Menurut tradisi masyarakat di sana, kenduri apam ini adalah berasal dari seorang sufi yang amat miskin di Tanah Suci Mekkah.
Si miskin yang bernama Abdullah Rajab adalah seorang zahid yang sangat taat pada agama Islam. Berhubung amat miskin, ketika ia meninggal tidak satu biji kurma pun yang dapat disedekahkan orang sebagai kenduri selamatan atas kematiannya.
Keadaan yang menyedihkan hati itu, ditambah lagi dengan sejarah hidupnya yang sebatangkara, menimbulkan rasa kasihan dari masyarakat sekampungnya untuk mengadakan sedikit kenduri selamatan di rumah masing-masing.
Mereka memasak Apam untuk disedekahkan kepada orang lain. Itulah tradisi toet Apam (memasak Apam) yang sampai sekarang masih dilaksanakan masyarakat Aceh.
Di daerah Padang Pariaman, Bulan Rajab sering dinamakan dengan bulan Sambareh. Sejatinya sambareh adalah makanan yang terbuat dari tepung beras atau biasa dikenal juga dengan sebutan serabi.
Bagi masyarakat Padang Pariaman, sambareh bukan hanya berfungsi sebagai cemilan semata, namun makanan satu ini adalah bahagian dari pelaksanaan tradisi Mandoa Sambareh yang dilaksanakan pada Bulan Rajab.
Menurut sejarah, Syekh Burhanudin-lah yang membawa ajaran seperti ini dari Aceh, awalnya Isra Mikraj di Bulan Rajab.
Sehingga, Bulan Rajab disebut oleh masyarakat Padang Pariaman dengan sebutan bulan Sambareh.
Keberadaannya juga dimulai semenjak adanya islamisasi di Minangkabau yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin.