Mengungkap Sultan Abdul Mufakir, Raja Banten yang Disebut Tokoh Memerdekakan Amerika Serikat, Ini Sejarahnya

- 20 Mei 2021, 17:26 WIB
sosok Sultan Abdul Mufakir dan Sultan Ageng Tirtayasa? Berikut Profil lengkapnya
sosok Sultan Abdul Mufakir dan Sultan Ageng Tirtayasa? Berikut Profil lengkapnya /Wikitree/

KABAR BANTEN - Sultan Abdul Mufakir mendadak viral, setelah eks Petinggi Sunda Empire, Ki Ageng Ranggasana atau Lord Rangga menyebut Sultan ke IV Kesultanan Banten itu sebagai tokoh yang memerdekakan Amerika Serikat.

Lord Rangga bahkan menyebut Sultan Abdul Mufakir yang disingkat SAM adalah asal usul dari kata Paman Sam, julukan Amerika Serikat.

Lord Rangga awalnya menyebut Amerika Serikat yang sering dijuluki dengan sebutan Negeri Paman Sam atau Uncle Sam adalah singkatan dari Sultan Abdul Mufakir.

Baca Juga: Nama Banten Tiba-tiba Trending di Twitter, Banyak Warganet Tak Menduga

"US ini, US Navy, kenapa depannya US? ini Uncle Sam. Sam-nya adalah Sultan Abdul Abdul Mufakir," kata Rangga dikutip KabarBanten.com dari Youtube Deddy Courbuzier.

Dia mengatakan, pada saat itu mandat Amerika Serikat berasal dari Sultan Abdul Mufakir yang meneruskan tahta kesulatanan Banten setelah Ki Ageng Tirtayasa.

Dalam sejarah Kesultanan Banten seperti dikutip KabarBanten.com dari museum-bantenlama.blogspot.com, Sultan Abdul Mufakir adalah raja atau sultan ke-4 yang bertahta di Banten, dengan nama lengkap Sultan Abdul Mufakir Muhammad Abdul Kadir.

Kesultanan Banten didirikan Hasanuddin pada abad ke 16, yang terletak di barat laut Banten atau Jawa pada umumnya.

Hasanuddin  adalah putra dari Fatahillah atau Sunan Gunung Jati dan mencapai masa keemasan pada kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.

Banten diislamkan oleh Fatahillah, lalau diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin. Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M.

Dengan posisi yang strategis inilah yang membuat KerajaanBanten menjadi kerajaan besar di Jawa Barat, dan bahkan menjadi siangan berat VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia.

 Baca Juga: Nasihati Deddy Corbuzier Soal Banten dari Lord Rangga, Gus Miftah : Semoga Muridku Kembali ke Jalan Benar

Raja Hasanuddin juga memperluas wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki daerah Lampung, Kerajaan Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran perdagangan Selat Sunda.

Setiap pedagang yang melewati Selat Sunda, diwajibkan untuk melakukan kegiatan perdagangannya di Bandar Banten.

Raja Hasanuddin wafat pada tahun 1570 M, yang kemudian dilanjutkan putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi Raja Banten berikutnya.

Pada masa ini, terjadi pembangunan hingga kemajuan di bidang pertanian dan pengairan. Setelah  10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.

Posisinya digantikan sang putra yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad, dengan gelar Kanjeng Ratu Benten.

Untuk sementara, diangkat wali raja yakni Mangkubumi yang menjalankan seluruh aktifitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap untuk memerintah.

Pada tahun 1596 M, anjeng Ratu Banten memimpin pasukan kerajaan untuk menyerang Palembang. Tujuannya, untuk menduduki bandar dagang yang terletak di tepi selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi lainnya dari Sumatera.

Baca Juga: Ini Kondisi Tempat Wisata di Banten Saat Libur Lebaran, 4 Persen Pengunjung Berkerumun

Bukannya menguasai Palembang, penyerangan itu justru makan korban.  Kanjeng Ratu Banten, wafat terkena tembakan. Dari sinilah tahta kerajaan berpindah kepada putranya, yaitu Sultan Abdul Mufakir, seorang bayi yang baru berumur lima bulan.

Dengan usainya yang masih bayi, Sultan Abdul Mufakir dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara, yang ternyata sangat dipengaruhi pengasuh pangeran bernama Nyai Emban Rangkung. 

Pada saat yang sama di tahun 1596 M,  pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di Pelabuhan Banten, awalnya hanya datang ke Indonesia untuk membeli rempah-rempah.

Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari Tahun 1624 sampai Tahun 1651, dengan Ramanggala sebagai Patih dan Penasehat Utamanya.

Setelah wafat, Abu’ Mufakir digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu’ Mu’ali Ahmad Rahmatullah. Tetapi berita tentang pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas.

Setelah Sultan Abu’ Ma’ali wafat, ia digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.

Di bawah pemerintahannya, Banten mencapai masa kejayaannya. Ia berupaya untuk memperluas kerajaannya dan mengusir Belanda dari Batavia. Di samping itu, ia memerintahkan kepada pasukan Banten untuk mengadakan perampokan terhadap Belanda di Batavia.

Baca Juga: Revitalisasi Banten Lama Apa Kabar?, Wajah Barunya yang Bernuansa Madinah, Ternyata Mirip dengan Masjid Ini

Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul Kahar. Beliau lebih dikenal dengan Sultan Haji.

Sultan Haji membuat hubungan yang erat dengan Belanda dan hal itu mebuat ayahnya menarik kembali tahta kerajaan. Kemudian terjadilah perang saudara diantara keduanya. Peperangan dimenangkan oleh Sultan Haji dan pada akhirnya membawa kehancuran  pada Kerajaan Banten sendiri.***

Editor: Yadi Jayasantika


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah