang dilakukan permanen dan upaya serius pemerintah dalam rangka pencegahan dan pengendalian PMK melalui pengebalan hewan yang rentan PMK. 

Pada tahap pertama, pemerintah  akan mengadakan vaksin sebanyak 800 ribu dosis dan direncanakan tahap berikutnya sebanyak 2,2 juta dosis.

Pada tanggal 12 Juni 2022, telah tiba sebagian vaksin tahap pertama sebanyak 10.000 dosis yang didistribusikan ke Koperasi Unit Desa (KUD) sapi perah di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Selain itu,  4 Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pembibitan yaitu Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturaden, Balai Embrio Transfer Cipelang, Balai Inseminasi Buatan Lembang, dan Balai Inseminasi Buatan Singosari.***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: ombudsman.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler